Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengadu Kail di Sungai Keruh

2 Juli 2022   22:10 Diperbarui: 3 Juli 2022   01:13 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kondisi sekitar sungai (dokpri)

Aliran sungai cukup deras namun sesosok pria tua dengan yakin melempar umpanya. Air kecoklatan dihadapan tak mengurungkan niatnya memancing. Empat joran mulai dari joran bambu hingga joran moderen ia jejerkan di tepian. 

Menunggu ia sembari sesekali melinting tembakau yang ditaruh di kantong kresek dan  meracik umpan bermacam-macam yang dibawa. Dari cacing, jeroan hingga pelet.

Sorot matanya pun tak lepas dari pelampung pancing. Jaga-jaga jika umpanya di makan ikan. 

" Sudah dapat pak," tanyaku.

"Belum dek. Makan pun tidak," sahutnya sembari mengudut rokok lintingan tembakau dengan santainya.

"Sudah berapa jam mancing," 

"Kira-kira satu jam," jawabnya membuatku kaget. Sejam belum juga pesta strike. Pantas saja, ketika menemuinya sedari tadi, tak satupun kulihat ada ikan. 

"Biasanya sering seperti ini ya pak," tanyaku.

"Sering. Bahkan hingga berjam-jam baru dapat 1 atau dua ekor. Kadang tidak sama sekali bahkan mancing dari siang sampai menjelang magrib," jelasnya.

"Kenapa begitu pak," tanyaku penasaran sembari mengambil posisi duduk berhadapan.

"Ya lihat aja airnya begini. Coklat. Mana ada ikan. Kalau dulu ma enak. Airnya masih jernih. Ikan banyak, lempar kail saja ikan masih mau makan," ujarnya menyentil kehebatan sungai ini di masa lalu.

"Memangnya kenapa pak," tanyaku.

kondisi sekitar sungai (dokpri)
kondisi sekitar sungai (dokpri)

Iapun dengan gamblang menceritakan bahwa sejak ada penambangan pasir liar, struktur sungai jadi berubah. Sungai jadi melebar dan mengikis pinggiran-pinggiran tebing dan membawa material sampah yang cukup banyak.

Pantas saja sebelum bertemu dengannya, saya sempat melihat sawah-sawah yang berada tepat di pinggir sungai terkikis dengan ekstrim dan bakal hilang jika kondisi ini terus terjadi. Sawah-sawah itu hanya akan tinggal kenangan bagi pemiliknya.

Ketika sampai pun, saya harus berkutat dengan beceknya pinggiran sungai. Padahal menurut penuturan warga, tempat saya berpijak dulunya merupakan lapangan bola saat mereka masih kecil.

Aku jadi mengingat percakapanku dengan seorang warga. Di mana sungai ini dulu banyak ikannya, bahkan para vloger mancing  berkunjung dan membuat konten. Apalagi, jika sudah musimnya, ikan-ikan bak menutupi aliran air. Isinya ikan semua.

Pasir merupakan material utama dari sungai ini. Pinggiran sungai di desa Karanggude ini ditutupi oleh pasir. Sehingga warga banyak memanfaatkan kondisi itu sebagai tempat melepas penat kala sore menjelang.

Mancingpun gampang. Sejam dua jam sudah penuh hasilnya. Namun sekarang, sejam pun sudah susah payah.

"Selain penambangan pasir illegal, praktek penangkapan juga seperti memancing 10 tahun belakangan sudah berubah. Dulu orang makai joran, sekarang setrum," ujarnya.

Lagi-lagi aku dibawa kembali mengingat  ketika di tujukan alat setrum yang terbuat dari AKI yang katanya memiliki kekuatan 1.000 volt. Alat ini katanya dapat menghasilkan banyak ikan dibanding memancing.

alat setrum ikan (dokpri)
alat setrum ikan (dokpri)

Menurut penuturan pemiliknya, awalnya ia sendiri tak menggunakan alat tersebut. Ia dulu sering mengejar orang-orang yang menggunakan alat tersebut dalam menangkap ikan. Namun lambat laun, ia justru ikut memakai alat tersebut karena hasilnya yang lumayan. Dalam sekali turun ke sungai ia bisa mengantongi 5-10 kilogram ikan yang sebagian di jual, dibagi ke tetangga hingga konsumsi.

Walau sudah aktif memakai alat tersebut, dalam percakapan kami, ia menyesal ikut memakai alat setrum. Namun kondisi saat ini, ia masih tak mampu berhenti lantaran banyaknya warga yang masih menggunakan alat tersebut.

*

Kami mengobrol hingga dua jam lamanya. Selama itu, joran pancing hanya berbunyi sekali. Ketika ditarik tak ada satupun ikan yang terkait. Saya ingat, waktu hampir pukul empat sore. Ketika pamit, ia masih terus berharap ada salah satu dari empat joran terkait ikan.

Setelah darinya, saya masih duduk dan melihat-lihat kondisi sekitar. Terutama pada aliran air yang ikut membawa banyak sampah. Sungai ini merupakan salah satu sungai penting bagi irigasi sawah warga di desa Karanggude dan sekitarnya.

Aliran sungai ini bahkan sampai ke desa-desa lain. Namun dibalik manfaat bagi irigasi warga, terdapat suatu sisi mulai hilang yakni kondisi habitat yang mulai hilang karena praktek dan hasrat bisnis dari oknum-oknum yang menyebabkan terjadi ketidakseimbangan.

Pemancing tadi hanya satu case. Andai saja ditelusuri lebih dalam maka akan ada banyak kal yang bakal nampak terutama harapan-harapan akan keseimbangan. (sukur dofu-dofu)

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun