Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Berbagi Intisari Kekuatan

1 Oktober 2022   13:40 Diperbarui: 1 Oktober 2022   13:51 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dua anak sedang menikmati pemandangan laut (dokri)

"Mafapula mo (Berbagi saja)," Ujar Dino kepada dua rekannya.

 Jalah atau jaring yang mereka tebar pagi ini nampaknya memuaskan. Ikan-ikan tersangkut. Ratusan ekor itu diperoleh sekali tebar. Tidak sia-sia usaha mereka bangun pagi hari dan berjibaku dengan dinginnya udara dan air laut. 

Ketika warga masih betah menikmati kopi di meja makan, atau bersanda gurau  dengan tetangga, mereka sudah diam-diam menebar jalah diteduhnya lautan. " bangun pagi dapat rezeki " membuat mereka berpacu menarik perahu, mendayung, berenang, memantau ikan dan menebar jalah.

Beberapa hari ini laut sedang pasang. Ikan-ikan tampak berkumpul bergerombol. Memecah lautan teduh menjadi riak yang mengundang takjub. Dari pinggiran, di pagi hari, kami biasa menikmati pemandangan itu dari belakang rumah.  

Ajakan Dino, diiyakan. Ketiganya berhenti di pantai sebelah Utara kampung. Mengambil daun kelapa dihilangkan daunnya dan dibikin 'Babit; tali". Puluhan ekor ikan sekali jaring itu lalu dibgi merata. 

Proses bit atau babit ikan di pantai mereka lakukan. Ikan-ikan tersebut dirangkai kedalam tali bit. satu tali bit berisi sepuluh sampai lima belas ekor ikan. ikan-ikan tersebut akan dibawa pulang untuk dikonsumsi. Jika proses itu sementara dilaksanakan dan ada warga yang lewat maka mereka akan memberikan seekor dua ekor untuk dibawa pulang.

Hasil jaring ini tidak mereka jual. Sudah umumnya terjadi di desa. Sebanyak apapun tangkapan, ikan-ikan itu hanya untuk konsumsi dan dibagi-bagi ke setiap warga yang melintas. 

Berutung pagi ini, tak ada begitu banyak warga yang lewat. terlalu pagi mereka melakukan penjaringan. Menebar jala saat warga belum beraktifitas, jika saja sudah sedikit siang sekira jam 7-8, auto Babari; gotong royong rejeki diterapkan. Berbagi sudah menjadi keharusan. Ikan-ikan yang diperoleh akan dibagi-bagi hingga habis baik yang lewat atau kepada tetangga. 

Dokpri
Dokpri

Berbagi rejeki sudah menjadi praktik sosial turun temurun. Di desa, orang-orang tak segan saling membantu satu dengan yang lain. Sudah banyak diulas pula kehidupan sosial utamanya masyarakat pesisir. Mulai dari babari pada tingkat aktvitas berat seperti membangun rumah, hajatan, pertanian hingga dalam rumah.

 Orang desa hidup dengan prinsip bekerjasama atau babari dan berbagi.  Kekuatan  mendarah daging dan melakat. Misalnya saja hal paling sederhana yang sering saya alami ialah ketika berada di kebun. Siang hari merupakan waktu paling menggelisahkan. Perut keroncongan, haus, serta ngantuk. Rasa-rasanya pulang adalah solusi walaupun target atau panen belum tercapai.

Ke kebun memang wajib bawa makanan atau air. Namun jika tak sempat maka air paling wajib. Walaupun begitu, kehabisan bekal umum terjadi. di posisi ini, saya menemukan banyak kebaikan dalam berbagi. Warga desa yang lewat atau sedang berada di kebun selalu menawarkan makanan yang mereka bawa untuk di santap bersama.

Kadang mereka langsung datang kelahan kebun dan mengajak kadang juga berteriak dari jauh. Kode warga desa di kampungku dapat diketahui dari suara sahutan yang kita keluarkan. di Kebun orang-orang yang hendak mengetahui ada tidaknya orang yang masuk hutan dilakukan dengan teriahakn " Huu". dan di balas dengan nada yang sama. Jika tidak ada teriakan sahutan maka dipastikan diposisi sekitar tidak ada warga yang sedang ke kebun.

Selain makanan yang ditawarkan, kadangpula ketika dalam hutan dan menemukan warga sedang memanen kelapa maka sering ditawrakan untuk mampir, ngobrol, minum kopi atau minum air kelapa muda.

dalam berbagi pun diterapkan dalam proses produksi pertanian. Misalnya saya diajak seorang teman untuk menemaninya memanen pala atau kenari. Diakhir panen biasanya langsung diberikan tanda terima kasih dengan satu atau dua biji pala atau kenari. Dalam konotasinya bisa sampai setengah karung dan satu karung. tergantung berapa banyak dihasilkan.

Pun dengan praktek lain. Apapun yang tumbuh di halaman rumah dapat diambil dan digunakan tentu dengan izin terlebih dahulu. Berlaku juga di dapur di mana ibu-ibu sering sekali sehabis memasak langsung membuka punya tetangga atau saudara yang kemudian diantar sendiri ke rumah mereka.

Berbagi adalah kekuatan warga desa dalam kehidupan yang begitu kompleks. Semua dijalani penuh hikmah dengan keihlasan dan ketulusan diri. Sebuah kekuatan yang bagiku sangat berharga. (sukur dofu-dofu)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun