Setelah sampai, ia langsung membentuk kelompok dengan beberapa temannya dari kota dan desa. Kelompok ini memakai sistem "bokyan; gotong royong". Selain membentuk kelompok, ia juga mengajak kelompok lamanya untuk membantu.
Kelompok berisi 3-5 orang ini dibentuk dengan tujuan saling membantu dan meringankan pekerjaan. Terutama saat pemanjatan dan pembelahan. Sistemnya ialah kelompok tadi akan bekerja membantu memanjat dan membela kelapa di semua anggota kelompok.
Sistemnya lebih ke rolling, jika hari ini memanjat kelapa di kebun milik Samsuk, maka besoknya mereka akan memanjat kelapa di anggota lain.Â
Begitu seterusnya hingga pekerjaan selesai dan kelompok dibubarkan. Jika anggota kelompok berhalangan hadir, maka wajib hukumnya mengganti dikemudian hari atau mengutus salah satu sanak keluarga.
Samsul sendiri terbilang ulung dalam memanjat pohon kelapa. Ia dan beberapa anak muda sering dapat pujian karena cekatan memanjat pohon kelapa. Anak-anak muda ini selalu diandalkan warga desa, sehingga banyak dari mereka mengajak bokyan.
Dalam sehari anak muda berusia 20 tahun ini bisa memanjat hingga 25-30 pohon kelapa. Di kebunnya terdapat sekira 300 pohon kelapa.Â
Ia menghabiskan waktu membantu sang ayah yang sudah berusia 55 tahun memanjat kelapa, pembelahan hingga selesai dan dijual sekira tiga minggu.
Penghasilan mereka menurut Samsul dari 800 Kg mencapai 4 juta sekian. Hasil itu kata dia sebagian sudah terpotong hutang di warung sekira sejuta lebih.
Pemdes ingin agar yang bekerja adalah mahasiswa dari kota. Apalagi di tengah Covid mereka sangat membutuhkan biaya agar bisa meringankan beban orangtua. Alhasil, Samsul dan lainnya ikut terlibat dalam pengerjaan proyek tersebut.Â
Pekerjaan mereka ialah mengangkut pasir dari pantai, kerikil, batu, mengecor, mengikat besi dan lain-lain. Lebih ke kenek atau anak buah yang membantu kepala tukang. Pekerjaan ini diselesaikan sekira satu bulan lebih. Hasil yang diterima sekira 4 jutaan.