Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sudut Pandang Praktik Korupsi ala Anak Kost

25 Agustus 2020   18:51 Diperbarui: 25 Agustus 2020   18:47 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Hipwee.com

" Kamu tau tidak, setelah aku ngepost foto di story WA, ada lembaga anti korupsi yang menawarkan saya bergabung," Ujarku

"lembaga apa? Gua penasaran Ji kenapa ya, korupsi itu sulit diberantas" Tanya ia

" Ada salah satu lembaga yang menurut hemat saya di buat untuk memproteksi orang-orang bermasalah dalam lembaga. Selain itu sulit diberantas karena prakteknya bro. Dari yang terkecil hingga yang terbesar. Selama ini yang ketangkap lebih didominasi oleh kasus suap, sementara banyak PR di daerah-daerah yang bermain pada ranah korupsi administrasi,". ungkapku menjelaskan.

Sudut pandang  mengenai korupsi selalu menarik untuk di telaah seperti yang kami lakukan sore ini. Apalagi di dasarkan pada pengetahuan mendalam  terhadap apa yang seseorang pelajari, ketahui, konsumsi atau praktekan. 

Dari situ, akan terbangun sebuah kerangka pemikiran yang digunakan sebagai landasan analisis.

Lantas bagimana jika yang membahas korupsi dua anak kost yang berasal dari timur? bedanya satu berasal dari jawa timur dan satu timur otentik alias benar-benar timur?

Rutinitas diskusi intens dilakukan di kosan bilangan Dramaga Bogor. Sudah 2 tahun saya meneduh disini. dan setiap hari lingkungan ilmiah ini selalu terbangun bersama dua orang sahabat dari Jawa Timur.

Rutinitas diskusi akan dimulai ketika kopi sudah di seduh. Aroma kopi mengundang penguni kosan keluar dari zona nyamannya, wkwkw 

Kebetulan, tema sore ini mengenai korupsi setelah sebelumnya membahas pengetahuan mengenai struktur pasar 10 perusahaan besar yang menguasai pangsa pasar produk-produk instan (artikel selanjutnya).

Diskusi menjurus ke korupsi ketika saya mengangkat perkembangan terbakarnya Kantor Kejaksaan Agung yang bagi saya aneh dan mempertanyakan nasib berkas-berkas kasus di gedung tersebut.

Namun jawaban yang mengglitik malah saya dapatkan ketika kawan saya mengaitkan pendapatnya dengan salah satu iklan rokok

 " Lo tau iklan om Jin yang saling adu kekuatan? Itu loh iklan rokok, ketika giliran om jin Indonesia tiba ia hanya sekali menjentikkan jari semua kasus korupsi di Indonesia hilang alias masalah selesai, laporan selesai," wkwkkww.

" Ah masuk juga recehanmu", sahutku sambil tertawa.

"kan sama saja, tapi bukan berarti saya menjustise. Bisa saja dibakar bisa saja kecelakaan kan? Asas praduga harus dipakai loh," tegasnya.

Pembahasan terus menjurus hingga ke praktek korupsi yang sulit diberantas. 

Dimana pada kesimpulannya, kami mendapatkan beberapa sudut pandang dimana dalam tulisan ini hanya akan dibahas praktek korupsi administrasi danpraktek korupsi titipan hasil dari diskusi.

Pertama, korupsi administrasi. Seperti yang disiunggung diawal kebanyakan korupsi yang tertangani ialah kasus korupsi hasil penyuapan atau lobi-lobi proyek yang berakhir pada suap.

Namun korupsi pada tingkatan kabupaten kota di Indonesia ialah korupsi administratif yang sulit terlacak dan sulit ditemukan walaupun, setiap bulan atau persemester lembaga semisal Badan Pemeriksa Keuangan melaporkan hasil-hasil temuannya. 

Korupsi administratif banyak terjadi di SKPD-SKPD di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Yang di awali dari pengusulan anggaran semester tahun berikut oleh SKPD. Sebelum di sodorkan ke setiap lembaga yang menaunginya alias kementrian, biasanya terjadi beberapa pergantian program yang mengakomodir pihak-pihak tertentu utamanya kontraktor.

Kesepakatan akan terbangun sebelum program tersebut di sahkan. Kesepakatan itu biasanya dalam bentuk persentase (%).

Sebelumnya patut diketahui bahwa dalam dunia perproyekan, persentase diistilahkan dengan fee. Besarannya tergantung kedua belah pihak namun ada batasan, yakni proyek  di atas 5 Milyar, standar fee nya ialah 1,5-3% dan dibawah 5 Milyar (1-5%).

Standar ini di pakai dalam setiap transaksi dan akan diberikan pihak kontraktor baik dalam tahapan setelah perusahaan menang, sebelum pekerjaan dimulai atau setelah selesai. Terkadang terjadi pembayaran di muka sebagai fulus (pelicin) agar pihak-pihak tertentu bisa menang tender.

Hal ini juga terjadi jika sebuah paket proyek diadakan secara PL alias penunjukan langsung.

Setelah sepakat, pekerjaan akan berjalan melalui mekanisme lelang maupun PL. Dalam sistem ini perusahaan lain pasti ikut serta, namun tingkat kemenangannya tidak mencapai 10%. 

Selain pihak SKPD, pihak perusahaan atau aktor juga punya peran. Peran mereka adalah memonopoli semua proyek. 

Di Indonesia sendiri monopoli proyek sangat diharamkan dan ada mekanisme. Mekanismenya 1 perusahaan tidak boleh menangangi proyek diatas 20 M. Artinya jika nilai proyek diatas itu, maka dibutuhkan 2 atau 3 perusahaan agar market share nya tidak lebih dari 50%.

Penetepan ini sama dengan perusahan-perusahan besar di bidang lain, baik ekspor, pertanian, perikanan, bisnis dan lain-lain. Sehingga lahir lah apa yang disebut anak perusahaan atau asosiasi. 

Mungkin dilapangan banyak yang sudah memiliki informasi ketika melewati suatu tempat dimana ada pengerjaan proyek yang dikerjakan dua atau 3 perusahaan.

Perusahaan atau aktor yang ingin mendapatkan lebih dari 1 proyek akan menggunakan perusahaan lain. Dalam istilahnya kontrak dengan perusahaan lain. Ada dua tipe pelaksanaan.

 Murni memakai perusahaan dengan sistem fee dan aktor pertama yang mengerjakan atau full dikerjakan perusahaan rekanan dengan fee ke aktor pertama. Opsi yang sering digunakan ialah opsi pertama. 

Hal-hal yang tergambar diatas baru tahap awal, belum bicara tahap verifikasi data saat perusahaan menang tenderpara tim verifikasi berkas harus punya jatah. Selain itu, perlu jatah pimpinan SKPD, bahkan unit tertinggi Kepala Daerah (Gubernur, Wali Kota, Bupati) hingga tahap pelaporan akhir. (Akan dilanjutkan pada seri selanjutnya).

Kedua. Praktek korupsi titipan. Ini terjadi saat aktor-aktor bisa swasta, kelompok, politisi, bahkan pemerintahan mendapatkan program-proyek dari pemerintah dan swasata. Saya sendiri belum paham secara mendalam mekanisme mereka bisa mendapatkan proyek ini.

Aktor tersebut akan menjalankan atau menawarkan proyek tersebut ke daerah-daerah lewat peranta. Cara penawarannya ialah dengan melakukan komunikasi baik person maupun perantara kepada kepala daerah atau legislatif. Jika mereka sepakat maka perantara akan mendapatkan bagian.

Begitu juga dengan kepala daerah atau oknum yang memuluskan proyek tersebut. Setelelah sepakat, proyek itu akan masuk ke SKPD kemudian dilelang atau di tunjuk langsung. Ada bagian-bagian yang diperoleh dari pihak pertama hingga akhir. 

Itulah kesimpulan diskusi yang kami lakukan. Alhasil praktek korupsi yang digambarkan diatas memberikan kelemahan-kelemahan tetutama pada welfare economic. Dampaknya daya beli rendah, aliran uang tersendat, kesenjangan ekonomi dan mempengaruhi ekonomi secara garis besar.

Sulitnya keluar dari praktek ini karena pengawasan lemah dan sistem admisnitrasi yang ribet. Walaupun ada sistem  transparansi yang dikuatkan lembaga-lembaga pemerintahan akan tetapi hal ini tidak berpengaruh sama sekali. Sebab, praktek-praktek pada unit terkecil lebih menggurita. Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun