Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Parlemen Jalanan vs Parlemen Ruangan

7 September 2022   00:06 Diperbarui: 7 September 2022   00:36 1010
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Parlemen Jalanan, lebih kuat dari parlemen ruangan?"

Saya susuri jalanan jalanan menuju salah satu titik demonstrasi, Patung Kuda. Setelah turun dari Stasiun Gondangdia. Informasi yang beredar, titik kumpul demontrasi berada di sini dan Monas.

Saya ingin menyaksikan dan turut serta melihat pergerakan mahasiswa merespon keputusan pemerintah menaikan harga BBM. Lebih-lebih, tindakan saya di dorong rasa penasaran,  sekaligus  bernostalgia. Saya pernah di posisi mereka, menggerakan masa melakukan demonstrasi yang sama pula, menolak kenaikan BBM di jaman SBY dulu.

Namun niatan terbesar saya adalah untuk mengetahui sejauh mana "parlemen" jalanan ini berfungsi. Apakah efektif atau tidak?.

Saya memang cukup telat. Gerakan demonstrasi sudah di mulai pagi hari. Dan, saya baru datang pukul satu siang lantaran beberapa urusan penelitian. 

Kawan-kawan yang turun ke jalan sejak pagi sudah pulang. Terisa beberapa kelompok massa dari pihak lain. Memerhatikan sebentar lalu kembali lagi ke Stasiun Gondangdia. Keputusan membingungkan harus diambil. Antara pulang atau lanjut ke Gedung DPR/MPR-RI. Di mana buruh melakukan demonstrasi.

Tetapi saya memutuskan pulang. Lantaran sudah kadung tak berminat lagi. Parlemen jalanan kali ini rupa-rupanya tidak efektif. Parlemen yang terbentuk atas asas menolak kenaikan harga BBM ini dilakukan terpisah-pisah. Mewakili bendera dan kepentingan masing-masing. Tidak satu simpul, tidak satu barisan.

Demonstrasi dilakukan dengan bendera atau identitas ideologi masing-masing. Mahasiswa dengan bendera himpunannya, organisasi ekstra dengan benderanya, dan buruh serta organisasi masyarakat dengan benderanya. 

Tentu dengan ideologi, setingan aksi dan tujuan yang berbeda pula. Walau sama-sama punya tujuan menyuarahkan namun simpul kekuatan tercerai berai. Saya memaknai ini sebagai gerakan kepentingan semata. 

Jika sudah demikian maka sudah barang tentu, parlemen jalanan, tidak memiliki efek apa-apa, tidak berimpak dan hanya menghasilkan kepuasan batin individu karena merasa mampu menyuarakan. Bisa mempunlish kegiatanya di media sudah menjadi kepuasaan. Lebih-lebih ada imbas kepentingan yang diperoleh.

Berbeda dengan"parlemen" jalanan yang mampu menumbangkan rezim orde baru. Ketat, satu tujuan, satu ideologi, walau berbeda kampua, bendera dan ideologi. Sehingga harapan sempat menggantung pada parlemen seperti ini. Di mana suara dan aspirasi adalah momok bagi penguasa.

Saya pulang. Namun tak luput memantau proses demonstrasi dari media. Parlemen ruangan sedang melakukan Paripurna dengan masa buruh yang juga hadir berdemonstrasi di luar gedung DPR. Masa yang terorganisir oleh satu bendera itu terus menyuarakan aspirasi.

Satu fraksi saya lihat walkout karena menolak keputusan pemerintah menaikan BBM.  Terhitung dua Fraksi yang menolak. Beberapa dari Fraksi yang menolak bahkan turut bergabung dengan parlemen jalanan di luar gedung DPR/MPR RI.

Pada akhirnya, tetap tidak ada apa-apa. Keputusan pemerintah tetap berjalan dengan dukungan fraksi-fraksi lain.

Parlemen jalanan vs parlemen ruangan

Apa yang saya saksikan hari ini adalah pengalaman pengetahuan pada diri sendiri. Pengalaman yang tidak semerta-merta hadir untuk menyalahkan, menjustifikasi, atau mendikte sesuai isi kepala.

Jaman berubah, pergerakan pun berubah, kepentingan berubah. Parlemen jalanan yang saya saksikan hari ini memang tercerai berai. Tak punya kekuatan untuk melayangkan "kritik" pada pemerintah. Dan berharap bisa di dengar. Tak elok menyalahkan.

Parlemen jalanan yang hadir atas rasa kekecewaan pada parlemen ruangan  kedua-keduanya hampir mirip. Hadir dengan bendera masing-masing. Sama seperti di parlemen ruangan yang hadir dengan fraksi-fraksi partai. Punya kepentingan masing-masing.

Gerakan mahasiswa, buruh, organisasi ekstra, LSM saat ini hadir dengan warna ideologi masing-masing. Semuanya hadir mewakili kebesaran lembaga. Memunculkan Identitas-identitas.

Yap, identitas yang tak akan bisa membikin satu gerakan menjadi satu tujuan. Siapapun yang turut serta pada gerakan kekecewaan akan selalu tampil dengan tujuannya masing-masing. Kondisi yang kemudian membuat parlemen jalanan tidak efektik.

Di banyak ruang, sentimen-sentimen antar bendera sering terjadi. Sebagai ruang proses organiaasi tentu saja ini disukai, bagian dari uji kekuatan dan kebanggaan. Saling serang, tuduh menduh sudah hal lumrah. Kondisi yang demikian bakal dibawa kemana-mana, termaksud memperjuangkan hak rakyat di jalanan.

Cerminan parlemen jalanan juga terjadi pada parlemen ruangan. Masing-masing fraksi punya titah perjuangan berbeda. Walau warna nya sedikit kelihatan, oposisi atau pro pemerintah. Hanya dua itu. 

Banyaknya bendera yang ada dalam parlemen ruangan tidak semerta-merta punya satu tujuan. Masing-masing punya kepentingan. Maka tak heran kita disuguhi berbagai konflik kepentingan. Pintar memanfaatkan momen dapat jadi modal utama dalam kontestasi politik akan datang. 

Antara suara rakyat atau suara bendera bisa sangat nampak diidentifikasi. Kepentingan siapa yang diperjuangkan. Maka tak heran jika parlemen ruangan belakangan mempertontonkan kemuakan bagi publik.

Parlemen jalanan dan parlemen ruangan adalah dua ruang perjuangan. Ruang suara dan ruang politik. Kedua ruang ini memainkan peran penting "pengawasan" jalannya pemerintahan. Tentu atas nama Rakyat yang selalu termaktub. Namun belakangan kedua parlemen ini seperti tak punya taring, karena banyaknya bendera dan ideologi pada masing-masinh diri.

Pada akhirnya, apa yang menjadi kemaslahatan justru jadi kemustahilan. Mustahil apa yang dirasakan rakyat bisa terevaluasi dalam kebijakan pemerintahan. 

Pada kesimpulannya, saya tak selalu skeptis. Bahwa perjalanan demokrasi akan selalu menampilkan format-format baru dan pada suatu ketika menghadirkan sistem kuat yang mewakili keseimbangan.

 Saat ini adalah tahapan fenomena, belum tahapan pemantapan kajian, penelitian hingga formulasi hasil dan kesimpulan. Masing-masing masih berjalan pada porosnya, pada kepentingannya. (Sukur dofu-dofu).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun