Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pasir Terakhir di Bibir Pesisir

8 November 2020   01:51 Diperbarui: 8 November 2020   01:56 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pukul dua belas siang, matahari tepat di atas kepala. Sinarnya begitu menyengat. Pohon-pohon kelapa menadah angin, sekaligus menangkal serpihan cahaya matahari. Namun tak berasa bagi anak-anak dan warga desa yang sedang berburu di atas karang sana.

Sudah sebulan ini, laut surut. Karang-karang menjulang dan air asin nampak kering tak tersisa. Ini adalah pertanda, musim berburu bagi warga tersedia. Ikan, gurita, kerang, lobster adalah buruan utama. Anak-anak kecil, remaja dan tua larut dalam perburuan. Mereka lihai memainkan tombak, parang dan jebakan. Hasil buruan akan dibawa pulang, di masak dan di nikmati bersama keluarga.

Di penghujung senja, ketika air laut sudah pasang, pantai akan dipenuhi segala aktvitas. Mandi, memancing dan bermain. Kegirangan anak-anak adalah favorit saya menikmati senja. Walau, yang mereka nikmati hanyalah penggalan pasir yang tersisa karena abrasi.

Pantai desa Mateketen Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara ini sudah berubah. Layaknya manusia yang tumbuh dan berkembang. Perubahan wajah, fisik hingga dialek. Pun dengan pantai sepanjang dua kilometer ini, pasir-pasirnya telah kalah dengan deburan ombak. Terseret sedikit demi sedikit.

Di bawah pohon sukun, saya menyimak kegirangan yang mereka tampilkan. Menendang bola, berlari, bercanda, dan bermain perahu. Kegirangan ini membawa saya pada kenangan di masa lalu. Di pantai yang sama, di desa yang sama, tapi lingkungan yang berbeda.

Jika musim ombak tiba, swering (talud) bergetar dihantam ombak. Penangkal agar ombak tak sampai ke dapur-dapur warga. Talud-talud ini di bangun pemerintah hanya satu meter dari rumah warga Kondisi ini karena debet air yang semakin besar. 

Abrasi adalah ancaman nyata di beberapa kabupaten kota. Pemukiman di sekitar pesisir pantai sangat nyata terancam. Warga kadang dibuat was-was saat musim angin timur melanda. Desa-desa yang tak memiliki talud akan bekerja lebih keras.

Di Kabupaten Kepulauan Sula, Desa Mangon. Warga desa selama 10 Tahun mencegah ombak karena abrasi menggunakan karung yang berisi pasir. Namun, usaha itu tidak semerta-merta dapat mencegah hantaman ombak ke dapur warga. (Reportmalut.com).

Reportmalut.com
Reportmalut.com
Sementara di Morotai, surganya parawisata, ijin pertambangan pasir juga meresahkan warga. Lantaran di pantai dan lahan perkebunan warga desa terdapat kandungan besi. Kandungan pasir berisi biji besi ini, menjadi polemik. Pemerintah bergeming karena izin sudah dikeluarkan. Namun warga tak mau ada pertambangan di desanya. Penolakan dimana-mana. (baca ; Mongabay.co.id)

Penolakan ini lantaran ada efek besar yang dapat dihasilkan dari praktek pertambangan. Beberapa efek adalah merusak lingkungan sehingga terjadi abrasi dan membuat nelayan desa dan sekitarnya kehilangan daerah tangkapan.

Beberapa kondisi terjadinya abrasi akibat dari tindakan manusia yang masif. Penangkal-penangkal seperti hutan mangrove masif ditebang dan di konversi (3), hadirnya pertambangan hingha karang-karang yang rusak karena aktivitas manusia dan pembangunan. Salah satunya kepungan reklamasi (4)

Reklamasi mengepung Maluku Utara

Belakangan reklamasi masif di galakan. Karena keterbutuhan lahan yang sempit. Hal ini guna mendorong pencitaan ekonomi dan pembangunan PAD. Zona ekonomi kata pemerintah. Laut di timbun dengan anggaran berskala yang tak sedikit. Pada akhirnya, hanya beberapa orang yang menguasai lahan tersebut. 

Dalam penelitian Hery Jainal (2017) Pelaku reklamasi pantai di Kelurahan Gamalama Kota Ternate terdiri atas badan usaha (kontraktor/Pengembang) dan masyarakat secara perseorangan. Badan usaha yang melakukan reklamasi 97,6 % sedangkan anggota masyarakat 2,4 % dari total luas lahan reklamasi.

Dari data ini, dapat disimpulkan bahwa kebermanfaatan reklamasi hanya di kuasi oleh pemodal besar. Membangun gurita bisnis dan mengeruk kebermanfaatan ekonomi. Sementara nelayan, laut dan biota menjadi korban kebijakan. 

Reklamasi Jakarta mungkin paling santer terdengar. Media-media nasional giat memberitakan dan menjadi polemik nasional yang menjurus ke ranah politik. Tapi selain Jakarta, berbagai daerah lain di Indonesia reklamasi juga masif dilakukan. Tanpa sorotan media-media nasional yang masif. Menimbulkan berbagai macam problem sosial dan lingkungan.

Maluku Utara, merupakan salah satu daerah yang mulai di kepung investasi pertambangan ini juga masif dilakukan pengembangan kawasan; Zona ekonomi. Beberapa Kabupaten dan Kota saat ini sedang gencar menyelesikan pembangunan. Walau segala pertentangan dilakukan.

Kota Ternate misalanya, salah satu kota perdagangan utama di Maluku Utara. Sejak terhitung sudah 4 lokasi pengembangan reklamasi. Diantaranya, Bagian Utara Dufa-dufa, bagian tengah Gamalama dan Kota Baru serta terbaru Bagian Selatan Kalumata yang banyak mendapat tentangan dari warga.

Cendana News.com
Cendana News.com
Pertentangan itu lantaran, peisir Kalumata merupakan teluk dan area pemancingan utama nelayan Hand line serta fising base (tambatan) perahu nelayan. Selain itu, lokasi ini adalah strukurur primer,lamun karang dan mangrove. Hal yang paling mencengankan adalah karang pesisir ini  merupakan rumah bagi Hiu sirip Hitam, keong laut, penyu sisik dll.

Pembangunan reklamasi ini juga dikawatirkan oleh warga Pulau Maitara atau pulau uanh seribu akan dampak lingkungam semisal abrasi yang ditimbulkan. 

Beberapa kali masyarakat melakukan demonstrasi ke DPRD dan Pemerintah Kota. Namun, reklamasi terus digalakan. Kondisi ini mirip seperti di Kabupaten Halmahera Selatan tepatnya pulau Bacan yang sudah pernah di gambatkan dalam artikel Keringat Nelayan Lebih Asin daru Air Laut. Dimana, nelayan handline kehilangan tempat labuh dan mangrove serta pohon-pohon sagu tinggal nama.

Memang salah satu penangkal abrasi adalah reklamasi selain dari tujuan ekonomi yang di capai. Akan tetapi reklamasi bukanlah solusi bagi lingkungan. Apalagi talud-talud penahan ombak ini seringkali dihantam keras hingga rusak parah.

Di Pantai reklamasi Tapak I-II Gamalama misalnya, talud-talud yang dibangun seringkali tak kuat menahan gempuran ombak. Alhasil, menambah banyak masalah dan biaya perbaikan tak sedikit.

Di Kepulauan Sula, Kondisi lokasi reklamasi juga cukup parah. Talud yang dibangun tak kuat menahan gempuran ombak hingga mengakibatkan genangan air yang mengancam warga.(repormalut.com). Alhasil, kondisi ini membuat warga terancam dan menuntut pemerintah memperhatikan kondisi yang dihadapi.

Reportmalut.com
Reportmalut.com
Di sepanjang pesisir Maluku Utara, pembangunan rekalamasi saat ini sangat masif. Selain karena keterbatasan lahan karena struktur kepulauan, juga karena dorongan pengembangan ekonomi. Akan tetapi, bentuk reklamasi kadang tak tepat sasaran. 

Lokasi-lokasi yang dipilih justru berada di lokasi strategis. Pantai yang memiliki karang, bahkan hutan mangrove. Patut di akui bagi saya reklamasi positif dan negatif namun juga sisi negatif. Terutama pada lingkungan hingga orang-orang yang hidup dan bergantung pada alam. 

Kedepan, 10 atau 20 tahun lagi saya mungkin tak melihat lagi pantai eksotis bepasir putih. Saat menyelam saya mungkin tak lagi melihat adanya ikan atau karang indah. Atau tak lagi bisa melempar pancing dari pinggir pantai. Mungkin. * Sukur dofu-dofu.

*

Reportmalut.com adalah salah satu media online berbadan hukum yang dikelola penulis dan 6 rekan kompasioner sejak tahun 2017.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun