"Iya buk."Â
"Emang mau vaksin?" tanya pensaran karena saya hanya membeli air kelapa
"Tidak bu, hanya mau minum di rumah," jawabku.
Saya tak tahu pasti. Pertanyaannya seketika memberikan sebuah fakta bahwa ada kepercayaan di kota ini bahwa setelah vaksin harus minum kelapa muda. Banyak orang percaya bahwa dapat menetralisir segala dampak yang ditimbulkan akibat vaksin.Â
Walau saya sendiri tak percaya akan adanya kemujaratan ini. Namun disatu sisi, ini merupakan keuntungan bagi para penjual kelapa di Kota Ternate di mana omset mereka rata-rata mengalami peningkatan. Kelapa muda menjadi buruan.
Setelah air dituangkan, saya tak langsung pulang lantaran melihat isi daging kelapa yang sudah diambil airnya tadi begitu menggoda. Saya memutuskan melanggar niat tak mau mengonsumsi daging kelapa. Kelapa milik saya akhirnya saya bela sendiri sesekali membantu ibu Saria melayani pelanggan dengan membantu mengupas atau membelah.
Ibu Saria sendiri nampak sangat sibuk melayani pembeli. Maklum seminggu ini, cuaca sangat terik sehingga banyak masyarakat mengonsumsi kelapa muda. Ada yang minum di tempat dan ada pula yang membawa pulang.
Ibu Saria bukan satu-satunya pedagang di kawasan ini. Lokasi reklamasi yang baru hadir lima tahun belakangan. Di Kota ini, di sepanjang lokasi Tapak kawasan reklamasi, dipenuhi oleh penjual buah kelapa muda. Tak hanya itu, menu utama diberbagai cafe juga berasal dari kelapa.
Tak terhitung jumlahnya. Ada ribuan. Di dalam kota hingga ke lokasi parawisata di belakang kota. Mereka mendirikan lapak-lapak sederhana yang berisi lima sampai sepuluh kursi.Â
Lapak-lapak ini tidak permanen sebab sewaktu-waktu mereka dihadapkan dengan penertiban oleh pemerintah. Sudah tak terhitung berapa kali konflik terjadi akibat penertiban.Â
Terbaru penertiban di kawasan Tapak I Kelurahan Gamalama yang akhirnya tak menyisahkan satu pun pedagang yang bertahan. Padahal, kawasan ini merupakan tempat favorit warga menikmati penganan semisal pisang goreng, air goraka, dan kelapa muda.