Kami mengkaji perihal tiga kriteria itu. Andai faktor lain bisa dimasukan maka tentu gambaran mengenai kondisi suatu daerah lebih terbuka lebar. Diakhir pembicaraan, keyakinan bahwa unsur-unsur lain semisal pendapatan, lingkungan, juga turut dimasukan sebagai poin penting analisis.
*
Saya memang dengan bangga menjelaskan itu padanya. Namun di balik itu, tersimpan keraguan begitu dalam.
"Di balik kebahagiaan tersimpan sejumlah masalah."
Ini yang belakangan menjadi konteks perdebatan. Di satu sisi, kami bangga dalam urutan nasional, daerah menjadi yang pertama. Tentu bisa memberikan sedikit gambaran tentang kehidupan masyarakatnya.
Namun di sisi lain, perdebatan selalu memunculkan fenomena. Bahwa masih banyak permasalahan yang mendera. Dan ukuran kebahagian patut dipertanyakan.
Kekerasan perempuan dan anak serta kekerasan seksual misalnya sesuatu yang selalu menyita perhatian saya. Maluku Utara masih belum terlepas dari ironi ini. Bahagia tapi dipenuhi berjumput kasus kekerasan bahkan pernah menyita perhatian nasiona. Yakni kekerasan dalam tahanan (2)
Pun dengan kekerasan terhadap anak dan perempuan yang semakin ke sini masih terus terjadi. Tentu perkara ini adalah masalah klasik. Mendera semua daerah. Pekerjaan rumah bagi semua orang. Namun intensitas kasus per kasus di kabupaten kota bikin kesal.Â
Ironi kehidupan dalam kepungan pertambangan adalah perhatian berikut. Permasalahan ekologi merupakan dampak nyata di Maluku Utara. Sudah terlampau banyak permasalahan ini terjadi. Hutan tertebas, tanah tergali, sungai-sungai tercemar. Laut dan ikan-ikan, hilang.
Bukan tidak mungkin. Dalam beberapa tahun kedepan, dataran Halmahera bakal tak menyisahkan satu pohon pun. Penduduk-penduduk terusir dari lahannya, dari rumahnya.
Daerah dengan luas tak lebih dari 145.801,10 km2, terdiri dari luas lautan 113.796,53 km2 atau 69,08 persen dan luas daratan 32.004,57 km 2 atau 30,92 persen (3)