Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membangun Asah dari Rentuhan

26 Desember 2020   02:11 Diperbarui: 26 Desember 2020   02:22 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita semua tau, bahwa transformasi pendidikan mulai bergeser ke penerapan teknologi dan meninggalkan paradigma yang oleh Neil Postman disebut tuhan dengan (t) kecil.

Postman mengkritik pola pengajaran siswa yang tidak tuntas dan mematikan ruang gerak; di mana sekolah kehilangan roh kanalisasi diri, etos kesepahaman, ekspresi dan aktualiasi pemikiran. 

Apalagi, dengan penerapan pendidikan berbasis teknologi siswa hanya diajarkan bagimana belajar komputer dll tanpa mengembara ke masa-masa penciptaan komputer (sistematika pikir, kekebasan berpikir).

Tak bisa dipungkiri bahwa penerapan teknologi dalam sistem pendidikan juga bagian dari arah peradaban dunia, apalagi era ini di mana sebentar lagi skill manusia banyak tergantikan oleh komputer (4.0).

Sehingga, perbaikan dalam mengejar ketertinggalan utamanya penyesuaian sangat penting dilakukan suatu bangsa agar dapat bersaing di masa mendatang.

Boleh jadi, Postman sudah mengaitkan-mengkaji paradigma pergeseran pengajaran dan sistem pendidikan- demikian karena kualitas pendidikan di mana studi di lakukan(Amerika) sudah sangat matang. Sehingga, ia tak lagi mengkaji berapa kekurangan kursi, buku, perpustakaan, kekurangan guru dan atap yang bocor (quantitas)

Tatarannya sudah pada taraf bagiamana pembentukan skill dengan mengakomodir 100 persen pikiran yang bebas dan tidak terkekang oleh sistem pendidikan. Ia sudah berada pada tataran matangnya ideologi dan output.

Berbeda jika Postman menilik mekanisasi pendidikan di Indonesia. Di mana kita masih berada pada tataran mencari ideologi yang sesuai untuk diterapkan. Sehingga dalam perjalannya, hal-hal mendasar (quantitas) masih menjadi permasalahan.

Tetutama, di pedesaan Indonesia yang notabenenya belum mampu menerapkan pendidikan yang berkualitas apalagi sampai pada tataran penerapan teknologi. 

Apa yang disampaikan postman adalah betapa kajian pendidikan sudah melaju begitu jauh di luar sana. Sementara di sisi lain, kita masih dihadapkan pada tataran dinamika "formulasi" akurat. Bahkan setingkat gerakan pendidikan seperti rumah baca yang melalui jalan berliku.

Bangkit dari Reruntuhan

Dok. Arman Panigfat
Dok. Arman Panigfat
Pukul sembilan malam tadi, sebuah pesan WhatsAp dari salah satu founder rumah baca yang kami dirikan, Arman Panigfat. Ia mengirimkan beberapa buah foto aktivitas anak-anak rumah baca pasca pembongkaran. (1)

" Beberapa foto pembangkit semangat buat ente (Kamu)," Ujarnya.

"Wah, ada kegiatan apa?", tanyaku penasaran.

" Kegiatan dari kawan-kawan dari studi Tour Gravity, Indonesia mengajar dan relawan pendidikan untuk menyemangati anak-anak karena mereka mendengar kabar rumah baca yang kita dirikan sudah di bongkar" Jawabnya.

"Luar biasa. Ternyata peristiwa ini bukan mematikan langkah kita tetapi justru banyak mendulang perhatian," sahutku penuh syukur.

"Terus kegiatan apa saja yang di laksanakan?" Tanyaku kemudian.

"Banyak. Mereka datang dengan tujuan pengembangan minat dan kreativitas peserta RB dan memberikan motivasi agar terus membangun Literasi pasca pengrusakan RB. Kalau kegiatan ada coloring, ular tangga, palstisin, dan mengidentifikasi bakat anak-anak," Ujarnya.

"Sip-sip ini menjadi harapan baru setelah torang (kita) dirundung kesedihan. Menarik, tolong salan ke mereka,"Sahutku.

"Siap. Salam di sampaikan. Dorang (mereka) setiap bulan nanti agenda ke rumah baca," Jawabnya.

Dok. Arman Panigfat
Dok. Arman Panigfat
Saya sendiri sangat bersukur. Mereka, para relawan ini begitu gigih bergerak dari desa ke desa utamanya dari rumah baca ke rumah baca di pesisir Provinsi Maluku Utara. 

Apalagi setelah pengrusakan rumah baca yang kami dirikan, para relawan ini kemudian bergerak melakukan advokasi ke pemerintah walau hasilnya belum nampak sama sekali. 

Kegigihan mereka membangun negeri dari pelosok sungguh patut diacungi jempol. Mereka yang juga sebagian dari luar Maluku relah datang dan tinggal berbulan-bulan untuk memberikan dan memotivasi anak-anak desa yang jauh tertinggal di dunia pendidikan. Salah satunya di rumah baca yang kami dirikan dengan masalah krusial yang kami hadapi.

Dok. Arman Panigfat
Dok. Arman Panigfat
Yap. Setelah pengurusakan rumah baca karena suatu sebab, Arman Panigfat dan sang istri (Fatma Taher) yang sedari awal berjuang keras mendirikan dan mengajarkan anak-anak desa Waitamua Kabupaten Kepulauan Sula tak patah semangat.

Papan nama sisa peninggalan rumah baca Tinta Manuru kemudian di ambil dan diletakan di teras rumah milik orang tua Arman Panigfat.

Keduanya melanjutkan proses belajar mengajar di rumah tersebut. Walau tidak seintens sebelum pengrusakan rumah baca. Sambil mengajar mereka sembari menimbang langkah selanjutnya mendirikan bangunan rumah baca.

Kadang mereka dirundung pilu ketika anak-anak desa menanyakan perihal kapan bisa belajar lagi. " Kasihan,anak-anak sering tanya kapan beta (saya)  deng (dan) Fat bisa ajar lagi, saya tidak tau mau jawab apa," Ujarnya di suatu kesempatan.

Arman sendiri tak menampik bahwa kondisi ini mengalami kemuduran yang sangat vital. Padahal selama dua tahun berdiri, sudah terdapat progres yang begitu luar biasa. 

Anak-anak rumah baca sudah mempunyai sebuah lingkungan ilmiah yang mendorong mereka berekspresi dan belajar di luar sekolah. Mereka sudah terbentuk secara disiplin. Mempelajari banyak bahasa dan sedikit demi sedikit membentuk mental.

Namun, akibat pengrusakan tersebut, semua kembali berubah. Anak-anak, Kata Arman, menjadi tak terkontrol. Sudah kehilangan gairah belajar yang sebelumnya sudah terbangun.

Dok. Arman Panigfat
Dok. Arman Panigfat
"Banyak orang tua mengeluh, karena anak-anak mereka sudah tak lagi belajar. Dong (mereka) marah  juga pada pihak yang melakukan pembongkaran rumah baca" ujarnya.

Kehadiran para relawan kemudian menumbuhkan harapan tersendiri. Baik bagi kami hingga anak-anak. saya sendiri begitu riang. Sementara anak-anak nampak begitu antusia dari video pendek yang saya saksikan.

Berbagai permainan hikmat diikuti. Sementara para orang tua juga sesekali ikut andil dalam game-game yang dimainkan.

Raut wajah bahagia dan senyum lebar di pada anak-anak yang polos ini serasa begitu melegahkan sekaligus menunjukan ada harapan yang harus terus di pupuk. Harapan ini tak boleh dipadamkan hingga tak tersisa.

Apalagi di usia mereka, segala bentuk kreativitas akan menumbuhkan karakter yang kuat. Sehingga pada akhirnya dapat memberikan manfaat pada kemajuan pikir, adaptasi dan inovasi yang berguna di maaa depan.

Di balik itu semua, harapan terbesar bagi Arman maupun kami, adalah perhatian serius pemerintah dalam membangin pendidikan utamannya pendidikan di pesisir dan kepulauan yang selama ini jauh dari kata perhatian dan menjadi usang di meja kebijakan.

Dok. Arman Panigfat
Dok. Arman Panigfat
*

Dok. Arman Panigfat
Dok. Arman Panigfat
Kemajuan pendidikan sejatinya adalah tangung jawab semua warga negara yang sudah diamanatkan oleh UU dasar dengan poin ikut penting yakni mencerdaskan kehiduoan bangsa.

Apa yang dikemukakan oleh Postman adalah wujud dari kemajuan pendidikan yang sudah dilewati di negara barat sana. Di mana pada tataran ini seharusnya kita berada. Bukan lagi berada pada kondisi ketimpangan pendidikan di mana-mana.

Sehingga yang dibutuhkan saat ini untuk mengejar ketertinggalan adalah keterlibatan semua pihak agar dapat menutup lubang-lubanh ketimpangan di mana pun kita berada. Diingkungan terdekat hingga yang paling luas. (Sukur dofu-dofu)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun