Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Pengalaman Menggunakan Travel Jawa-Bali

21 Oktober 2022   14:53 Diperbarui: 21 Oktober 2022   15:20 1955
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pengalaman menggunakan jasa Travel Jawa-Bali (Dokpri)

Pukul delapan malam, saya menunggu di titik pejemputan. Tak juga muncul kendaraan yang saya harapkan. Dua jam molor. Mobil travel yang katanya bakal datang sebelum pukul enam sore membuat saya kehabisan kata-kata. Niat pulang ke rumah sebentar tak mungkin. Hujan sedang awet dipelukan bumi Kabupaten Jember.

Dua hari sebelumnya, perdebatan tentang jasa transportasi apa yang saya gunakan dari Jember cukup membikin pusing. Tujuan Bali sudah harus dilakukan dalam rangkaian panjang penelitian.

Pada akhirnya keputusan menggunakan travel dianggap cukup efisien ketimbang harus menggunakan kereta ke Banyuwangi, lalu naik kapal fery ke dan mencari alternatif kendaraan lagi. Pun dengan bus dengan menghitung jarak dan efisiensi waktu.

Terpilih jasa travel. Beberapa jam kemudian tiket berhasil tergenggam lewat pembelian online dari satu aplikasi. Rata-rata, travel menunjukan perjalanan tujuh jam hingga delapan jam. Sungguh sebuah kesalahan pada akhirnya nanti.

Pengalaman saya menggunakan travel hanya dua kali dengan ini. Jaraknya pun sudah sepuluh tahun sejak terakhir menggunakan jasa travel dari Bandung ke Jakarta. 

Melihat durasi perjalanan yang tak cukup lama dan bakal sampai di Bali pukul dua dini hari, membikin yakin diri. Dua ratus ribu sekali jalan terbayarkan.

Pukul delapan lima belas menit malam, mobil jasa travel datang juga. Sedikit rasa kesal membuncah lantaran dua jam menunggu bukan tanpa alasan. Telepon sang supir mengatakan bakal tiba pukul enam sore. Dan saya percaya.

Saya sedikit menyesal, andai saran kawan  diterima mungkin tak lama menunggu. Dia yang sudah sudah berpengalaman sama akomodasi jasa ini, menawarkan agar menunggu saja di rumah. Toh bakalan di telepon juga jika mereka sudah menjemput.

Jam karet alias molor rupanya sudah sebuah ironi yang melekat erat. Banyak yang mengatakan itu dalam penantianku. Benar saja, tiket saya pukul enam namun berangkat pukul delapan lebih. Akan sangat cepat jika saya ke tempat travel, namun karena di telepon akan dijemput, saya mengurungkan niat.

Saya penumpang terakhir yang naik. Di dalamnya sudah ada enam wanita dan enam pria plus dua sopir di depan. Mereka dari Surabaya dan dari Bandung yang sama-sama ke Bali.

Travel bagiku sangat nyaman, dibanding bus. Tergantung presepsi masing-masing. Saya lebih condong ke jasa travel. Mobil dengan beberapa penumpang saja ini disuguhkan dengan canda dan tawa. Perkenalan hingga obrolan panjang. Antara sopir dan penumpang terbina dengan baik. 

Beberapa mobil travel di rest area (dokpri)
Beberapa mobil travel di rest area (dokpri)

Dua jam perjalanan kami sampai di rest area Kalibiru manis. Di arahkan untuk makan. Saya kebalakan di sini. Lantaran tak sengaja mengambil dua lauk yang seharusnya punya jatah satu. Sebagai orang awam dan baru sebagai konsumen jasa ini, saya cukup heran. Kelebihan lauk saya bayar liam ribu rupiah.

Setengah jam berlalu, kami melaju lagi. Sedikit ada kemacetan lantaran longsor yang mengharuskan jalan di buka satu jalur. 

Pukul dua belas malam, kami akhirnya sampai di pelabuhan penyebrangan Ketapang-Gilimanuk. Sungguh saya terkesima. Andai di timur manajemen operasional pelabuhan penyebrangan seperti ini maka segalanya menjadi muda.

Dokpri
Dokpri

Aku yang sudah rindu akan laut tak tinggal diam dalam mini bus. Naik ke lantai dua dan memperhatikan sejauh mana operasi penyebrangan di sini. 

Pemandangan kapal Ferry yang tak sempat saya hitung banyaknya ini antri untuk bersandar dengan beberapa port tersedia membuat takjub. Efisiensi sangat terasa. Manajemen sangat tertata. 

Andai di timur seperti ini, banyak kapal tersedia, manajemen tertata tentu bisa bikin bahagia. Walau saya tau, ini terjadi juga karena mobilitas barang dan orang harus cukup tinggi.

Pukul dua belas tiga puluh menit kami sampai. Sopir saya lihat beberapa kali turun melaporkan sesuatu. Jaga-jaga untuk tidak di tahan. Baru keluar tepatnya di POM Bensin, kami berhenti.

Sopir turun sekira dua puluh menit. Dan kembali lagi. Rupanya, mereka sedang menanyakan informasi akses jalan. Jalur utama Gilimanuk-Denpasar di tutup lantaran longsor dan putusnya jembatan penghubung.

Keadaan ini membuat sopir putar arah melewati jalan Singaraja. Saya tak hafal lagi beberapa jalan yang ditempuh minubus ini karena melewati beberapa perbuktian berkelok-kelok.

Lantas apakah saya sampai tepat dengan jam yang tertera di tiket? Tentu saja tidak. Pukul dua dini hari sudah lewat. Saya tentu semakin tak percaya pada aplikasi-aplikasi yang memperkirakan waktu tempuh. Kecepatan seseorang tidak pernah sama.

Pukul enam pagi, kami sudah memasuki pinggiran Kota Dempasar. Istirahat sebentar minum kopi. Di sinilah masalah dimulai. Saya yang memesan tiket melalui aplikasi online seperti tertuduh. Dan kebetulan saya satu-satunya pembeli tiket online.

Pengemudi travel bertanya hendak diantar kemana. Saya tentu turun sesuai titik spot akhir. Namun tidak diindahkan lantaran berbeda dengan sepuluh penumpang lain. Jalur saya berbeda dengan jalur mereka. 

"Begitu tu kalau pesan pakai aplikasi," itulah kata-kata menusuk yang saya ingat. 

Pada akhirnya, saya di oper ke salah mobil lain yang searah dengan tujuan penumpang. Kesal tentu saja. Di mobil minubus ini, saya diantar. Namun beberapa kali berkeliling tak juga tujuan sampai. Saya merasa sangat tertekan. 

Diujung perjalanan, sang sopir merasa sudah bosan dan menurunkan jauh dari lokasi yang seharusnya. Saya harus naik grab lagi dengan  biaya duapuluh enam ribu.

Saya tidak menyalahkan sopir-sopir itu. Toh mereka hanya menjalankan tugas. Walau beberapa agenda tambahan supir membuat saya sedikit geram. Tetapi kepada manajemen perlu ditekankan. 

Jika membuka pelayanan tiket online, seharusnya dapat menjamin juga tujuan searah dengan penumpang lain. Sehingga tertata, sebab dalam pembelian online, kadang lokasi yang ditujuh tidak tertera dalam pilihan. Ini juga bagian dari tanggung jawab pengembang aplikasi.

Selebihnya saya merasa baik-baik saja. Pengalaman berkesan. Manis pahit. Walau pahit lebih banyak. Saya menyaksikan betapa usaha ini menjadi penopang sektor parawisata dan mobilitas pelancong.

Tanda tanya paling besar tentu saja, berapa keuntungan persekali jalan seperti ini. Sebab selama perjalanan saya melihat banyak sekali pengeluaran-pengeluaran biaya. Dan, saya belum mendapat gambaran utuh. Perlu kajian mendalam tentang usaga jasa ini. (Sukur dofu-dofu).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun