Jumlah pekerja anak di Indonesia juga cenderung masih tinggi dari tahun ke tahun. Perkara ini merupakan faktor serius. Bahkan pemerintah sendiri terus berupaya agar pada tahun 2022 tidak ada lagi pekerja anak. Sebuah pekerjaan besar.
Sementara menurut KPAI 2018 dalam laporan Profil Anak Indonesia, pada tahun 2017 saja presentase anak-anak usia 10-17 tahun yang bekerja mencapai 7.23 persen (1.2 juta) dan angka ini lebih tinggi dari tahun 2016 sebesar 6.99 persen. Dengan kategori pekerja yang maaih sekolah (52.09 persen), dan tidak bersekolah 46.89 persen dan 1.02 belum bersekolah/tidak bersekolah. (2). Dan meningkat lagi meningkat menjadi 0.4 juta atau 1.6 juta. (1)
Di masa pandemi ini pun keberadaan pekerja anak diprediksi oleh KPAI akan meningkat ke 12.4 persen atau sekitar 11 juta anak berpotensi menjadi pekerja (2)
Tentu data data ini menujukan bahwa persentase pekerja anak di Indonesia berfuluktuatif namun cenderung cukup tinggi masih. Anak-anak ini terlibat dalam bentuk pekerjaan hingga tak jarang berada pada kondisi dieksploitasi yang sering menjadi sorotan. (3)
Kondisi yang demikian menjadi catatan penting dan kritis apalagi target pemerintah agar di 2022 tak ada lagi pekerja anak. Sebuah keniscayaan yang butuh banyak kerja keras dan sinergitas baik pemerintah, swasta,lembaga semisal LSM, perguruan tinggi untuk terlibat secara aktif.
Berbagai permasalahan perlu didudukan secara matang terutama menyangkut perihal apa dasar dan motif anak-anak ini terlibat dan dilibatkan ke ranah pekerjaan.Â
Ada dimensi sosial ekonomi yang patut menjadi perhatian semua pihak, bahwa keterlibatan anak-anak memiliki motif yang sangat lekat dengan unsur internal dan eksternal yang mereka hadapi.
Sebab, kerasnya kehidupan menyebabkan mereka terlibat dalam dunia yang seharusnya belum menjadi wilayah mereka. Faktor-faktor pun kemudian hadir yakni faktor internal dan external.
Salah satu faktor internal tentu saja ekonomi. Dorongan orang tua utamanya. Beberapa kasus yang saya temui, para orang tua mendorong anak-anak mereka untuk ikut terlibat dengan dalil membantu orang tua. Dorongan itupun mau tak mau harus dijalani.
Sementara menurut Masdiyah (2014) selain faktor internal keluarga seperti peran orang tua, juga faktor external yakni sosial budaya dan urbanisasi yang pada dasarnya, baik internal maupun eksternal, maupun alasan lain, semua bermuara ke kondisi sosial ekonomi sebuah keluarga. Bahkan pada anak itu sendiri. Bahwa kehidupan telah mendorong mereka menjalaninya dengan keras.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!