Laut yang teduh dan angin yang tak kencang ubahnya surga bagi warga. Mereka yang punya perahu mulai menarik perahunya, menyiapkan dayung, bekal gingga senar. Memancing menuju spot masing-masing.Â
Sebelum matahari benar-benar tenggelam membawa kegelapan, mereka sudah harus di atas spot. Jam segini ikan lagi kelaparan.
Sementara yang tak punya perahu, memilih memancing di pinggir pantai. Masing-masing dari mereka punya spot-spot potensial sendiri. Berkelompok dari dua hingga lebih bahkan ada dari mereka yang harus keluar ke kampung sebelah untuk memancing.
Mereka memancing hingga pertengahan malam. Tak ada target ikan apa yang akan dipancing. Selama ada yang diperoleh itulah yang dibawa pulang.
Walaupun kadang-kadang tak dapat juga karena kondisi karang-karang rusak di belakang kampung. Sehingga inisiatif ke kampung sebelah menjadi solusi walau ditempuh dengan jalan kako yang lumayan dengan medan yang berat.
Cerita hasil tangkap ini kemudian menjadi sebuah sirklus. Sehingga banyak mendorong warga untuk ikut memancing. Walau kadang-kadang pulang tanpa hasil.
Pantai, senja dan nelayan adalah tiga kesatuan menjadi satu bagi masyarakat desa pesisir. Di setiap waktu dan detik yang mereka jalankan di desa, tiga kesatuan ini selalu melekat.Â
Menjadi ruang berharga dan tak ternilai harganya. Ketiganya butuh keseimbangan, satu saja terganggu akan menimbulkan distorsi yang kuat pada aktivitas warga. (sukur dofu-dofu)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H