Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Berpikirlah Sebelum Bertindak

22 Agustus 2020   03:03 Diperbarui: 22 Agustus 2020   02:54 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ah aku mau bantuin dek Z biar pulih mentalnya," ungkap salah satu kawan dalam obrolan via whatsaap. Saya sendiri bingung. Pembahasan yang awalnya mengenai resesi tiba-tiba loncat pada Z

"Emang siapa dia,"? tanyaku keheranan. "Ah dasar ngak ikutin Lambe turah," ungkapnya kemudian.

Saya masih menerka-nerka siapa orang tersebut. Ia pun lantas memberikan deskrpsi hingga akhirnya saya dapat gambaran siapa yang dia maksud ketika mengangkat judul sebuah film. 

"Oalah tau film itu tapi belum pernah nonton. Liat spoilernya aja. Kenapa dia?,". Tanyaku.

Ia kemudian menjelaskan apa yang menimpa si artis yang belakangan viral. Dari postingan di IG tersebut, ia kemudian di hujat. Walaupun ia (artis red) sudah menarik postingan tersebut. 

" Ia dibuly habis-habisan, keluarganya bahkan sampai brand ambasador yang menarik diri. Walaupun pembelaan banyak berdatangan dari influencer dan pihak-pihak lain, but you know lah bagaimana nitizen Indonesia" ujar kawanku.

Tersebab penasaran, saya kemudian mencari informasi guna mendapatkan gambaran kasar apa yang di maksud kawan ini. Karena saya benar-benar buta dan ketinggalan informasi beberapa hari ini.

Demi mengimbangi pembahsan kawan ini, saya mau tak mau harus membuka akun lambe turah. Maklum, kawanku ini adalah golongan orang-orang yang interest terhadap dunia keartisan. 

Ia tau perkembangan-perkembangan secara detail, terbaru dan terhangat baik luar maupun dalam negeri. Sedang saya, boro-boro, punya tivi aja di jual saking enek-nya nonton sinetron-sinetron yang tak bermutu.

Setelah mempelajari secara seksama tujuan pembicaraan kawan dengan info 10 menit yang dibaca akhirnya saya paham apa yang di maksudnya.

"Baru baca ini, ternyata begitu kasusnya. Menurut gue sih sangat disayangkan dengan usia semuda itu, ia sudah mendapat gelar atau stigma di masyarakat," ungkapku kemudian.

"Yap benar, kasian juga ia bakal mengalami tekanan psikologis yang dasyat,". Jawabnya kemudian

Tekanan mental yang ia ungkapakan di awal adalah bagian akhir yang diterima atas tindakan seseorang. 

Kami berdua akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa perlu meletakan pikiran di depan terlebih dahulu dalam melakukan sebuah tindakan.

Selain Z, fenomena postingan yang viral juga menimpa banyak kalangan. Artis, politikus, akademisi hingga masyarakat biasa. Bedanya hanya pada kelas sosial. Semakin terkenal semakin mendapat sorotan. Gerak-gerik apapun dapat menyita perhatian masyarakat tetutama nitizen di media dunia maya.

Lantas hikmah apa yang bisa diambil? tentu saja banyak. Selain cerdas bermedsos juga sikap paling penting ialah berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak.

Berpikir sebelum bertindak merupakan tindak lanjut dari  kerangka analisis yang tajam yang bisa di hasilkan dari tindakan seseorang terutama di dunia medsos.

Suatu yang berbau privat misalnya, ada yang tanpa pikir panjang memposting dan yang memilih tidak mengumbar segala hal yang dianggap tidak penting.

Contohnya si Z yang tidak mungkin tidak meletakan logika berpikirnya untuk memposting sesuatu yang merupakan menu enak nitizen. Pada akhirnya, merugikan diri sendiri apalagi sebagai publik figur yang memiliki basis fans.

Medsos sebagai wadah koneksi dan integraksi begitu tidak terbatas sehingga melahirkan etika dan logika yang berbeda. Walaupun sudah dipagari oleh UU ITE akan tetapi ini tidak membatasi seseorang untuk melakukan tindakan-tindakan absurd, tak pantas, tercela dan merugikan banyak orang.

Tindakan bermedsos perlu dilandasi dengan pemikiran yang matang dan analisis yang tajam. Membatasi diri dan mengontrol diri adalah upaya penting yang harus dilakukan. Sebab, tidak semua hal ingin diketahui masyarakat atau dipaksakan ke masyarakat. Ada pilihan yang harus dipertimbangkan disana. Terima Kasih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun