Kondisi capaian tidak sejalan dengan kondisi rill di lapangan. Di mana kehidupan orang-orang berada.
Dari data di atas dapat di tarik sebuah kesimpulan bahwa terjadi kesenjangan pembangunan sektor rill oleh pemerintah. Sektor unggulan lain justru terbengkalai dan ditinggalkan.Â
Pertanian dan perikanan hanya tumbuh 23 persen sementara pertambangan tumbuh begitu tinggi. Dari data ini, gambaran jelas tentang kebijakan pro sektor unggulan tidak merata. Padahal sektor-sektor ini merupakan sektor paling banyak diusahakan di Maluku Utara.
Pandangan lain ialah bahwa pertumbuhan itu nyatanya hanya menyenangkan pihak-pihak. Sebab, pembangunan infrastruktur, kesehatan dan pendidikan tak berirama. Nilai pendapatan itu tak ubahnya hilang entah kemana.Â
Penetesan anggaran hasil dari konklusi capaian tak sedikutpun masuk ke daerah. Dan hanya mengandalkan perencanaan dan usulan program dari tiap-tiap dinas ke pusat. Padahal, capaian itu seharusnya memberikan "jatah" bagi daerah dalam mengelolah pembangunan.
Apakah pendidikan sudah gratis? Kesehatan sudah gratis? Kemana-mana nyaman ? Tidak semerta-merta itu terwujud.
Inflasi, seperti yang disinggung oleh Presiden Jokowi juga masih dianggap tabuh. Paling rendah utamanya kota Ternate. Tetapi bagi kami yang hidup di Maluku Utara, sulit untuk menerima bahwa konsep inflasi begitu rendah itu mempengaruhi konsumsi dan jumlah uang beredar.
Selama konsep barang masih di datangkan dari luar dan pertanian yang tak jadi prioritas, maka selama itu konsep inflasi rendah masih belum masuk akal.
Konsen paling penting bagi saya dan selalu menjadi perhatian ialah efek kerusakan lingkungan.Â
Saya selalu serius perihal ini. Selalu mengangkat perihal ini sebab hadirnya tambang dengan tingginya investasi memberikan efek pada lingkungan.
Tumbuh berarti operasi berjalan. Ekpansi dan pembukaan lahan masif. Dan Maluku Utara sekecil ini bisa jadi habis terbabat dalam beberapa puluh tahun lagi.