Pria berbadan kekar, tanpa kaus, menyambutku. Ia kapten di kapal tersebut. Ia lantas mempersilahkan saya duduk di sampingnya dan sudah tahu maksud saya menemuinya. Sebab, dalam tiga bulan lamanya saya selalu wara-wiri di pelabuhan ini.
 Beberapa ABK kemudian menjauh dan membiarkan saya dengan kapten mengobrol.
"Tidak melaut Kap?" Tanyaku padanya setelah basa basi terlebih dahulu.
"Sudah tiga hari tidak melaut, tidak dapat minyak," jawabnya.Â
"Memangnya di sini tidak ada penjual minyak ya kap?" Tanyaku penasaran.
"Susah minyak di sini. Sudah lama kami suarakan. Ada beberapa penjual minyak eceran, tapi harus kerja sama dulu dengan mereka," jawabnya.
Aku menangkap maksud kerja sama yang dikatakannya. Hampir semua responden nelayan menjawab demikian. Untuk mendapatkan minyak, mereka harus bekerja sama dengan pedagang perantara dalam hal penjualan.Â
Nelayan dan pedagang perantara memiliki ikatan patron klien. Pedagang pengecer yang bekerja sama dengan nelayan, selain bertugas sebagai agen penjualan hasil tangkap nelayan dengan porsi keuntungan Rp 1.500-2.000/kg juga wajib menyediakan minyak solar bagi nelayan untuk kembali melaut.Â
Minyak ini akan dibayar setelah penjualan selesai. Atau di potong langsung oleh pedagang perantara. Sederhananya, semua biaya operasional dipotong dari hasil penjualan tangkap nelayan.
Ikatan ini menyebabkan nelayan berada pada posisi ketergantungan sehingga sangat sulit melepaskan diri dari kerja sama.Â
Pedagang perantara mendapatkan minyak dari pedagang pengecer yang rata-rata masih kenalan. Mereka juga mendapatkan stok minyak dari agen-agen di kota.