Demokrasi desa itu rasanya nano-nano. Salah sedikit, konflik. Enak kalau politik demokrasi nasional. Kubu-kubu yang terbentuk secara umum jelas. Menang penguasa, kalah oposisi.Â
Tetapi desa berbeda. Tendensinya pada tataran kekeluargaan, sakit hati, luka lama dan hal-hal semacam itu. Sensitif.
Begitulah yang saya amati beberapa mingu ini. Khususnya di Maluku Utara. Ketika beberapa kepala desa terpilih sudah dilantik, namun beberapa masih berperkara. Di bawah ke ranah pemerintahan daerah. Lobi-lobi dimainkan.
*
Saya sedang menimati pidato Politik dari Bu Megawati ketika notifikasi pesan WhatasApp berbunyi.
" Bro, saya dengar punya hubungan saudara dengan bupati,"? Tanya salah satu kenalan.
"Bagaimana ya," saya tak menjawab pertanyaan yang diajukan.Â
Ia tak langsung menjawab. Beberapa menit kemudian, ia mengirim foto seseorang yang tak lain adalah ayah angkat saya.
"Maksudnya apa ya," tanya saya. Merasa sedikit terhakimi.
"Benar Bupati masih berkeluarha dengan saudara,? Tekan dia lagi.