Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Lapangan Bolaku Dicuri Pembangunan

22 September 2021   22:44 Diperbarui: 24 September 2021   09:15 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | Foto oleh: Ozan Safak dari Unsplash

Prank....Kaca jendela sekolah itu pecah setelah terkena bola hasil sepakan salah satu pemain. Seketika lapangan menjadi sepi. Tak ada yang lari. Mereka memungut bola dan kemudian melanjutkan pertandingan seakan tidak terjadi apa-apa.

Bunyi tersebut membuat penjaga sekolah berlari keluar dari rumahnya. Mencari sebab muasal bunyi yang menghentaknya di sore itu.

Setelah memeriksa sesaat, seketika wajahnya menampakkan kemurkaan. Suaranya meninggi, "Sudah saya bilang jangan main lagi di sini. Ini bukan lapangan bola, ini lapangam sekolah, lapangan upacara." 

Kemarahannya membuat beberapa pemain yang lebih tua menghampiri. "Besok kami ganti, sekalian dengan beberapa kaca jendela yang kami pecahkan sebelumnya." 

"Sudah berapa kali bilang diganti tapi tidak diganti," Sahutnya. Ia pun mengancam, "Kalau besok belum ganti saya lapor polisi."

Ia lantas kembali ke rumahnya dengan kekesalan yang memuncak. Sementara pertadingan sore itu tetap berjalan hingga menjelang magrib.

Sudah beberapa kali kejadian ini terjadi. Anak-anak yang berdomisili di kelurahan ini memanfaatkan lapangan upacara sebuah sekolah dasar untuk bermain bola.

Lapangan khusus upacara itu disulap menjadi lapangan bola lengkap dengan tiang gawang yang ditanam dekat tiang bendera berserta jaring.

Sudah banyak pula teguran dan tindakan dari pihak sekolah. Mulai dari teguran biasa hingga tindakan keras, yakni menyewa Satpol PP atau dengan melaporkan ke kepolisian.

Tetapi anak-anak muda di kelurahan ini seakan tak kapok bermain. Mereka terus bermain sampai pihak sekolah akhirnya memasang beton tipis di tengah lapangan upacara tersebut.

Mereka kemudian bergeser ke sebuah lahan parkir kantor perpajakan.

***

Beberapa anak kecil berusia 5-7 tahun nampak memperebutkan sebuah bola di sebuah gang sempit. Gang berukuran satu mobil ini menjadi lapangan sepak bola bagi mereka.

Mereka nampak sangat bersemangat. Kaki-kaki telanjang mereka seakan menang beradu dengan kerasnya aspal jalan. Disepaknya bola itu dengan sangat mulus. Seperti sepakan para pemain eropa yang sering kita saksikan di televisi. Liga Inggris kalah menawannya dengan antraksi boca-boca cilik ini.

Berbekal gawang yang sederhana, yakni sepasang sendal sebagai tiang gawang, mereka beradu. Sesekali terhenti karena lalu-lalang kendaraan baik roda dua maupun empat. 

Setiap sore, mereka bermain. Tak mengenal cuaca. Hujan ataupun panas. Seperti sudah mendarah daging bahwa sepakbola bagi anak timur adalah permainan paling diminati.

Anak-anak ini saya temui di hampir setiap kelurahan yang terletak di jantung kota. Sudah sering saya saksikan mereka bermain di halaman-halaman perkantoran, aesjid, lahan pasar, hingga trotoar. Di mana ada sedikit ruang, di situlah mereka bermain.

Keceriaan mereka membuat saya mengenang masa kanak-kanak dulu. Di mana debu-debu tanah yang mengotori tubuh adalah hal biasa. 

Lapangan luas berumput atau pantai adalah lapangan favorit. Di kiri dan kanan, pertandingan ala anak-anak selalu bergulir. Suka-suka kita, mau bermain di lapangan mana. Tidak kesulitan, atau terusir dan terintintimidasi.

Layaknya anak-anak di sebuah kelurahan di Kota Ternate yang harus kehilangan lapangan bola karena pembangunan gelangan olahraga.

Walau bernama gelanggan olahraga dan yañg terbesar di kota ini, mereka tak punya hak bermain di situ. Jangankan hak, untuk menengok ke dalam lewat pagar besi yang tinggi itu, satpam-satpam berbadan kekar tak mengizinkan. 

Mereka dimarahai dan sesekali diusir dengan sadis agar menjauh. Sungguh sangat sakit hati anak-anak itu.

Dua hari ini pun ketika saya jalan-jalan ke bagian utara kota, di sebuah bekas penggalian pasir dan tanah terbesar, anak-anak kecil juga nampak kesusahan.

Mereka bermain sepakbola di atas lapangan berkerikil yang berhimpitan langsung dengan jurang. Walau selalu diawasi oleh orangtua.

Mereka juga bermain di sebuah lahan reklamasi. Lokasi yang digadang-gadang menjadi sentra ekonomi Kota ini disulap menjadi lapangan sepakbola. Walau kontur lapangan berisi kerikil dan bebatuan tak jua menyiratkan semangat bermain sepak bola sepuasanya, sebelum berdiri bangunan pertokoan dan perkantoran penghasil rupiah sebentar lagi .

***

Tercuri pembangunan. Itulah gambaran kondisi di Kota saya, Ternate Maluku Utara. Pulau kecil ini hampir tak mampu bernapas karena sesaknya pembangunan. Ruang bermain yakni lapangan sepak bola sejak 10 tahun terakhir telah hilang.

Saya mengingat betul, betapa beruntungnya saya sejak masa remaja, periode 2000-2012, kami masih bebas bermain sepakbola karena ketersediaan lahan kosong yang begitu banyak.

Belum ada pembanguan semasif sekarang. Rumah-rumah pribadi, perkantoran, dan lainya masih jarang. 

Sekarang berbeda, rumah-rumah berdesakan di jantung kota. Pertokoan dari lantai reklamasi hingga lahan perkebunan berdiri. Kantor-kantor berlantai tersebar di mana-mana.

Di jantung kota, tak ada ruang gerak. Kadang untuk dinding per rumah harus menjadi satu. Pembangunan begitu masif berjalan. Tanpa sedikit pun menyisakan ruang bermain bagi anak-anak. Lapangan sepak bola hilang tak berbekas.

Sebuah pemandangan antraktif yang tak kasat mata. Berjalan seiring waktu tanpa disadari. Tiba-tiba padat, tiba-tiba hilang. 

Masifnya pembangunan bertolak belakang dengan keinginan pemerintah menciptakan ruang terbuka hijau dan berbagai konsep lainnya. 

Di satu sisi, pemerintah daerah menginginkan setiap kelurahan memiliki sebuah wilayah untuk aktivitas olahraga, namun di satu sisi, tuan-tuan tanah tak memperdulikan itu. Selama ada kecocokan harga, tanah di lepas. Bangunan berdiri.

Sepakbola adalah olahraga favorit dan nomor satu di Maluku Utara atau di timur. Orang timur dan sepakbola ibarat ikan dan karang. Yang ketika hilang salah satunya hilang sudah keseimbangannya.

Banyak talenta-talenta pemaim sepakbola yang berasal dari timur. Ditempa oleh alam dan didorong nasib. Bakat mereka ada yang terpendam adapula yang terorbit ke permukaan.

Namun, bakat tanpa dukungan selalu saja menjadi kendala. Baik dari kebijakan hingga pada hal remeh, kehilangan lapangan bermain sepakbola.

Suatu saat dengan kondisi seperti ini, bahasa "orang timur jago main bola" hanyalah tinggal slogan. Hanya tinggal cerita dan angan-angan. (sukur dofu-dofu).

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun