"Om-om, bibi-bibi, Jujaru dan ngongare. Bertemu lagi bersama Om Desa, menyiarkan langsung dari stasiun RRI Ternate. Inilah seputar berita.......,".
Suara itu menjadi ciri khas bagi warga di desa. Sore hari, setelah Ba'da Asyar. Terkenal suaranya walau tak kenal orangnya.Â
Om Desa adalah pembawa acara sekaligus penghibur pengonyak perut. Menyiarkan berita nasional hingga daerah tembus ke pelosok dusun. Ciri khas dengan cita rasa keunikan.Â
Radio-radio tua bertenaga baterai selalu terputar dengan frekuensi yang terhafal mati. Duduk menikmati kopi sembari menunggu ba'dah Magrib.
Aku memperhatikan itu. Ketika kakek menyetel radio-- sepulang dari kebun--duduk menangadah pisang atau sukun goreng hidangan nenek. Kehangatan dalam kekeluargaan. Radio mengiringi tumbuh kembang keluarga di desa.
Setidaknya itu dulu, ketika Radio menjadi satu-satunya sarana informasi dan hiburan. Atau masa di mana curahan hati masih terbungkus rapi dalam amplop bernama surat.Â
Jauh sudah nan kisah itu ditarik ke belakang. Sepi telah menjadi tamu abadi, suara-suara menggantung dan riang tawa kehilangan tempat. Ruang tamu, kamar, dapur, teras dan rumah kehilangan keceriaan. Penghuni satu persatu pergi. Menjalani hidup dan akhir dari perjanjian masa hidup. Kenangan.
*
Suatu saat.....
"Televisi di rumah nenek itu sudah rusak Kak," cetus Faisal. Anak dari paman tertua yang kebetulan datang berkunjung kek kota.