"Â Hulu yang terluka, Hilir yang dipermasalahkan"
Sambutan hangat mengiri pembukaan awal tahun 2021, hujan terjadi, banjir melanda dan segala opini mengemuka. Tentang desain tata kota, drainase, kebijakan hingga kadang gorong-gorong yang tersumbat.Â
Jakarta misalnya, kota dengan 2 masalah utama yakni banjir dan macet. Kedua masalah yang sering menghiasai opini publik. Banjir kadang menjadi senjata politik dan lebih sering menjadi amunisi menyerang penguasa.
Bisa dibilang, setiap permasalahan banjir di Jakarta akan menciptakan korban, yakni pemimpin yang menahkodai Jakarta. Sebab, periode demi periode mereka dianggap tidak dapat mengatasi banjir yang merupakan masalah "klasik".
Tapi benarkah semua salah pemimpin, kebijakan, drainase sampai gorong-gorong yang tersumbat? toh tersumbatnya gorong-gorong juga akibat ketidakmampuan manusia menjaga lingkungan.Â
Membuang sampah sembarangan, mengotori sungai dan segala bentuk dan perilaku abnormal lainnya.
Tentu segala item di atas merupakan bagian dari permasalahan yang juga memberikan andil terhadap banjir. Tetapi, yang menjadi perkara ialah permasalahan hilir selalu menjadi perdebatan sementata hulu cenderung diabaikan.
Kurangnya konsen pada permasalahan hulu memberikan efek yang tak sedikit. Terutama maraknya kerusakan lingkungan utamanya hutan.Â
Berapa pohon yang dibabat habis karena kepentingan industri dan gairah perdagangan produk kehutanan yang menggeliat di pasar ekspor.Â
Berapa luas hutan yang tersisa dan berapa masyarakat yang dirugikan karena tindakan-tindakan ini (pembalakan liar, pembukaan tambang, sawit, lahan perkebunan dan lahan keperluan lainnya).
Permasalahan banjir tidak semerta-merta terjadi begitu saja karena luapan sungai atau gorong-gorong yang tersumbat. Selain karena perilaku manusia yang abai pada kesadaran menjaga lingkungan juga karena permasalahn kerusakan hutan yang linear dengan dampak yang ditimbulkan.
Kerusakan lingkungan, rusaknya hutan, hingga resapan air kian hari kian menipis akibat keserakahan manusia merusak keseimbangan alam demi mengejar hasrat kepentingan ekonomi.
"Banjir adalah cara alam memberikan pelajaran pada manusia. Bahwa alam juga butuh keseimbangan"
contoh sederhana, sudahkah kita memakai tisu dengan bijaksana? dan taukah kita dalam sekotak tisu (isi 20 sheet) diproduksi dari 1 batang pohon. (1). Sementara untik kertas, walau pada pandemi sekarang, industri ini tetap tumbuh 7 persen menjadi 10,8 juta ton pada akhir 2018.
Data di atas Ini baru ita belum menafsir industri kertas, kayu, pembalakan liar, kebakaran hutan, perambatan hutan, serangan hama pwnyakit,
Lantas seberapa burukkah kerusakan hutan di Indonesia?
Ini adalah pertanyaan besar karena setiap lembaga memiliki data masing-masing. Namun satu yang pasti, data-data tersebut menunjukan bahwa kondisi hutan kita sungguh sangat kritis.
Menurut mongabay.co.id, pada tahun 2015 saja, sebanyak tiga triliun rupiah pohon di dunia di tebang. (2). Sementara FAO dalam Bantenprov.go.id, Kerusakan gutan di Indonesia mencapai 1.315.000 ha pertahun atau setiap tahun luas area hutan berkurang sebesar satu persen.
Sementara pada tahun 2019 menurut Forest Watch jumlah hutan yang hilang sebesar 1,47 juta hektar.Artinya angka dari FAO menunjukan trend peningkatan.
Dampak dari kerusakan hutan di tersebut menyebabkan deforestasi khusunya di Indonesia. Yang artinya salah satu dampak yang dihasilkan selain perubahan iklim, kehilangan berbagai jenis spesies, tergangunya siklus air yang mengakibatkan terjadinya krisis air ialah mengakibatkan banjir dan longsor.
Yap, ini dampak yang dihadapi. Kondisi yang mencerminkan kita pada saat ini. Menurut World Wildlife fund (3), sejak 1960, lebih dari sepertiga lahan subur di bumi telah musnah akibat kegiatan deforestasi.Â
Dikutip dari katadata id, menurut World Resource Institute (WRI), Indonesia masuk dalam 10 negara dengan angka kehilangan hutan hujan tropis pada 2018.Â
Artinya kehilangan hutan hujan primer tropis seluas 339.888 hektare dan berada di urutan ketiga setelah brasil. Deforestasi Indonesia tertinggi terjadu pada periode 1996-200 (2,83 H).Â
Tumbuhnya industri dibidang ini karena banyaknya izin kawasan hutan yang terus berkembang. Apalagi gairah perdagangan internasional masih sangat tinggi.
Di Indonesia, hadirnya perusahaan sawit, tambang,dan pembalakan liar semakin menggeliat. Hal ini menjadi sebuah dinamika yang tak habis-habisnya dibahas.Â
Permasalahan -permasalahan ini sebenarnya nampak ke permukaan. Namun, cenderung angin-anginan. sehingga hanya menjadi masalah dipermukaan tanpa dibarengi kebijakan yang ketat.
Jangan Salahkan Gorong-Gorong
Banjir yang melanda Indonesia selain karena perilaku manusia membuang sampah sembarangan. Yap,ini masih masalah klasik tak ada habisnya.
Perilaku kita membuang sampah sembarangan bahkan cenderung abai sekalipun diselokan depan rumah telah memberi dampak yang luar biasa.
Hal ini dapat kita jumpai di mana-mana, di setiap daerah di Indonesia. Bahkan inipula yang menjadikan Indonesia sebagai salah satu negata penyumbang sampah.
Maka sudah sepatutnya kita secara memperbaiki segala sisi. Baik hulu, hilir sampai pada pola perilaku keseharian dalam memperlakukan sampah. Apalagi di musim hujan 2021 ini, patut kita waspadai dengan menggalakan setiap tindakan agar meminimalisi potensi banjir di setiap daerah. (Sukur dofu-dofu)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H