Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Dilema Naiknya Harga Tiket Pesawat bagi Daerah Timur

12 Agustus 2022   12:43 Diperbarui: 12 Agustus 2022   20:23 2328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Saya pengen sekali ke Timur. Tapi harga tiket pesawatnya itu loh, ampun. Belum living di sana, bisa-bisa tekor," ujar salah satu kawan.

Kesimpulan seperti ini selalu saya jumpai setiap kali mengajak kawan-kawan mengunjungi daerah saya di Timur. Atau, setiap kali mereka bertanya butuh berapa duit hanya untuk membeli tiket pesawat ke timur.

Jawaban saya kadang membuat mereka auto mengurungkan niat. Dan, selalu berujar akan mengumpulkan uang dulu yang banyak. Sebab untuk pulang-pergi saja minimal dana yang harus disiapkan berada di angka lima jutaan. Jika beruntung, bisa 3 jutaan.

Tiket pesawat bisa dibilang sangat tinggi untuk mengunjungi daerah timur. Bahkan sebelum izin dari Kemenhub untuk maskapai menaikkan tiket pesawat pun, sudah kadung tinggi.

Jasa penerbangan pesawat merupakan akomodasi utama menuju daerah di timur selain kapal laut. Dua jasa ini adalah pilihan utama lantaran tidak ada opsi lain seperti menggunakan mobil. Geografis kepulauan hanya dapat dijangkau oleh pesawat dan kapal laut. 

Harga kapal laut sejauh ini masih berada dalam kapasitas standar. Namun menggunakan kapal laut selalu punya kekurangan yakni efisiensi waktu.

Ilustrasi (dok. Liputan6.com)
Ilustrasi (dok. Liputan6.com)

Jika menggunakan pesawat khususnya ke daerah saya, Maluku Utara, kita hanya butuh waktu 4 jam penerbangan langsung dan 6 jam transit. Sementara menggunakan kapal laut, bisa dicapai dalam waktu 1 minggu dan biaya konsumsi yang cukup tinggi selama perjalanan. Tergantung dari pelabuhan mana kita berangkat. 

Alhasil, efisiensi sebagai dasar utama menjadikan pesawat sebagai alternatif terbaik. Apalagi dalam urusan-urusan mendesak, tidak mungkin menggunakan kapal laut.

Tren menggunakan jasa transportasi pesawat dalam 15 tahun terakhir mulai cukup tinggi. Sebelumnya, ketika penerbangan masih dianggap kelas eksklusif, belum tersedia banyak maskapai, orang timur menjadikan kapal laut sebagai alternatif utama menuju Jawa.

Dalam periode tersebut di atas, ketika bandara sudah punya standar dan beberapa maskapai mulai melayani daerah timur, tren menggunakan kapal laut mulai turun dan beralih menggunakan pesawat terbang.

Tren kedatangan dan kepergian penumpang (BPS,2022)
Tren kedatangan dan kepergian penumpang (BPS,2022)

Dan, selama itu pula salah satu yang menjadi keluhan utama ialah mahalnya harga tiket pesawat. Rata-rata berada di angka 1.9-2.5 juta untuk pesawat semisal Lion, Batik, Sriwijaya, dan untuk pesawat seperti Garuda berada di angka 3-4 juta. Tentu ini sekali berangkat, bukan pulang pergi.

Harga ini memang berfluktuatif. Kadang naik kadang turun. Namun tidak pernah menyentuh angka 1 jutaan. Mentok-mentoknya 1,5 juta rupiah. 

Rekor penurunan tarif terjadi pada masa pandemi Covid-19. Tiket pesawat turun drastis. Bahkan menyentuh angka 1 jutaan namun karena situasi saat itu, maka tak banyak aktivitas penerbangan dilakukan.

Saat ini setelah protokol kesehatan di longgarkan dan normalnya aktivitas penerbangan, harga tiket pun naik gila-gilaan. Bahkan sebelum kebebasan dari Kemenhub, harga tiket sudah menyentuh angka di atas dua jutaan. Kondisi yang sama sebelum era pandemi atau yang selama ini terjadi di Maluku Utara.

Dikutip dari traveloka.com, dalam bulan Agustus-September 2022, rata-rata harga tiket berada di atas 2-3 juta rupiah untuk semua maskapai dan kebanyakan transit di Makassar.

Harga tiket pesawat. (Traveloka.com)
Harga tiket pesawat. (Traveloka.com)

Harga Tiket Pesawat (Traveloka.com)
Harga Tiket Pesawat (Traveloka.com)

Harga ini bisa berubah namun tidak pernah turun. Baik pergi ataupun pulang. Sebagai contoh saya mencoba melihat harga tiket pada tanggal 22 Agustus atau seminggu dari hari ini. 

Saya menemukan rata-rata harga tiket penerbangan sudah berada di angka 2.8 sampai di atas 3 jutaan rupiah dari Jakarta ke Ternate sebagai satu-satunya bandara nasional di Maluku Utara. Pun sebaliknya, harganya tak jauh berbeda.

Harga tiket Jkt-Ternate (tiket.com)
Harga tiket Jkt-Ternate (tiket.com)

Harga Tiket Ternate-Jkt (tiket.com)
Harga Tiket Ternate-Jkt (tiket.com)

Kesimpulannya selalu ada perubahan harga tiket antar waktu. Sehingga kami yang biasa pergi, dari dan menuju Ternate selalu mengambil insiatif memesan tiket seminggu atau dua minggu sebelumnya.

Ini berlaku jika ada perencanaan yang matang. Namun ketika urusan mendadak maka mau tak mau harus dipesan dengan harga yang tidak masuk akal untuk sekali pergi. Sangat jarang konsumen memesan pulang-pergi, sebab harus mencari alternatif terbaik dan jeli memantau perkembangan harga tiket pesawat.

Sebagai pengguna jasa transportasi ini, saya beberapa kali dihadapkan dengan kesulitan mendapatkan harga tiket yang sesuai. Sehingga tak jarang membatalkan penerbangan walau mendesak sekalipun. Pun demikian, jika sudah membeli tiket pesawat, haram hukumnya dibatalkan. 

Keluhan-keluhan mengenai mahalnya harga tiket bukanlah suara yang harus didengar. Bukan ranahnya pemerintah untuk mengakomodir perihal ini, lantaran dunia maskapai berada pada mekanisme pasar. Sehingga intervensi merupakan kecelakaan bagi sistem.

Melakukan perjalanan dan dari di timur membutuhkan biaya yang sangat tinggi hanya untuk membeli tiket pesawat. 

Adanya  izin maskapai menaikkan harga oleh Kemenhub tentu akan mendorong harga tiket utamanya ke Timur yang sudah tinggi bakalan menjadi lebih tinggi lagi. 

Jika biasanya harga normal seperti digambarkan di atas, maka mungkin akan melejit lagi hingga menciptakan standar harga tertentu.

Harus diakui bahwa tingginya harga tiket pesawat di timur khususnya di Maluku Utara disebabkan oleh beberapa faktor, yakni jarak tempuh, ketersediaan maskapai di mana hanya ada beberapa maskapai (Lion, Batik, Garuda) yang dalam sehari menyediakan 1-2 pesawat dan faktor ketersediaan bandara. Di mana hanya ada satu bandara standar nasional yakni di Bandara Babullah Ternate.

Namun, dengan kebebasan tersebut kenaikan harga tiket pesawat akan memicu adanya kenaikan-kenaikan harga tertentu. Multiplayer efek akan sangat dirasakan. Tiket pesawat sendiri menurut laporan BI 2022 merupakan salah satu penyumbang inflasi. (1)

Naiknya tiket pesawat akan mendorong penurunan ekonomi yang dapat menciptakan inflasi daerah karena naiknya biaya logistik ikut naik. Apalagi selama ini, Maluku Utara menggantungkan segala bentuk pangannya dari luar kota.

Baca Juga : Kenapa di Timur Biaya Hidup Sangat Mahal

Inflasi menjadi momok bagi daerah yang menggantungkan keperluannya dari daerah lain. Naik sedikit harga baik udara maupun laut akan mempengaruhi perkembangan harga lantaran naiknya harga logistik. Maka narasi "di timur semuanya mahal" bukan isapan jempol.

Selain itu, sektor yang paling berdampak ialah sektor pariwisata dan sejenisnya. Sangat sulit nantinya sektor ini tumbuh dan mampu menghasilkan PAD bagi daerah.

Wisatawan nasional maupun internasional sebagai sasaran utama promosi pariwisata khususnya di Maluku Utara akan ikut turun. Keadaan yang nantinya akan mempengaruhi banyak hal seperti hunian hotel. 

Menurut BPS, 2022, Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel bintang di Maluku Utara pada Mei 2022 sebesar 50,77 persen naik 14,02 poin bila dibandingkan April 2022 yang sebesar 36,75 persen. Tingkat Penghunian kamar (TPK) hotel nonbintang di Provinsi Maluku Utara pada Mei 2022 sebesar 21,20 persen atau naik sebesar 3,72 poin bila dibandingkan April 2022 yang sebesar 17,48 persen. (2)

Tentu, jumlah di atas akan semakin merosot jika tingkat akses menjadi lebih mahal. Dan dapat berdampak pada berbagai sektor pendukung dalam dunia kepariwisataan.

Diizinkannya maskapai menaikkan harga tiket tentu memberikan efek besar. Walaupun harus diakui bahwa kenaikan ini lantaran beberapa faktor eksternal yang terjadi seperti resesi, perang Rusia-Ukraina dan naiknya harga avtur. 

Tetapi, efek paling besar ialah dunia penerbangan akan mengalami kelesuan. Selain itu, efek nyata inflasi akan terjadi yang pada akhirnya berdampak lebih besar pada pertumbuhan ekonomi.

(sukur dofu-dofu).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun