Tarian tradisional Cakalele, mengiringi kedatangan keluarga mempelai wanita ke rumah mempelai pria. Ibu-ibu, anak-anak menari menyambut rombongan keluarga tersebut.
Kedatangan keluarga mempelai wanita ke rumah mempelai pria untuk melakukan pengantaran barang-barang mempelai wanita guna melakukan tradisi unduh mantu atau cuci kaki.
Proses ini biasanya dilakukan setelah akad nikah selesai. Jika akad nikah dilakukan pagi hari, maka prosesi unduh mantu dilakukan sore hari. Pun jika akad nikah dilakukan malam hari, maka prosesi unduh mantu dilakukan pagi hari.Â
Jeda waktu antara akad dan unduh mantu ini terjadi lantaran keluarga mempelai wanita terlebih dulu melakukan persiapan. Salah satunya persiapan pembuatan nasi kuning; kukusan oleh mempelai wanita yang nantinya ikut dibawa.
Tradisi unik ini melekat erat dengan salah satu suku besar di Maluku Utara, yakni Suku Tobelo Galele (Togale).Â
Di Maluku Utara, masing-masing suku memiliki ciri khas dan tradisi masing-masing dalam proses pernikahan.
Prosesi akad nikah di Maluku Utara secara umum memiliki pola yang sama. Pertama akad, biasanya berlangsung di rumah mempelai perempuan. Â Dan setelah akad, mempelai pria akan membawa pasangannya ke rumah untuk menemui orang tua mempelai pria.
Di Maluku Utara, ketika mempelai pria akan melakukan akad, orang tua pengantin pria utamanya ibu tidak akan mengikuti prosesi sakral tersebut dan tinggal di rumah. Ia akan menunggu di rumah hingga mempelai pria datang membawa mempelai wanita.
Ada makna yang termaktub atas ketidaksertaan ini, yakni ibu mempercayai anaknya bahwa ia sudah dewasa dan harus berjuang sendiri meminang jodohnya.Â
Dari sinilah terdapat berbagai tradisi yang biasanya dijalankan sesuai adat masing-masing. Salah satunya tradisi ialah unduh mantu yang dilakukan oleh suku Tobelo-Galela.
Prosesi unduh mantu tidak serta-merta dilakukan begitu saja. Terdapat beberapa rangkaian adat yang dipersiapkan.
Dimulai dari prosesi lamaran, di mana kedua keluarga mempelai melakukan kesepakatan di terima atau tidak lamaran tersebut.Â
Jika diterima, maka pembahasan akan menjurus kepada berapa kerugian atau ongkos; biaya lamaran.Â
Jika setelah terdapat kerugian, maka sedikit atau besarnya biaya yang diminta pihak perempuan tetap dilakukan proses adat yang membawa seisi rumah. Tetapi jika yang diminta ongkos, maka semampunya saja pihak wanita membawa barang.
Makna membawa barang adalah barang yang nanti digunakan mempelai wanita nanti jika sudah tinggal di rumah mertua. Sehingga saat bekerja  seperti bersih-bersih di dalam rumah, ia tak perlu lagi menanyakan di mana barang tersebut berada.
Sederhananya mempelai wanita membawa barang milik sendiri untuk dipakai di rumah mertua. Sebab tidak baik berada di rumah mertua di saat kerja ia selalu bertanya. Sehingga jika sudah membawa barang milik sendiri, maka ia tidak perlu lagi bertanya.Â
Sedikit agak ribet menjelaskan tentang kerugian dan ongkos yang sebenarnya sama-sama bernilai uang.Â
Pada intinya, kerugian adalah biaya yang diminta mempelai wanita. Sementara ongkos adalah biaya yang terpakai saat prosesi perkawinan di rumah mempelai wanita.
Prosesi ini bermakna mempelai wanita harus membalas pemberian yang diberikan mempelai lelaki. Berbeda dengan ongkos yang berarti mempelai wanita tidak perlu membalas yang sama dengan kerugian.Â
Setelah pembahasan di atas, maka rangkaian cuci kaki akan berjalan saat prosesi akad nikah selesai.
Keluarga akan membawa barang milik mempelai wanita ke rumah mempelai pria sebagai rangkaian awal prosesi unduh mantu.Â
Kedatangan mereka biasanya di sambut dengan meriah. Barang-barang yang diantar tidak sembarangan dibawa. Bukan menguras seluruh isi kas pakaian mempelai wanita atau seisi rumah hingga kosong, melainkan ada ketetapan dan syarat adat di dalamnya. Ada makna dalam setiap barang yang di bawah.
Ada keunikan dan berkaitan dengan prosesi cuci kaki. Jika mempelai wanita membawa 1 lusin barang, maka prosesi pencucian kaki akan dilakukan kepada kedua mempelai. Namun jika hanya membawa 6/8, berarti prosesi cuci kaki hanya dilakukan kepada wanita.
Uniknya selain 1 lusin berisi 1 Poroco Sigi yang berisi 1 sampai 1,5 beras karung. Poroco sendiri terbuat dari sulaman daun pandan berduri. Semakin besar ukuran Proco semakin banyak juga isi beras di dalamya.
Susiru dan aya-aya; terbuat dari kulit bambu, halua sambiki berisi halua kacang dan halua Labu. Tempat tidur, sapu, rak piring masing-masing satu buah, dan lain sebagainya.
Jika keluarga perempuan mau mencuci kaki menantu pria, maka barang tersebut harus di lengkapi menjadi 12 buah dengan komposisi, susiru 12 buah, aya-aya; tapis makanan 12 buah, proco sigi 12 buah, halua sambiki 12 buah. Sisanya 1 lusin. Kecuali lemari, tempat tidur, rak piring semuanya satu buah.
Selain itu,  terdapat peruntukan barang yang dibawa sesuai warna. Jika  tidak berwarna merupakan milik perempuan, sementara jika berwarna merupakan milik  keluarga mertua.
Setelah barang diserahkan, keluarga mempelai wanita akan di jamu makan oleh keluarga mempelai pria. Mereka dijamu di atas meja panjang dengan alas daun pisang.
Meja tersebut kemudian dihidangkan makanan yang juga ditutupi daun pisang dan diletakan di tengah.Â
Jika hendak menyantap, mereka tinggal mengambil dengan cara menggeser makanan tersebut ke pinggir.
Makanan yang dihidangkan biasanya makanan berupa kue tradisional seperti lapis Tidore, roti, bolu, kasbi; ubi kayu, batatas; ubi jalar, ikan bakar dan ikan fufu.
Di waktu yang sama, prosesi unduh mantu juga di gelar. Dalam prosesi ini terdapat beberapa bahan yang diletakan di atas meja, yakni, air 1 gelas, nasi 1 piring, dan ikan atau bisa juga sepiring ayam.
Segelas air tersebut nantinya akan digunakan untuk prosesi cuci kaki yang dimulai dari diberi minum sedikit ke mempelai lalu sisanya untuk digunakan mencuci kaki.
Proses akan di mulai dengan sesepu, atau tetua melakukan SiLoloa atau meminta izin kepada yang hadir di lokasi acara. Jika diizinkan maka semua yang hadir akan beteriak "Joo"Â yang berarti iya, silahkan, diperbolehkan.
Kemudian perempuan-perempuan muda mengambil air segelas di atas meja lalu di minumkan ke mempelai lalu disiram ke kaki.
Keluarga laki-laki akan mencuci kaki pengantin wanita dan keluarga wanita akan mencuci kaki pengantin laki-laki.
Setelah prosesi selesai, kedua mempelai langsung duduk di meja makan panjang. Kemudian pengantin wanita akan berdiri berjalan membagikan pinang, siri dan kapur kepada ibu-ibu yang hadir dalam acara tersebut.
Pengantin pria juga berkeliling namun tidak membagikan pinang, kapur dan siri, melainkan membagikan rokok kepada pria-pria dewasa.
Makna pencucian kaki khususnya kepada pengantin perempuan diharapkan  setelah perempuan masuk di keluarga laki-laki, dia bisa beradaptasi dengan kebiasaan keluarga barunya tersebut.
Itulah sedikit keunikan dari proses unduh mantu yang masih terawat hingga saat ini. Terutama bagi suku Tobelo-Galela (Togale). Proses unduh mantu ini dimulai dengan melakukan banyak persyaratan adat.Â
Tentu, prosesi adat ini selalu mempunyai makna yang dalam pada unsur kehidupan sosial suku Togale. Layaknya prosesi adat lainnya di berbagai suku di Indonesia.
Di Timur, selain unduh mantu, pernikahan menerapkan berbagai tradisi di antaranya Saro-Saro, hingga keunikan berbagi duit. (Akan dibahas pada artikel berikut).
(sukur dofu-dofu)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H