Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rindu Terhalang Tugas

15 November 2022   11:37 Diperbarui: 15 November 2022   11:44 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mampirlah saya di Kecamatan Ngluwar Kabupaten Magelang. Menginap di sini tiga malam. Ajakan seorang kawan lama yang pernah bertugas sebagai guru di Pesisir Morotai, Desa Bere-Bere tak mampu di tolak.

Pak Guru Bowo. Begitu saya mengenalnya. Ia mendesak dengan paksa keika bertemu untuk pertama kalinya setelah dua tahun pindah ke Magelang.

Saya mengiyakan. Jadilah dari Mertoyudan kami menuju rumahnya menggunakan sepeda motor. Mengikuti jalan kecil lantaran hanya punya satu helem.  Tiga puluh menit seingat saya perjalanan di tempuh. 

Satu anak laki-laki dan satu anak perempuan menyambut kedatangan kami. Keduanya anak Pak Bowo. Anak laki-laki sudah kelas empat SD sementara anak perempuan belum bersekolah. Baru berumur empat tahun.

Keduanya, diperintahkan Pak Bowo untuk memberi salam. Saya menyalami keduanya. keduanya lalu melihat si anak perempuan langsung loncat ke pelukan Pak Bowo. Anak ayah ini lantas jalan-jalan sebentar menggunakan sepeda motor keliling kampung.

Saya masuk. Menaruh barang lalu keluar lagi ke teras depan. Sembari menunggu Pak Bowo pulang, sepasang suami istri yang tak lain ayah dan ibu Pak Bowo keluar dan bekenalan. Sembari, menyajikan teh, kopi dan makanan ringan.

Sungguh adab memuliahkan tamu yang bikin takjub. Selama perjalanan di tanah Jawa, jamuan seperti ini selalu saya temukan ketika mampir atau menginap di rumah kenalan. 

Di Kota Magelang, Kebumen, Surbaya, Jember hingga Banyuwangi.  Adab memuliakan tamu tak berspasi. Saya sering mengeluh lantaran kebanyakan disuguhkan makananan.

Sembari menikmati makanan itu, saya ditemani anak laki-laki Pak Bowo. Ia duduk disamping sambil bermain handpone. Pertanyaan yang saya ajukan tak pernah dijawabnya. Dan saya cukup memaklumi itu. Mungkin belum terbiasa.

Pak Bowo pulang beberapa saat kemudian. Anak gadisnya masih dipelukan. Hingga Magrib menjelang barulah pelukan itu berganti ke seorang wanita seumuran kira-kira empat puluh tahun.

Terlihat jelas dari raut wajah pak Bowo ada harapan agar anak gadisnya tetap bersamanya. Sebab bersamaan dengan lepasnya pelukan itu, anak gadisnya lalu dibaaa pergi ke rumah wanita tersebut. 

"Loh pak, itu anaknya ke mana,? "Tanyaku penasaran.

"Ikut mbak nya itu di ke rumah," jawab singkat.

"Emang itu siapa? Keluarga pak Bowo?,"..tanya saya penasaran

"Bukan keluarga. Beliau itu pembantu di sini," lagi-lagi jawabnya singkat.

"Tapi kok anaknya bisa ikut begitu apa tidak masalah," masih dengan pertanyaan penasaran.

"Tidak apa mas. Anak saya sudah terbiasa denhan mereka. Sekaligus buat dijaga anak saya. Kan ibunya jauh. Sementara kakek dan neneknya juga sakit-sakitan dan tak mampu lagi merawat anak kecil,"jelasnya panjang lebar.

" Dia masih ingat mama nya tidak?," tanya saya lagi.

"Mamanya sering telpon kok. Dan baru tahun kemarin ketemu," jawabnya singkat.

"Kapan datang lagi?," 

"Desember ini pas Natal," jawabnya singkat.

Obrolan demi obrolan kemudian memberikan sedikit kejelasan.

Saya mengenal pak Bowo ketika sedang ada proyek di Kabupaten Morotai. Tepatnya di desa Bere-bere. Desa yang hanya bisa ditempuh dengan perahu katinting atau meter tempel.

Jabatannya waktu itu kepala sekolah. Sementara istrinya juga seorang guru namun di lain pulau. Anaknya yang laki-laki juga masih ingat dalam kenangan saya. Ia masih kecil waktu itu.

Lama bertugas di Morotai dan keterdesakan karena kondisi orang tua membuatnya mengambil keputusan mengajukan pindah tugas kembali ke asal daerah yakni Kabupaten Magelang.

Lagi pula, Lima belas tahun dihabiskan bertugas di Kabupaten Morotai sudah cukup baginya. Dan sebelum pandemi 2019 silam, ia pindah ke Magelang dan mengajar di salah satu sekolah. 

Sementara istrinya masih berjuang untuk pindah dan mengikuti Pak Bowo. 

"Sudah beberapa kali diajukan pindah tapi tempat tujuan di sini belum di terima. Beberapa pemerintahan sudah saya ajukan tapi belum ada hasil dua tahun ini," jelasnya.

Yap perkara satu ini memang agak ruwet sebab untuk pindah, seseorang pegawai membutuhkan izin atau permintaan dari instansi tujuan. Itu harus dibukttikan dengan beberapa berkas denga  tujuan ke instansi asal untuk melepaskan pegawai tersebut.

"Ya sudah nanti coba kami bantu?" Itulah tawaran solusi atas permasalahan yang dihadapi dia dan istrinya.

Belum berhasilnya sang istri pindah membuat Pak Bowo dua tahun belakangan  menghabiskan waktu dengan merawat kedua anaknya, orang tua dan mengajar. Waktu lain dihabiskan dengan beternak lele.

Pak Bowo sendiri berharap agar anak-anaknya tumbuh kembang bersama ibu agar ada kasih sayang yang melakat.

Beberapa kali ide untuk mengirim anaknya terutama yang perempuan ke istrinya di Morotai urung terlaksana lantaran ada beberapa kendala yang tak mau diceritakan.

"Anak saya kalau setiap tanya ibu mereka kekuatannya hanya Video Call. Jadi selalu stanby. Kadang mereka tanya kapan pulang. Itu saya akali dengan beberapa trik seperti ajak jalan-jalan dll," ujarnya.

Tentu kerinduan itu terpancar jelas utamanya pada anak laki-laki yang tak pernah luput dari perhatian. Murung dan tidak banyak bicara. Berbeda ketika sedang melakukan telepon via VC.

Sementara Pak Bowo sendiri dengan ternag-terangan bilang menunjukan kerinduan.

"Ya kalau rindu pasti rindu. Tapi gimana lagu. Semua terikat tugas. Semoga saja proses kepindahan cepat terealisasi," begitulah ucapnya suatu kesempatan

Sungguh tegar sekali rindu yang dihadapi kawanku ini. Betapapun itu, saya mengakui kesetiaannya pada hubungan suami istri jarak jauh ini. (Sukur dofu-dofu)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun