Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Gagal Move On

20 September 2022   17:24 Diperbarui: 20 September 2022   17:29 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 "Aku juga harus jujur padamu, sakit hati masih terpedam dalam dadaku. Tak berkurang sedikitpun rasa ini,," aku terus berkoar.

Aku tau, ini akan menyakitinya. Namun rasa tak peduli pada ucapan laki-laki sudah menggrogotiku. Kekasih yang sebelumnya telah menjual habis jurus jitu lelaki. Aku beli dengan kepercayaan tinggi dan terlalu tinggi.

Aku tau ia bangsat. Tetapi ia masih yang terbaik hingga kini. Sosok yang terindah dalam hubungan singkatku. Aku sendiri binggung atas diriku sendiri.

 Seandainya tak ada perkenalan dengannya tempo itu, aku mungkin akan mempertimbangkan  banyak opsi.

Pria bejat memang selalu yang terindah di hati. Begitu pikirku. Ia telah memberi warna baru dalam kecupuan "cinta". 

Seumur-umur, aku hanya mengenal tiga pria termaksud dirinya. Ketika di Bandung, perkenalanku dengan pacar pertama ku berhenti di tangan gadis remaja, Anak SMA. Di selingkuhi dengan nyata. Namun tak ada sakit hati, tidak sama sekali.

Aku berhenti menerima pinangan cinta banyak lelaki hingga begitu lamanya. Lalu datang pria kedua. Seorang muslim taat, kami Taaruf. Aku begitu yakin dan dangat yakin. 

Ketika niat itu tersampaikan ke orang tua. Tantangan pengahiran harus dilakukan. Ia masih silisiah keluarga. Berpangkat "Tulang" kata mamaku. Perkara diakhiri dengan sangat baik. Kami berpisah.

Pria bangsat ini lalu memasuki hatiku. Ia merampas sempurna kepribadian ku. Datang dengan gagah berani, membuat taman kehidupan penuh warna-warni.

Bersamanya, kami layaknya pasangan kekasih dengan sydrom budak cinta. Tak ada seharipun lepas dari genggaman pertemuan. Bahkan kegabutan yang menyerang di malam hari akan membawa kami mengelilingi Jakarta.

Aku tau, sebagai pria ia begitu mengitimewakanku. Tak ada sekalipun aku temukan tingkah dan perlakuannya tak lembut. Ah sunguh mati, tak sedetipun aku lupakan perilakunya yang negatif padaku. Aku begitu-begitu mencintainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun