"Kelapa adalah identitas bagi petani di Maluku Utara, dan Kopra adalah harapan bagi 238 ribu petani ditengah gempuran harga yang tak bergairah"
Siang kemarin, saya mendapat telpon dari salah satu kawan yang dulu pernah bertemu di Ternate. Pria asal Nganjuk Jawa Timur. Setelah bertanya kabar, ia langsung mengutarakan tujuan dari ia menelpon.
"Ji, saya rencana mau main kopra. Kira-kira di daerah Pulau Makian banyak nggak? Tanyanya.
"Wah, kalau main kopra mending di Halmahera mas, kalau di Pulau Makian sulit. Pertama soal produksi dan kedua akses. Kalau mas mau main di Makian, tidak setiap bulan masyarakat membuat kopra karena mereka memakai sistem ngumpul 3 bulan sekali. Nanti pada bulan ke enam baru dilakukan sekaligus. Hal ini agar volume produksi di atas 1 ton" Ujarku
"Selain itu,di Makian akses penghubung baik laut dan darat belum baik. Kalau mas main, teledoran dibiaya transport karena harus ngumpulin per desa. Apalagi tak ada mobil bisa berabe mas" Ungkapku.
Ia lantas menanyakan alternatif terbaik. Saya kemudian mengarahkan ia melihat peluang di daratan Halmahera baik Halmahera Selatan, Barat,Utara dan timur.Â
"Paling tepat mas main di Halmahera Utara sama Halmahera Timur. Karena kapasitas produksinya per bulan ratusan ton per desa." Saranku.
Ia lantas tertarik dan kemudian membicarakan mekanisme mulai dari produksi hingga pengangkutan. Setelah selesai, ia kemudian tertarik untuk turun langsung mengecek kondisi lapangan sekaligus ingin langsung melakukan pembelian.
Akan tetapi, niatnya untuk melakukan pembelian langsung saya pertegas sebab mayoritas petani kopra di Malut sudah terikat dengan pedagang perantara dan dengan harga yang hampir rata-rata dibawah ongkos produksi.
"Jika mas mau main. Pertimbangan pertama bagaimana posisi tawar mas terutama dalam harga. Tidak bisa lebih rendah sebab petani akan menjual ketika ada harga yang lebih tinggi" Ungkapku.