Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Maaf, Aku Tak Mengenal Ayahku

13 November 2020   02:16 Diperbarui: 13 November 2020   02:28 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Dayat nama ayahmu siapa," ia bingung. Kok Bisa-bisanya pertanyaan seperti ini dilontarkan padanya. Bagaimana kata kawan-kawan di kelas jika tau ia tak tau siapa ayahnya. Ia pasti dianggap anak haram. Diolok-olok.

Sejenak ia berpikir kemudian mengingat-ngingat pesan kakeknya. Jika ada yang tanya ayahmu, bilang saja nama kakek. 

"Usman bu," jawabnya sembari memainkan jarinya di ujung seragam dengan kepala tertunduk. Ia berharap agar kawan-kawannya tak tau. Walau ia sadar banyak diantara mereka sudah mengetahui rahasia kehidupannya.

Si ibu guru nampaknya belum tau latar belakang Dayat. Hingga dengan percaya diri bertanya. Guru lain sudah tau dan tak pernah bertanya pertanyaan keji yang dapat melukai hati anak kecil berusia 7 tahun waktu itu.

Dayat tak pernah bertemu sang ayah sejak ia lahir. Satu-satunya ayah yang ia ketahui hanyalah sang kakek yang sedari kecil mengasuhnya. Sementara ibunya pun demikian. Ia tak kenal keduanya. 

Namun, ia sering dilanda kebingungan. Nama belakang yang tersemat berbeda dengan nama sang kakek; nama ini disematkan ketika Dayat di asuh oleh sang paman yang tak lain adalah saudara kandung sang Ibu yang ia ketahui dikemudian hari. 

Ia diasuh setelah tiga kali diusir paksa oleh 2 pengampu sebelumnya karena sebab yang tak ia ketahui sampai sekarang. Katanya sih perkara orang dewasa yang tak boleh diketahui anak-anak.

Kebingungan itu, kadang terjadi setiap kali mengisi formulir yang diberikan sekolah. Nama ayahnya kadang ia tulis dengan nama belakang yang ia pakai dan nama ibu yang tak lain istri dari sang paman. Di lain kesempatan ia isi nama kakek dan neneknya. 

Setiap kali menuliskan nama-nama tersebut. Ia dirundung dilema yang tak ia pahami. Seperti berada di sebuah ruang hampa. Hatinya kosong setiap kali menggores huruf demi huruf. Tak ada rasa bangga, yang ada hanya kebingungan.

Dayat tumbuh dengan karakter murung. Cenggeng dan mudah sedih. Ia tumbuh tanpa dekapan hangat orang tua. Yang menguatkan atau membela ketika ia dirundung masalah. 

Beruntung, masa kecil Dayat dihabiskan dikampung. Ia jalani bersama satu saudara anak dari saudara ibunya, Dahri. Keduanya terkenal begitu erat. Hingga jika satu diantara mereka di buly maka tak segan terjadi perkelahian. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun