Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cara Kami Menangkap Burung

25 September 2022   18:23 Diperbarui: 25 September 2022   18:52 914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dua tiga buah pala terkait. Poga-poga; alat pengakit dari bambu dengan ujung diikat besi yang dibengkokan, terus bekerja sesuai mekanisme kemampuan manusianya.

Pohon pala di kebun warisan kakek ini baru belajar berbuah. Saya menanamnya enam tahun silam. Ketika akar-akar masuk ke tanah, saya pergi ke kota hingga ke ibu kota dan baru kembali menengok.

Dulunya kebun ini tertanam komoditi coklat. Seiring waktu, pola pertanian berubah. Coklat jatuh harga, pala dna cengkih jadi pilihan. Tebang menebang dilakukan, coklat raib. Pala dan cengkeh tumbuh subur.

"Kakak, tunggu sebentar saya mau liat Papidi; perangkap,". Ujar Al, adik sepupu yang sedari galau. Ia lalu menerbos rimbunan alang-alang dan tak terlihat lagi batang hidungnya.

Sejak tiba di kebun pagi tadi, aktivitas pertamanya ialah memasang Papidi. Persiapan sudah dilakukannya jauh hari. Alat-alat sederhana dari tali sebagi jerat dan kayu kecil sebagai penyangga dipegang erat-erat. 

Ia memasang papidi, dibatas kebun atau berbatasan langsung dengan jurang. Di sini terdapat beberapa pohon besar yang sangat potensial dalam memasang jebakan.

"Kakak tidak dapat. Jangankan dapat, lewat saja tidak," keluhnya dengan wajah lesuh. Rupanya jebakan yang dipasang untuk menjerat burung atau ayam hutan bernama Beleu tidak berhasil.

Burung atau ayam hutan biasa orang kampung menyebut, merupakan salah satu buruan jika laut sedang bergejolak. Tidak bisa memancing buat lauk makan. Bahan makanan satu ini, diburu sejak turun temurun.

Burung atau ayam hutan ini masuk dalam disebut burung gosong (Megapodiidae) Beleu tak memiliki sedikitpun bulu putih seperti Maleo, ia hitam seluruhnya. Lebih mirip ayam sehingga orang kampung menyebutnya ayam hutan. Badannya kecil namun kaki nya panjang dan besar. (Selengkapnya bisa baca disini )

Dalam buku masih tetap disebut Maleo. Artinya spesies di sini didominasi Maleo hitam.

Spesies ini memiliki sarang yang besar jauh dari ukuran badannya. Ditimbun menyerulai gundukan tanah atau pasir dari ranting dan bahn lain. Digunakan untuk bertelur. Di mana telurnya enam kali lebih besar dari telur ayam biasa.

Sangat sulit untuk menemukan telurnya. Ada pantangan dan kepercayaan dalam mencari telur Beleu. Sedikit saja parang ditikam pada sarangnya, maka telur-telur itu akan hilang. Dan memang terbukti. Sangat jarang warga menemukan telurnya. 

Saya berpikir ini mungkin cara orang tetua berpesan agar tidak boleh mengambil telur dalam pengembangbiakannya kedepan. Sesuatu yang mulai dirasakan belakangan. Ancaman kepunahan.

Telur burung Beleu (wanaswara.com)
Telur burung Beleu (wanaswara.com)

Dagingnya sangat alot, walau sudah direbus beberapa jam. Maksimal perebusan enam sampai tujuh jam. Masakan favorit burung ini ialah opor.

"Kamu pasang bagaimana," tanyaku yang masih berjibaku dengan pohon pala berusia muda ini. Pohon pala usia muda; magori sangat sulit dipanjat lantaran banyaknya ranting kecil yang menghalangi.

"Saya pasang biasa saja kakak," jawabnya dnegan mimik wajah yang masih kecewa. 

Saya turun. Dan mengajaknya menengok cara ia memasang Papidi. Meninggalkan pekerjaan pemetikan untuk sementara waktu demi menyenangkkan anak yang duduk di bangku SMP ini.

" astaga bagaimana mau dapat kalau masangnya kayak gini. Jalurnya di mana kamu pasang di mana," ejekku sembari tertawa terbahak-bahak.

Saya pun menjekaskan rumus sederhana yang biasa kami gunakan. Jalur atau jalan lewat burung atau ayam hutan, Beleu harus dipahami sebelum memasang papidi. 

Tingkah laku burung satu ini sangat sensitif karena keliarannya. Ia bisa mengetahui suatu kondisi bahkan dengan satu patahankan ranting saja tak akan dilewatinya lagi untuk mencari makan.

Wikimediacomons.com
Wikimediacomons.com

Pemahaman jalur tidak cukup. Area jebakan harus bersih, rapi dan tidak terlalu terang. Pohon-pohon kecil tidak boleh terlalu banyak di tebang. Begitu saya menjelaskan tahapan demi tahapan.

Jadikah kami berdua memindahkan jebakan itu sesuai jalur. Sebuah batang kayu berukuran jari jempol kami potong. Lalu tali jeratan diikat pada ujugnya. Ditarik agar melengkung ke tanah.

Sebuah kayu bercabang menjadi penyangga sudah harus lebih dulu tertancap. Lalu dua saga atau bulu dihaluskan di ikat pada tali gumutu atau tali ijuk sehelai. Jika sudah terpasang, lingkaran jebakan ditutupi tanah lalu di atasnya diberi parutan kelapa.

Samping kiri kanannya diberi penghalang dari rumput agar Beleu fokus ke tengah.

Selesailah sudah praktek itu. Lalu kembali lagi memetik pala sembari menunggu jeritan karena Beleu terjebak.

Contoh Jebakan (tangkapan layar facebook Scorpio Zodiak)
Contoh Jebakan (tangkapan layar facebook Scorpio Zodiak)

"Kakak, dulu waktu kecil kalian juga sering nangkap Beleu," tanya Al penasaran setelah melihat kelincahanku memasang Papidi

"Oh tiap hari. Setiap pulang sekolah kami langsung ngecek hasil jebakan. Kaka itu paling itu terhitung paling jagi," ceritaku melebih-lebihkan.

"Memangnya dulu banyak?," tanya ia lagi.

" Banyak sekali. Bahkan lokasi di rumah kita yang sekarang juga banyak. Mulai belakang kampung sampai yang paling jauh semua ada. Dulu sesuai kamu, kami nangkap dalam sehari bisa 10 per orang," jelasku.

"Ampuun. Kalau sekarang jangan bilang kakak, kami harus jalan sejam dua jam ke dalam hutan baru bisa dapat," bebernya.

"Iya sudah kurang, karena banyak yang menangkap berlebihan. Sama sejak kerusuhan (konflik agama) banyak yang pulang kampung dan menggarap kebun hingga dasar hutan," jelasku.

Ia tak memahami maksdku. Belum juga saya jelaskan, suara jeritan terdengar di lokasi pemasangan papidi. Ia lari terburu-buru, takut jika buruannya lepas. 

"Kakak dapat dapat," dari jauh ia berteriak.

Lima belas menit kemudian ia membaaa tiga ekor Beleu. Dengan jebakan yang sudah ia lepas. Sebab jika tak dilepas dan dipasang lagi, jebakan tersebut akan membunuh Beleu karena tidka ditengok. 

Memasang jebakan wajib hukumnya ditengok setiap hari, pagi dan sore. Jika tidak maka buruan bisa mati atau di curi orang.

"Kakak, seumur-umur saya bikin papidi, baru dapat banyak begini," bangganya sembari memerhatikan tiga burannya itu.

"Sekarang kamu taukan betapa jagonya kakak," ledekku.

"Hebat-hebat," pujinya.

Dulu, di awal tahun 90-an, hewan satu ini sangat berjibun. Bisa ditemukan di mana saja. Bahkan bisa terlihat didalam kampung. Terkenal liar untuk ditangkap memakai tangan. 

Warga bisa berburu memakai Papidi atau jebakan tradisional yang sudah ada turun temurun. Dalam sehari kami bisa memperoleh di atas sepuluh ekor. 

Sekaranng, mendapatkan satupun sangat sulit. Pemahaman generasi berikutnya dalam memasang jebakan pun tidak lihai. Pulang dengan tangan kosong sudah biasa. Kurangnya hewan ini membuat pemerintah desa melarang penangkapan berlebihan. 

Sehingga, praktek penangkapan banyak ditinggalkan. Dan baru sekarang sedikit dilonggarkan. Setidaknya sudah 20 tahun tidak dilakukan penangkapan agar Beleu biasa berkembang biak.

*

Pukul tiga sore, pala habis dipanen. Kami pulang. Beleu yang tertangkap juga sudah nampak lemas. Harus secepatnya di potong oleh pemuka agama. Atau yang biasa punya ilmu memotong. Beleu sangat resisten dan cepat lemah.

Dalam perjalanan Al mengajukan pertanyaan, " kakak, sebenarnya Beleu ini burung atau ayam hutan," 

Aduh pertanyaan apa ini. Saya binggung menjawab. "Kalau dibilang burung masuk, dibilang ayam masuk. Tapi yang jelas kurang tau," 

"Kan orang kampung bilang ayam. Baru mirip ayam pulak. Kok di buku-buku bilang burung," protesnya.

"Aih sudah-sudah. Nanti sampai rumah kakak ambil handpone  lalu ke tempat jaringan dulu," jawabku.

"Buat apa kaka," tanyanya penasaran

"Kakak mau hubungi dulu dua orang pakar perihal ini  mereka lebih tau," jawabku lagi.

"Emang siapa kakak," masih penasaran

" Engkong Felix Tani dan Master Angka, Acek Rudi," tegasku.

"Heeeeeeeee," sahut Al terbengong-bengong.

Tidak tau saja si Al level kepakaran "burung" Engkong Felix Tani dan Acek Rudi. 

Dua pakar itu bisa menjelaskan dengan muda burung bersayap dan kepakannya. Engkong Felix Tani di Gang Sapi bisa menerawang dengan jelas burung kepunyaan siapa dan di mana ia bersarang, Baca: (1). 

Sementara rumus burung dengan kekuatan elastisitas diperkuat oleh Acek Rudi pakar angka lengkap dengan nomor konsultasi (2). Saya 

Begitulah adanya kepakaran kedua sosok millenial ini, kesaktian ilmu bisa bikin geleng-geleng kepala, sambil megang...."Ah Al ayo jalan cepat sedikit"

 (Sukur dofu-dofu)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun