Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rebutan Perahu

12 Oktober 2022   15:50 Diperbarui: 12 Oktober 2022   15:53 608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fajar jatuh, menanggalkan keperkasaan. Menghadiakan senja, sebelum tenggelam dalam cakrawala. Dari pintu belakang rumah, Aster menoleh-noleh ke Lautan.

Beberapa hari ini, laut teduh tak beriak. Mengundang warga mengulur dan melempar tali pancing. Setiap dari mereka punya strategi masing-masing untuk memperoleh ikan. Memakai perahu atau melempar umpan di pinggir pantai.

Aktivis muda yang pulang kampung karena kesal gerakan jalanan tak berhasil menurunkan harga BBM ini terus memandangi laut. Dua perahu tertangkap mata pelan-pelan terkayuh ke tubir karang. Melewati celah karang agar lolos gesekan dan karam yang bisa bikin terbalik.

Dilihatnya baik-baik, dua perahu itu rupanya kawan seangkatan. Tak mau ketinggalan, ia bergegas mengambil perlengkapan yang tergantung di gudang. Di persiapkan semuanya.

Kail, pemberat, senar, pisau, dayung dan umpan ia siapkan dalam waktu singkat. Dia ternyata sudah mempersiapkan perlengkapan tempur itu sejak siang.

Senar kusut milik ayahnya, ia buang dan diganti dengan yang baru. Dirangkainya segala metode  pemancingan yang diketahui. Kadang juga ia mempraktekan metode pembelajaran di kelas sebagai mahasiswa perikanan.

Kekurangan kail dan pemberat ia minta ke tetangga atau ke teman. Di desa, semua orang punya perlatan mancing. Sehingga, sulitnya mendapatkan senar betkualitas atau kail dapat dibagikan ke yang lain. Pemberat bisa memakai batu atau besi tua bekas pembangunan rumah yang di potong-potong.

Semua perlengkapan siap, ia lalu buru-buru ke lokasi tambatan perahu. 

Di lokasi, ia menemukan tiga perahu masih terparkir. Belum digunakan tuannya atau orang lain yang hendak memancing. Ia menuju perahu yang ingin digunakan. Dibersihkan lalu di tarik ke pinggir laut.

Ia tak sembarangan memakai perahu. Sebelumnya sudah meminta izin dan bertanya kepada pemilik perahu apakah bisa digunakan atau memancing atau tidak. Jika pemiliknya tidak memancing maka perahu itu dikuasainya sampai puas.

Dokpri
Dokpri

Di sela persiapan. Tiga temannya datang. Sibuk mengklaim perahu yang hendak digunakan. Sisa perahu yang tertambat diperebutkan. Ini dilakukan agar tidak dapat perahu yang jelek. Mereka tak peduli lagi soal izin-izin. Siapa duluan, dia yang dapat.

Aster hanya cekikan melihat perdebatan itu. Ia  buru-buru menaiki perahu dan mengayuh ke spot pilihannya. Meninggalkan ketiga temannya berdebat.

Malam itu Aster berhasil menarik menarik dua puluh ekor ikan. Ia pulang pukul sepuluh malam.  Warga di desaku lebih suka memancing malam lantaran siang hari dihabiskan di hutan. Berkebun.

Pencapaiannya malam itu, membuat dirinya menjadi bahan perbincangan. Jarang-jarang warga desa dapat banyak ikan. Karang-karang yang sudah rusak telah mengusir ikan-ikan. Lima atau enam ekor sudah cukup banyak untuk sekali melaut untuk laut makan.

Perbincangan itu membuat warga lain ikut tertarik. Masing-masing mereka ingin melaut. Pencapaian Aster dipandang sebagai "ikan sedang makan, musim ikan karang". 

Kalau sudah begini, toko penjual alat mancing bakal diserbu hingga habis. Terkadang membuat warga harus ke desa tetangga hanya untuk mendapatkan satu dua buah senar pancing.

Pun dengan perahu. Rebutan perahu sudah auto terjadi. Sebuah kelucuan yang kadang mengundang tawa.

Mereka yang sudah niat memancing dan memeprsiapkan segala hal harus berburu dengan waktu. Lambat sedikt atau telat ke pantai mencari perahu maka sudah auto gigit jari. Sehingga, lebih awal, bahkan matahari belum tenggelam, mereka sudah di atas laut.

Rebutan perahu ini kadang mengundang tawa sekaligus kekesalan. Saya pernah beberapa kali harus mendayung pulang lantaran pemilik perahu memanggil dari jauh untuk pulang karena ia mau memancing. 

Kesal tentu saja, tapi apa daya itu bukan perahu milik sendiri. Kadang, tuan perahu juga gigit jari. Berharap bisa memancing justru kembali pulang sebelum melaut. Perahu-perahu sudah lebih dulu dibawa orang lain.

Tingkat kekesalan paling tinggi ialah ketika mengetahui perahu mereka dibawa anak-anak sekolah, SD sampai SMP yang tak mau ketinggalan memancing. 

Walaupun dua atau tiga ekor ikan mendarat di dapur juga sebagai jasa memakai perahu. Sudah hal layak, hasil pancingan harus dibagi ke pemilik perahu. Kalau sudah begini, tak ada lagi marah-marahan. Walaupun besok malamnya rebutna perahu lagi.

Perburuan perahu untuk memancing ini lantaran jumlah yang tersedia tidak sesuai dengan kebutuhan. Semua warga di pesisir memang punya alat mancing, tapi tidak semua punya perahu.

Perahu-perahu yang dimiliki beberapa warga saja ini kebanyakan juga dibeli dari luar plau. Sebab di pulau sendiri, tak ada kayu-kayu besar yang bisa dibikin perahu. 

Memang ada, tapi warga cenderung lebih memilih mengolahnya menjadi kayu dan papan buat keperluan membangun rumah ketimbang bikin perahu. Barang mahal jika dibeli ke kota atau ke agen-agen.

Perahu yang dibeli biasanya berasal dari pesanan dan dipasarkan dari pulau ke pulau oleh penjual luar pulau.  Perahu-perahu itu di jajakan dari kampung ke kampung. Di angkut menggunakan motor tempel atau ketinting. 

Harganya pun cenderug mahal, mulai dari lima ratus ribu hingga dua juta lima ratus rupiah. Tentu, dalam temuanku, harga itu cenderung tinggi bagi warga apalagi jika sizenya kecil. Warga tentu urung membeli kecuali punya kelebihan pendapatan saat panen cengkih. 

Satu berkah adalah ketika habis badai dan perahu-perahu dari pulau lain hanyut. Siapa yang menemukan auto lompat girang-girang. Sudah tak perlu merogok kocek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun