Suara toa mesjid menggema. Lantunan lafaz Al-Qur'an merdu di suarakan. Beberapa ibu dan anak Remaja nampak duduk mendengarkan sekaligus menjaga alur bacaan. Sembari menunggu giliran.
Yap, setelah ba'dah sunah tarawih, masjid tak langsung kosong. Beberapa dari mereka memilih untuk tadarusan. Mereka adalah orang-orang yang selalu mengisi Ramadhan dengan kebaikan. Menjalankan amalan-amalan yang menjadi keutamaan.
Di Maluku Utara, tradisi tadarusan di lakukan di setiap masjid bahkan hingga ke pelosok. Perempuan hingga laki-laki. Anak-anak hingga yang tua bahu membahu menamatkan kitab suci Al-Qur'an. Meraih pahala di bulan suci.
Dua tiga bahkan sampai lima kali Khatam. Banyak tidaknya tergantung partisipasi masyarakat. Semakin banyak yang hadir semakin banyak jumlah Juz yang diselesaikan.
Membaca Al-Qur'an merupakan bagian yang tak terpisahkan dari seorang muslim. Membaca Al-Qur'an, mempelajari dan mengamalkan dapat memberikan syafaat kelak pada hari kiamat.
Siapa yang membaca satu huruf dari Kitabullah (Al-Qur’an), maka baginya satu kebaikan. Satu kebaikan itu dibalas dengan sepuluh yang semisal. Aku tidak mengatakan alif laam miim itu satu huruf. Namun alif itu satu huruf, laam itu satu huruf dan miim itu satu huruf.” (HR. Tirmidzi)
Banyak manfaat yang diperoleh selain pahala. Tradisi Tadarusan selain mencari pahala juga meruapakan wadag belajar. Sebab, kesibukan manusia yang begitu padat di luar bulan Suci Ramadhan telah membuat Al-Qur'an sangat jarang di baca.
Selain kondisi di atas tercipta juga kondisi sosial kemasyarakatan. Di mana partisipasi masyatakat begitu tinggi.
Setiap tadarusan, ada semacam tradisi di mana masyarakat akan mengantar kue hingga air ke mesjid. Tujuannya agar orang-orang yang tadarusan dapat menikmati. Bagi saya ini juga bagian dari mencari pahala.
Di Maluku Utara, setelah H-1 Ramadahan, jadwal pengantaran kue ke masjid sudah di sebar Di mana dalam setiap malam akan ada dua sampai tiga keluarga mempunyai kewajiban mengantar kue.
Namun walau sudah memiliki jadwal, akan tetapi tidak sedikit masyarakat yang justru ikut mengantar walau belum jadwalnya.
Masyarakat sudah menyiapkan sedari awal saat membeli takzil untuk berbuka puasa. Kue tersebut akan langsung diantar ketika mendengar lantunan Al-Qur'an.
Setiap malam berbagai macam kue utamanya kue tradisional Maluku Utara tersaji. Kue-kue yang tidak habis dikonsumi saat selesai tadarusan ada yang dibawa pulang dan aa yang membagi lagi ke warga.
Tradisi ini tidak jelas asal muasalnya namun sepanjang ramadhan kondisi ini selalu terjadi. Di mana partisipasi dan animo masyarakat begitu tinggi walau kondisi ini kontras dengan jumlah masyarakat yang ambil bagian bertadarus.
Tadarusan, sebuah wadah belajar
Tadarusan bagi saya adalah sebuah wadah pendidikan. Utamanya melatih bacaan Qur'an yang baik dan benar. Setiap orang yang mendapat giliran membaca selalu siap di beri masukan dan pengetahuan.
Terutama mempelajari tajwid yang baik dan benar. Tidak ada dominasi siapa yang lebih hebat atau lancar. Semua melebur menjadi satu. Bahkan yang baru belajar sekalipun. Tak jarang anak-anak yang baru naik ke Qur-an besar (Istilah Maluku Utara bagi mereka yang sudah menamatkan metode Iqra atau metode hafalan), diberi motivasi agar mau membaca.
Setiap kesalahan akan diperbaiki. Sebab salah membaca harkat akan memiliki dampak yakni dapat merubah makna dari kata dalam ayat Al-Qur'an.
Selain itu, hal lain yang dapat dipelajari ialah ketika menjaga, kita dapat mengetahui bagian-bagian apa yang bisa menjadi kesalahan kita. Bahkan saya sendiri banyak sekali belajar beberapa kekurangan terutama perihal tajwid yang diperoleh langsung dari menjaga dan mendengarkan orang lain membaca Al-Qur'an.
Kondisi ini secara tidak langsung menjadi refleksi bahwa mempelajari Al-Qur'an tidak hanya sekedar membaca. Sebab, terkadang ketika mengaji sendiri, ada keadaan di mana kita merasa sudah benar mengaji.
Dampak lain ialah, dengan mendarkan lantunan Ayat Al-Qur'an, hati menjadi tenang dan damai. Ada begitu dalam arti yang tidak bisa diungkapkan. Mungkin kata yang saya pakai ialah "begitu nikmat".
Kenikmatan ini juga membawa diri merefleksikan betapa lemah dan kecilnya manusia. Bahwa ada banyak kesempatan berbuat kebaikan yang justru diabaikan dan banyak keburukan yang dilakukan. Keterlenaan dan keacuan memanfaatkan waktu yang oleh Allah SWT sudah dijamin bahwa kelak manusia akan kembali.
Kondisi kekinian
Pada sebuah pagi, dalam agenda membersihkan masjid. Salah satu pengurus masjid nampak senang atas kehadiran saya.
Ia langsung menyapa lalu berujar " Wah mantap. Sudah ada teman tadarausan,"
Pernyataannya membuat saya agak sedikit kaget. Termakan penasaran, saya lantas bertanya," Lah terus remaja Masjid yang lain,"
"Waduh tidak bisa diharapkan bang. Mereka asik main game," ungkapnya.
Ia pun menceritakan kondisi Ramadahan tahun kemarin, di mana ia harus sendirian hingga ramadhan selesai melakukan tadarusan. Di tambah kondisi covid yang memaksa para ibu-ibu "Veteran tadarusan" tak berani datang.
Bahkan, pada beberapa kesempatan ada seorang warga yang kemudian memberanikan diri datang dan membantunya menyelesaikan bacaan lantaran Ia mendengar setiap malam hanya sendirian membaca Al-qur'an.
Hingga malam ke 11 ini, saya akhirnya menyadari bahwa memang demikian apa yang disampaikan. Walaupun secara umum masyarakat di Maluku Utara tidak mempercayai adanya covid namun partisipasi dalam agenda tadarusan mulai menurun. Terutama para remaja yang mulai terkungkung oleh game.
Sekedar diketahui, selama sebulan kembali ke Ternate, kondisi kepercayaan masyarakat terhadap covid sangat rendah. Bahkan kondisi di Maluku Utara laiknya kondisi sebelum pandemi apalagi saat ramadhan saat ini, banyak sekali protokol kesehatan yang dilanggar (akan dibahas pada artikel lain)
Remaja Masjid bahkan anak muda lain tak lagi mengisi waktu membaca Al-Qur'an. Padahal, di awal-awal tahun 2000 hingga 2014, keinginan masyarakat dalam mempelajari Al-Qur'an sangat tinggi.
Apalagi di dalam bulan ramadahan seperti saat ini. Anak muda berbondong-bondong meramaikan masjid bahkan hingga tiba waktu sahur.
Sebuah keadaan yang bagi saya menjadi anomali betapa perkembangan zaman telah melunturkan nilai penting dari kondisi keagamaan. Sebuah kemunduran yang bisa berdampak pada moral dan etika kemasyarakatan.
Krisis ini tidak lantas menjadikan saya skeptis atau menjustise sebab keinginan seseorang mempelajari Al-Qur'an terletak pada dirinya sendiri. Namun apa pun itu kondisi ini sangat penting untuk menjadi perhatian.
Tadarusan adalah sebuah kultur kebudayan di kala ramadhan datang. Bagi saya sendiri, tadarusan adalah kondisi dari refleksi pada diri, nilai, moral hingga bentuk yang paling tinggi yakni spritual.
Olehnya itu, di ramadhan ini, marilah kita isi dengan memperbanyak ibadah yang dapat menambah pahala dan anjuran-anjuran lain terutama membaca Al-Quran untuk meningkatkan iman dan taqwa (sukur dofu-dofu).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H