Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sepenggal Kisah Pekerja Bangunan

9 September 2021   15:24 Diperbarui: 10 September 2021   01:09 567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menggali Fondasi Rumah (Dokumentasi Pribadi)

Mereka tidak hanya anak muda dari kampung yang bekerja serabutan dengan upah harian. Namun, mereka memiliki cita-cita dari pekerjaan kasar ini.

Cuaca beberapa hari ini sangat tidak menentu, sebentar terik dan sebentar hujan. Kondisi yang membatasi gerak tubuh untuk beraktivitas. 

Namun tidak bagi Andre, Guntur dan Galang. Tiga anak muda kelahiran tahun 2000-an ini terus menganyungkan cangkul menggali fondasi dasar rumah.

Medan tanah yang keras membuat mereka bertiga bekerja ekstra keras pagi hingga sore. Mengerahkan tenaga dan fisik agar tenaga agar dapat mengejar target pembangunan. Tak terhitung berapa kubik tanah yang sudah terangkat, dan berapa kali ayunan cangkul, linggis, dan belancung ke tanah keras tersebut.

Kelelahan sangat nampak di raut wajah mereka yang kadang membuat iba. Tetapi semangat bekerja dan menyelesaikan tanggung jawab, menjadikan mereka sebagai anak kesayangan sang mandor yang berasal dari Jawa Timur. 

Ketiganya sangat dipercayai oleh mandor, yang setiap kali diperintahkan dapat langsung menyelesaikan pekerjaan tanpa menunda-nunda. 

Satu hal yang menarik ialah ketiganya menjadikan profesi ini sebagai lingkungan pendidikan tentang pertukangan. 

Ketiganya berasal dari desa yang berbeda, namun disatukan oleh mandor yang pernah memakai jasa mereka sebelumnya. 

Gun, misalnya, pria kelahiran 1999 ini sudah dua tahun mengikuti sang mandor. 

Pekerjaan pertamanya hanya sebagai buru harian yang diupah untuk mengali fondasi dan mengikat besi tiang bangunan. 

Setelah dirasa berpengalaman, ia kemudian dijadikan karyawan tetap dan sudah tiga kali mengikuti sang mandor.

Perbedaan buru harian dan buru tetap terletak pada sistem pembayaran. 

Upah buru harian dibayar bedasarkan nilai kontrak yang diterima dalam pembangunan. 

Jika nilai kontrak kecil maka upah yang dibayarkan juga kecil karena menghitung pendapatan mandor. 

Di Ternate misalnya, upah buru harian kerja bangunan berkisar antara 50.000-100.000 ribu rupiah. Sementara, buru tetap akan dibayar berdasarkan kesepakatan antara mandor dengan mereka secara absolut.

Pembayaran upah tidak langsung diberikan hari itu juga. Biasanya memakai sistem panjar atau diberikan setengah-setengah tergantung bayaran dari pemilik proyek.

Gun saat ini sudah naik tingkat menjadi asisten mandor. Walau belum memegang tanggung jawab sepenuhnya dalam pengambilan keputusan karena harus berkonsultasi dulu dengan mandor. 

Ia pun masih bekerja ayaknya pekerja lain, menggali fondasi, mengukur besi dll. Bedanya ia sudah dipercayai menyusun fondasi. 

Ada sebuah sistem dan aturan yang saya perhatikan, setiap pekerja memiliki tanggung jawab masing-masing dan tidak bisa menganggu satu dengan yang lain. Mereka akan naik tingkat jika sudah terbukti paham dan berpengalaman bekerja sebelumnya.

Gun sendiri mulai bekerja sebagai tukang bangunan sejak empat tahun lalu, atau sejak ia mengenal sang mandor. 

Sebelumnya setelah menamatkan pendidikan menegah pertama di desa, ia bekerja sebagai buru angkut barang di pelabuhan penyebrangan sekaligus jasa ojek pangkalan. 

Keputusannya untuk tidak melanjutkan sekolah membuatnya harus mencari sumber pendapatan dengan bekerja serabutan.

Penghasilan yang diperoleh sebagaian ia tabung dan sebagaian lagi di kirim ke kampung guna membantu biaya sekolah adiknya dan kebutuhan orang tuanya. 

Bagi Gun, bekerja sebagai pekerja bangunan sangat melelahkan. Jika tak sabar maka pasti akan pulang atau pergi meninggalkan pekerjaan tersebut. 

Ia sendiri sudah bertekad menjadikan pekerjaan ini sebagai profesi utama. Sehingga dalam setiap kesempatan, ia selalu menyempatkan waktu belajar sekaligus bertanya kepada sang mandor bagaiamana membuat ini dan itu

Andre dan Galang sedang memotong Tiang besi (Dokumetasi Pribadi).
Andre dan Galang sedang memotong Tiang besi (Dokumetasi Pribadi).

Begitupun dengan Galang (20 tahun). Pria yang satu desa dengan Gun ini baru bekerja sebagai tukang bangunan selama setahun. 

Walau begitu, ia sudah menjadi bendahara sang mandor dalam mengatur konsumsi para pekerja sekaligus sebagai koki. Walau kondisi ini tetap satu paket dengan bayaran yang sama, ia sendiri baru dua mengikuti sang mandor.

Galang adalah sosok yang termotivasi menjadi mandor. Apalagi, ketika ia melihat banyak anak buah sang mandor yang mulai bergerak secara mandiri mengambil proyek pembangunan rumah dll. 

Mereka yang berawal dari nol kemudian belajar kepada ilmu pertukangan kepada sang mandor lalu kemudian melepaskan diri dan memiliki anak buah sendiri.

Sehingga ia sangat aktif belajar apapun, memotong, melipat dan mengikat besi, mengali tanah, mengukur, menyemen  fondasi dll. 

Ia juga terbilang cukup berani bertanya, mempraktekan, dan berinovasi. Sesekali berbagi pandangan dengan sang mandor yang tak pelit ilmu untuk berbagi. Pantas saja murid-muridnya banyak yang sukses secara mandiri.

Keterliban pertama kali dirinya ke profesi ini sejak ia memutuskan untuk menikah dan sudah mempunyai dua anak. 

Sejak menikah, semua profesi dilakoni demi susu sang anak dan makan keluarga kecilnya. Mulai dari ngojek, nelayan, dan buru. 

Ia mengungkapkan jika sudah berkeluarga semuanya menjadi lain. Laki-laki harus bisa bertanggung jawab memberikan nafkah.

Bagi Galang, profesi apapun harus dikerjakan dengan niat dan mejaga kepercayaan, ditambah dengan memupuku kesabaran dan merdam emosi. 

Cita-citanya menjadi mandor bagi dia adalah konsekuensi dari pilihannya. Sehingga untuk mencapai impiannya, ia belajar secara perlahan.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Lain Gun dan Galang, lain pula Andre. Ia baru saja bergabung seminggu ini dan merupakan pekerjaan pertamanya sebagai pekerja bangunan. Tugasnya, mengikat besi tiang rumah dan bantalan slop. 

Sebelumnya ia menambang emas di Sorong, Papua selama enam bulan, yang diakuinya sebagai tambang illegal. 

Hasil yang tidak maksimal selama tiga bulan; tidak menampatkan emas membuatnya pulang ke desa. 

Selain itu, jika ia bertahan, anak dan istrinya tak akan bisa makan. Ia kemudian beralih profesi sebagai ojek pangkalan. 

Namun karena sebuah sebab yang tak mau diceritkannya, ia lalu berhenti melakukan pekerjaan tersebut. 

Pria yang pernah mengikuti seleksi TNI, gugur di seleksi Pantoer, kemudian mengganggur sebelum akhirnya ditawari pekerjaan oleh sang mandor. 

Sebagai orang baru, ia tentunya lebih kaku dalam bekerja. Segala pekerjaan harus terlebih ditanyakan. Ia takut berbuat salah dan dipecat apalagi hanya sebagai buruh yang dibayar harian untuk pekerjaan tertentu. 

Beruntungnya sang mandor selalu mengarahkan dan mengajarkan. dan, tak pernah dimarahi. Walau begitu, ia juga gesit melakukan pekerjaannya. 

Bagi dia, baik bekerja sebagai penambang emas maupun sebagai buruh bangunan kedua-duanya sama; mencari rejeki apalagi ia yang sudah berkeluarga. 

Sebagai seorang kepala keluarga, diusianya yang baru 20 tahun, ia harus membuang jauh-jauh sikap tak dewasa layaknya tema-teman seusianya. 

Andre, Gun, dan Galang adalah anak muda dengan latar belakang yang hampir sama. Tetapi terlepas dari itu, mereka menunjuklan tentang kegigihan, tanggung jawab dan mimpi. 

Masa lalu yang mereka lewati hingga membawa mereka ke kondisi sekarang tak ubahnya jalan hidup yang harus dijalani. Sebab di balik cerita selalu ada kisah yang entah dihapus atau dikenang. 

(Sukur dofu-dofu)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun