Selain itu, keterjangkauan jaringan ini tidak jauh, sebab jarak tower BTS dengan desa tetangga sekitar 1 km saja tidak mampu dijangkau oleh mereka.
Dalam memperkuat argumen tersebut saya akan memakai data We Are Sosial dengan laporan berjudul Digital 2020 Indonesia. Laporan tersebut menampilkan penggunaan gadget, internet, media sosial, perkembangan E-Commerce dan beberapa item di Indonesia pada bulan Januari 2020.Â
Data terbaru dari We Are Sosial masih laporan perkembangan dunia dan belum spesifik ke Indonesia. Sehingga saya akan memakai data yang ada sebagai hanya sebagai gambaran. (silahkan dikunjungi, bisa menjadi bahan artikel buat teman-teman)
Berdasarkan data lembaga asal Inggris ini, penggunaan internet mencapai 174.5 juta jiwa yang berarti sekitar 64 persen menggunakan internet atau menjangkau internet. Sementara 36 persen lainnya belum dapat menjangkau. Dan dengan koneksi handphone ke internet mencapai 124 persen (338.2 juta).
Tentunya butuh kajian matang. Apalagi di daerah timur sana kebanyakan orangtua dan siswa di pedalaman masih gagap teknologi. Bahkan, persepsi memiliki handphone yang penting bisa nelpon dibandingkan soal handphone cerdas tak ada yang tertarik.Â
Perlu pertimbangan matang, sebab bagi saya subsidi bisa sukses jika dapat menyentuh inti permasalahan bukan secara populatif alias hanya bagian kulitnya saja. Seperti ingin makan pisang tapi yang diberi kulit.
Berbagi Cerita.
Beberapa hari kemarin, tepatnya hari Senin (10/08) Salah satu wartawan lokal mengirimkan sebuah foto dengan caption "Warga Wailoba Jalan Kaki 8 Km Mencarj Jaringan," (Baca: Report Malut.com).
Ia menjelaskan dalam foto tersebut terdiri dari siswa, mahasiswa dan masyarakat. Mereka menempuh perjalanan sejauh 8 km ke lokasi jaringan untuk membuat tugas, dan menelpon.