"Saya dari pada one man, one food, one price, mendingan saya buat sebuah kebijakan besar yang berdampak pada banyak orang secara jangka panjang. istilah di atas adalah wujud praktik politik kita yang terjadi saat ini,"Â
Mobil melaju kencang menjajal tol menuju Jakarta. Saya lihat, spedometernya bermain di angka 100 -150 KM.Â
Sejak berangkat pukul 10.30 Wit, Pak supir memacu kendaraan setelah mendapat wejangen dari pimpinan tertingginya di Kantor. "Nyupirin Saya jangan sungkan, sing penting cepat asal selamat,"Â
Kemampuan terbaiknya. Aku yang duduk di depan seperti beradu nyali nyali. Baru kali ini pak supir menancap gas sedemikian rupa. Biasanya ia adem lantaran bos nya keseringan mampir di Rest Area.
Perjalanan kali ini tidak seperti biasanya lantaran Pak Bos tertinggi-tak akan saya sebutkan namanya- ikut numpang mobil kami pulang ke Jakarta. Cepat adalah kunci, lantaran paginya ia sedang ada rapat dengan jajaran menteri.
Ia pimpinan tertinggi di lembaganya. Mengepalai suatu badan di bawah salah satu kementerian.
Keputusannya ikut rombongan kami tidak diduga-duga. Ia sendiri datang ke Jogjakarta tanpa pengawalan atau embel-embel seperti pejabat lain yang butuh banyak protokoler.
Ia lebih senang bepergian sendiri. Tanpa sedikitpun pengawalan. Ke mana- mana tak pernah repot. Datang-datang saja seperti biasa. Pun dengan pulang.
Namun bukan perihal pemujaan atau  pemujian berlebihan. Sepanjang perjalanan, saya akhirnya memahami betapa ia banyak mendapat penghargaan baik sejak menjabat Bupati dan maupun sekarang masuk jajaran kabinet Jokowi.
Wawasannya di dunia perpolitikan membuat saya tertarik untuk membahas. Mulai dari bagaimana ia mencalonkan diri, membangun program, mengatasi problematika keinginan partai-partai dan berbagai inovasi yang dilakukaannya.