Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kehidupan Guru Honorer di Pesisir

16 September 2022   16:51 Diperbarui: 17 September 2022   05:00 1173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pukul delapan pagi, murid-murid sudah berdatangan. Dari kampung sebelah hingga kampung sendiri, berjalan berkelompok. Dua tiga hingga lebih dalam satu kelompok. SD, SMP, maupun anak SMA. 

Saya suka melihat barisan anak-anak berseragam ini menuju sekolah sembari bersiap-siap. Ada harapan dan kebanggaan tersendiri atas kemauan mereka menempuh pendidikan. Harapannya tentu saja, menjadi generasi penerus bangsa yang hebat.

"Pak Guru Jam berapa apel pagi?" Pertanyaan anak-anak setiap kali melihat saya masih di rumah. Sekolah di desa memang dimulai agak sedikit telat. Pukul delapan biasanya baru apel pagi. 

Kadang, jika guru-guru lain sedang keluar daerah. Saya mengemban tugas memimpin apel pagi dan apel pulang. Kadang pula jika kosong sama sekali, saya tangani semua kelas dengan memberikan tugas rumah lalu membubarkan aktivitas sekolah sedari dini. Tak efektif jika seorang diri mengajar semua kelas.

Seorang anak di Pulau Moti (dokumentasi Pribadi)
Seorang anak di Pulau Moti (dokumentasi Pribadi)

Aku siap-siap. Kemeja adalah kewajiban. Bukan baju dinas coklat. Celana panjang, dan sepatu kets adalah outfitku setiap minggu. Tak lupa sebuah pena yang selalu setia berada di saku.

Saya mengajar di sekolah dasar. Basic pendidikan di perguruan tinggi dengan jurusan PGSD sudah menjadi jalur yang membawaku ke sini. Tugasku sebagai pengajar juga sebagai wali kelas. Tugas kami sama, antara guru PNS dan honorer macam saya. Tidak ada pembeda. Semua dilakukan bersama-sama. Tak ada diskriminasi.

Kelas dengan anak-anak berwajah polos adalah ruang yang paling saya sukai. Merasa hidup di ruang kelas. Mengajarkan anak-anak belia baca tulis dan menghitung. Memberikan motivasi, dorongan dan kasih sayang. 

Jiwa-jiwa dini ini harus diberikan landasan yang kokoh agar kelak ketika beranjak ke jenjang berikut mereka punya karakter yang kuat.

Wajah polos anak-anak belia menjadi pelipur lara dalam dada. Senyum mekar malu-malu, tertawa bahkan menangis selalu menjadi keseharian yang kadang bikin saya senyum-senyum sendiri. 

Saya tak pernah sedikit pun membayangkan berada di tengah wajah, wajah polos tanpa dosa. Hasratku tak pernah sampai ke sini. Lulus kuliah beberapa tahun lalu tak menarik minatku menjadi guru. Saya ingin lanjut kuliah dan mengejar mimpi menjadi guru besar di universitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun