"Menjadi Panitia Kurban penuh suka dan duka. Sukanya, setahun sekali kita melebur menjadi satu, memaknai perayaan ini sebagai refleksi diri dalam berbagi, melatih kejujuran dan kerjasama. Dukanya, beban yang di pikul guna pertanggung jawaban kelak. Selain itu, capek yang di maklumi,"
Pagi hari setelah Shalat Ied. Biasanya tak langsung dilakukan pemotongan hewan kurban . Ada hal yang lebih penting, yakni silaturahmi. Untuk lingkungan kami di mulai pada pukul 10, sementara di Masjid lain juga beragam kadang hari yang sama ataupun esok hari.
Rumah ke rumah di datangi, meminta maaf atas kesalahan sebagai manusia yang tak jauh dari khilaf. Setelah itu, kembali ke rumah. Mengisi perut, istirahat sejenak dan kembali ke Masjid sesuai jadwal.
Proses penyembelihan hewan kurban juga memperhitungkan waktu dan banyaknya jumlah hewan kurban. Semakin banyak, maka lebih baik dilaksanakan secepat mungkin.
Segala persiapan sudah dilakukan 2-3 hari sebelumnya. Pisau, tenda, tempat pemotongan, lokasi hewan kurban, kantong plastik, timbangan (biasanya baru guna menghindari error pada timbangan lama), Â siapa yang memotong hingga detail besar maupun kecil.
Setelah dipastikan segala keperluan pomotongan hewan kurban lengkap, imam atau Tamir Masjid akan melalukan pengumuman agar masyarakat di lingkungan kami terutama orang yang berkurban untuk sama-sama ikut menyaksikan penyembelihan hewan kurban.
Hewan kurban kemudian di tarik ke tempat pemotongan. Di baringkan ke atas sebuah ganjalan. Biasanya memakai batang pisang dan balok kayu. Dihadapkan ke arah kiblat.
Disini peran penting pemotong hewan. Pisau atau parangnya benar-benar harus tajam agar hewan yang akan di sembeli tidak tersiksa. Selain itu, orang yang menyembeli tidak sembarangan. Mereka benar-benar orang yang berpengalaman dan mempunyai ilmu penyembelihan. Sebab, yang tak berpengalaman akan menyiksa hewan tersebut.
Saat penyembelihan ini, saya terkadang terharu. Membayangkan jika ini ialah manusia. Jika Allah Ta'ala tidak mengganti kurban yang di lalukan Nabi Ibrahim As kepada Ismail. Bayangkan saja betapa kuatnya Nabi Ibrahim As saat itu. Kuatnya Taqwa level tinggi dari mereka berdua. Ketaqwaan Ibrahim, Keihlasan  Ismail.
Suasana penyembelihan mengetuk pintu hati. Menyadarkan bahwa kita hanya manusia yang tak punya Kuasa. Suara takbir,tahmid dan tahlil begitu mengharukan. Sebuah refleksi diri sebagai manusia. Sebuah haru setahun sekali.
Masyarakat, anak-anak kecil, tua muda begitu hening menyaksikan penyembelihan yang syarat makna bagi yang berpikir. Peristiwa setahun sekali yang ditunggu-tunggu.Â
Setelah penyembelihan, kambing atau sapi kemudian di kupas. Biasanya, ada orang-orang tertentu yang melakukan pengupasan. Akan tetapi, di lingkungan kami semua dilakukan secara sukarela dan gotong royong. Baik panitia maupun warga yang mau membantu. Tentu saja yang punya pengalaman melakukan pengupasan.
Mengupas membutuhkan seni dan skil. Salah mengupas daging bisa rusak. Tak jarang yang baru belajar, lebih banyak menghilangkan daging  karena terkelupas bersama kulit.
Bisa di bilang pekerjaan ini susah-susah gampang. Teliti dan pengalaman paling penting. Apalagi saat melakukan pembongkaran untuk mengeluarkan jeroan kambing maupun sapi. Salah sedikit bisa jadi jeoran pecah dan mengotori daging.
Pisau-pisau yang digunakan juga harus tajam. Sehingga ada sebagian panitia yang siap siaga mengasah pisau. Mempertajam pisau yang sudah tumpul. Proses ini juga mengundang anak-anak menonton.Â
Antusiasme mereka begitu tinggi,dari awal hingga akhir. Mereka duduk di atas-atas pagar dan menyaksikan kami beraksi, layaknya menontton film kesukaan mereka. Tak jarang, hal-hal usil dan bikin sakit perut tersaji.
Pesan yang didapatkan dalam melakukan pengupasan ialah melatih kesabaran dan tanggung jawab. Sabar melepas satu persatu bagian dari kulit dan daging secara hati-hati dan tanggung jawab untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Daging kambing dan sapi di pisah. Dalam pemisahan dan penyayatan terdiri dari kelompok-kelompok kecil. 1 kelompok terdiri dari 2-3 orang. Satu biasa memegang dan satu menyayat daging kecil-kecil.Â
Selama proses ini tidak ada satu pun masyarakat yang di Ijinkan masuk ke lingkaran yang biasa di batasi dengan tali rapia. Hal ini agar daging tidak terkontamisi karena setiap panitia wajib mencuci kaki tangan serta bagian tubuh lain sebelum memegang daging dan mencegah oknum-oknum yang sering memanfaatkan kelengahan panitia dan mengambil daging hewan kurban secara diam-diam.
Apresiasi selalu di berikan kepada mereka yang dengan sukarela menyediakan makan dan minum bagi panitia bahkan masyarakat yang datang. Tak jarang, jika keasikan mengupas atau sedang menimbang dll kami sering lupa makan, dan mereka jeli. Tak jarang di omelin jika belum makan pada saat jam makan siang.Â
Daging sapi maupun kambing hasil penyayatan yang di rasa cukup untuk dilakukan penimbangan, maka Tamir Masjid akan mengumumkan kepada penerima kupon untuk datang pada jam yang sudah di tentukan. Biasanya antara jam 2 atau jam 3.
Saya sendiri, memiliki tugas khusus sejak tahun 2008 hingga 2015, dan 2019 kemarin. Yaitu melakukan penimbangan. Tak ada orang lain yang di beri tanggung jawab melakukan penimbangan. Dan saya bukannya merasa bangga tetapi justru terbebani.
 Setiap satu kantong yang diukur sesuai dengan kesepakatan memberikan tekanan pada diri. Apakah kurang atau lebih, saya takut tidak sama rata hasil timbangan saya yang bakalan dihitung kelak.
Perihal ini saya begitu hati-hati dan tak jarang menyuruh yang lain untuk terus mengingatkan. Sebab, satu kekurangan saja akan menjadj tanggung jawab di Akhirat kelak.
Walaupun merasa terbebani secara batin dan tanggung jawab. Pekerjaan tersebut tetap jalani. Sebab, tak ada yang mau menggantikan posisi ini walaupun dalam keadaan capek.Â
Bagi saya sendiri, proses ini melatih diri dari gelojak yang  ada di hati. Dimana, ada hubungan negatif dan positif yang beradu kala setiap daging sapi atau kambing di ukur. Saya tak bisa menjelaskannya secara detail, karena lebih bersifat rohani. Mungkin jika anda pernah menjadi panitia dan bertugas melakukan penimbangan, gejolak itu pasti hinggap. Anda dapat merasakannya.
Saya biasa ditemani satu asisten, sebutan saya sih sebenarnya. Ia bertugas memastikan ukuran saya benar-benar tepat. Jika kurang akan di tambahkan, jika lebih akan di kurangi hingga pas. Terkadang ukuran ini bisa berubah dari kesepakatan rapat karena jumlah daging melebihi jumlah penerima.Â
Sebelum di tambahkan, akan ada rembuk dan diskusi dari panitia dan badan Tamir Masjid. Setelah selesai maka akan di beritahukan. Biasanya, selama ini daging yang dibagikan ialah 1.5 kg-3 kg. Tergantung banyaknya jumlah hewan kurban.
Sembari melakukan penimbangan, panitia lain yang selesai mengiris daging akan melakukan pemisahan kantong hasil penimbangan. Hal ini guna menyesuaikan jumlah kupon, orang yang melakukan kurban, dan yang masuk penerima sesuai syariat Islam.
Pada jam yang ditentukan para penerima kupon akan mulai berdatangan. Dan, Â tugas panitia ialah mengkroscek kupon yang di bawa sudah sesuai dengan list yang sudah di data sebelum di serahkan. Jika penerima kupon dan yang berhak tidak berkesempatan datang maka ada panitia yang melakukan pengantaran ke rumah.
Pembagian sendiri berlangsung 3-4 jam karena menunggu penerima kupon datang. Setelah semua selesai, dilakukan pembersihan lokasi pemotongan. Darah di tempat penyembelihan di siram agar tidak bau, Â pisau-pisau di bersihkan, terpal, dan jeroan. Yap, salah satu yang sering menjadi masalah setiap kali melakukan pemotongan hewan kurban
Di Daerah Timur, banyak yang tidak mengkonsumsi jeroan. Mungkin karena tidak bisa mengola atau memang karena budaya. Maka inisiatif yang dilakukan ialah memberikan jeroan tersebut ke penjual soto,sop maupun olahan khas lain yang biasa di dagangkan oleh masyarakat dari Makssar dan Jawa.Â
Terkadang kami mencari dan menawarkan ke mereka di warunf jualan dan terkadang pula mereka ikut membantu dari awal sampai akhir. Sementara, sisa jeroan yang tak dapat di ambil akan di isi ke karung dan di buang ke tempat pembuangan sampah yang berada di Kota Ternate Utara dan  di tempuh hampir 40 menit.
Proses ini penyembelihan hingga selesai berlangsung 1 hari penuh. Di Masjid lain bisa berlangsung 2-3 hari tergantung berapa jumlah hewan kurban dan kekuatan panitia dalam sehari.
Pekerjaan ini terbilang muda tapi sebenarnya cukup melelahkan apalagi panitia tidak berprofesi sebagai penyembeli atau penjual daging layaknya di pasar. Walaupun demikian, ada berbagai hikmah yang didapat.Â
Hikmah tersebut ialah, kerjasama, saling percaya, pengorbanan, keihlasan, kesabaran, gotong royong serta antusias baik dewasa dan anak kecil yang melebur menjadi satu.
Panitia kurban sendiri di lingkungan kami sudah di tangani oleh anak-anak Remaja Masjid sejak Masjid berdiri tahun 2006 silam dan dikerjakan secara gotong royong. Selain itu, agar dapat mengajarkan kepada panitia dan Remas sikap tanggung jawab, kerjasama, kekompakan dan kejujuran sejak dini. Dalam prosesnya pun tetap di kawal oleh badan Tamir Masjid yang sudah berpengalaman.
Makna berkurban sangat besar. Terutama pada diri sendiri agar menyadari dan mesyukuri nikmat Allah SWT. Olehnya itu, di era pandemi ini, mari kita rayakan hari Raya Idul Adha 2020 dengan berbagi dan membantu satu dengan yang lain demi meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah SWT.
"Selamat Hari Raya Idul Adha 1441 H"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H