Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Visi Pemimpin yang Abai terhadap Sampah

28 November 2020   19:13 Diperbarui: 29 November 2020   08:38 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sampah yang diletakan begitu saja.| Dokumentasi pribadi

Tahapan pencoblosan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) sudah di depan mata. Namun, selama sesi kampanye atau debat yang dilaksanakan KPU, baik yang disiarkan secara langsung oleh stasiun televisi, maupun live medsos, tak ada satupun kandidat atau panelis yang menyinggung bagaimana inovasi dan penyelesaian permasalahan sampah.

Yap, sampah baik sampah rumah tangga atau sampah plastik. Sebuah permasalahan sehari-hari yang lekat dengan kehidupan masyarakat. Masalah urgent namun terabaikan.

Perdebatan yang terjadi justru pada tataran good government, arah kebijakan ekonomi makro dan mikro, tanggapan dan sikap terhadap Omnibus Law yang menjebak itu dan bagaimana kondisi kesejahteraan. Tatarannya pada sisi politik dan birokrasi.

Sementara perihal mendasar seperti sampah, krisis air hingga tanah luput dari pembahasan. Terkesan menghamburkan uang hanya untuk mendengarkan visi dan misi yang usang.

Kota Ternate misalnya, dari empat kandidat tak ada satupun menyentil soal ini. Baik pada debat pertama maupun debat kedua. Padahal, kota dengan jumlah penduduk terbanyak dan merupakan kota perdagangan penting di Maluku Utara.

Dikutip dari Antara News setiap hari Kota Ternate pada tahun 2019, bisa menghasilkan 300 ton sampah. Jumlah ini adalah jumlah yang dapat ditampung di TPA. Sementara dikutip dari Kumparan, Dinas Lingkungan hidup mencatat hampir 60-80 ton (per Februari 2019) sampah dihasilkan per hari.

Sampah yang tidak diangkut beberapa hari dan sudah menenuhi selokan| Dokumentasi pribadi
Sampah yang tidak diangkut beberapa hari dan sudah menenuhi selokan| Dokumentasi pribadi
Data ini saja menunjukan pada tahun yang sama tak ada catatan data yang seimbang. Sementara patokan data tersebut berdasarkan jumlah di TPA. Sampah-sampah ini pun hanya teratasi sebesar 60 persen sementara 40 lainnya dibuang ke Laut atau barangka; kali mati (1).

Ini terlihat jelas dimana armada pengangkutan yang seharusnya melakukan pengangkutan setiap hari kadang datang 3 hari sekali atau seminggu sekali.

Di kelurahan saya, tumpukan-tumpukan sampah sering berserakan di depan jalan. Dengan armada angkut yang tak kunjung datang maka sudah tentu sampah tersebut akan bau. Ditambah, sampah tersebut berceceran ke selokan yang menyebabkan aliran selokan menjadi mandek. 

Alhasil, bau menyengat dari tumpukan sampah dan selokan menjadi pemandangan yang tak terelakkan. Setiap minggu memang dilakukan pembersihan selokan dan sampah-sampah oleh warga, namun selang beberapa hari permasalahan ini terulang lagi.

Di samping itu, banyak pula yang membuang sampah ke kali mati. Baik sampah kering maupun sampah basah. Alhasil ketika musim penghujan tiba, yang terjadi ialah luapan air keluar dari bibir kali mati hingga sampah-sampah yang menuju laut.

Di perumahan yang berdekatan dengan laut, atau pasar-pasar tradisional. Praktik pembuangan sampah justru lebih mencengangkan. Semua dibuang kelaut.

Tumpukan sampah yang keluar melalui Kali Mati| Dokumentasi pribadi
Tumpukan sampah yang keluar melalui Kali Mati| Dokumentasi pribadi
Bak-bak penampungan sampah yang biasa diletakan di samping pasar justru tak dapat menampung volume yang sampah yang dihasilkan setiap hari.

Selain itu, sampah yang dihasilkan disini ialah sampah lokal dan sampah kiriman. Yap, Ternate adalah salah satu kota transit utama di Maluku Utara. Dari Ternate, orang-orang akan datang atau pergi kemana saja.

Alhasil, aktivitas manusia dan segala praktikny juga turut menyumbang sampah di kota kecil ini. Sampah-sampah ini lebih banyak ditemukan pinggiran laut. Bila di telusuri, setiap garis pantai di sini sudah dipenuhi oleh sampah-sampah plastik.

Permasalahan ini sebenarnya sudah menjadi masalah klasik yang mendapat perhatian cukup serius. Berbagai lembaga dan LSM sudah sering melakukan gerakan pembersihan juga advokasi. Misalnya di pusat-pusat pelabuhan besar, perbelanjaan dan pertokoan disediakan tempat-tempat sampah kecil. 

Sementara, berbagai inovasi juga sering digalakkan oleh anak-anak muda tentang tidak membuang sampah ke laut, ke kali mati dan mengelola sampah agar menjadi barang bernilai. Akan tetapi, gerakan-geralan masif itu tidak justru membuat masyarakat sadar lingkungan.

Sampah yang diletakan begitu saja.| Dokumentasi pribadi
Sampah yang diletakan begitu saja.| Dokumentasi pribadi
Lantas apa posisi pemerintah saat ini? Bisa dibilang pemerintah belum mempunyai inovasi dalam mengelola sampah karena masih menggunakan pola manajemen pengangkutan sampah yang tujuan akhirnya di TPA. 

Sebuah pola dasar pengangkutan sampah yang oleh penelitian Akbar et al (2014) menemukan bahwa sistem pengelolaan sampah di Kota Ternate masih menggunakan pola tradisional yakni kumpul, angkut, dan buang.

Selain permasalahan ini, tentu minimnya infrastruktur terutama armada angkut dan pola manajemen pengangkutan sepertinya harus ditata kembali. Sebab, dengan manajemen yang ada, pola pengangkutan kadang setiap minggu sekali atau 2-3 hari sekali.

Selain itu, masih minim sosialisasi terutama di kelurahan-kelurahan agar tidak membuang sampah sembarangan. Hal ini menyebabkan masyarakat bersikap acuh. Pola karakteristik acuh ini pula yang menjadi sebab kenapa banyak sampah dibuang dan ditumpuk sembarangan.

Tak jarang praktik membuang sampah baik basah atau kering dilakukan secara serampangan. Diletakan begitu saja tanpa membuang ke tempat yang sudah disediakan pemerintah. 

Bahkan, jika ditelisik lebih jauh, banyak sampah dibuang di lorong atau gang yang dekat dengan rumah warga dan sarana publik seperti sekolah maupun perkantoran. 

Lantas kenapa para kandidat tidak menyentil persoalan ini? Apakah mereka menilai persoalan sampah hanyalah persoalan sosial biasa?

Saya sendiri cukup menyesalkan kondisi ini. Padahal lewat debat yang menguraikan visi misi, masyarakat mendapat gambaran akan kemana kepemimpinan lima tahun kebdepan.

Bagaimana cara mereka bekerja, mengatasi, dan menyelesaikan problem-problem sosial yang erat dengan masyarakat. Selain itu, dalam penyampaian visi-misi, gambaran tentang sebuah persoalan dapat melekat erat ke masyarakat yang nantinya ketika implementasi, masyarakat sudah sedikit siap.

Persoalan-persoalan dasar yang tak disinggung ini juga menandakan bahwa politik masih buta pada kondisi sosial. Padahal, persoalan sampah begitu erat dengan kehidupan masyarakat yang dapat memengaruhi kesehatan dan lingkungan. (Sukur Dofu-dofu)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun