"Mungkin saluran pemasarannya panjang pa kep. Ditambah kondisi pasar sesuai musim" jawabku agak sedikit pede.
"Ya kami juga tau musim bisa mempengaruhi harga, tapi ingat kami juga tau perkembangan harga. Padahal, hadirnya perusahaan disini harusnya bisa menaikan harga" ungkapnya.
Saya memilih diam daripada ribut berdebat. Sebagai orang yang menginginkan informasi, saya tidak ingin menciptakan konflik. Walaupun, kami tidak kaku selama obrolan.
Beberapa hari di desa tersebut, saya menemui banyak orang yang terlibat. Satu-satunya kesimpulan ialah adanya permainan para pedagang. Pedagang perantara begitu kuat mengikat para nelayan dengan menyediakan modal operasional.
Keesokan harinya, saya menemui nelayan-nelayan lain di desa Tembal. Mereka yang saya temui baru saja kena apes kebijakan pemerintah.
"Bagaimana janji Bupati dulu katanya mau menciptakan 1000 lapangan pekerjaan sedangkan kami yang tergabung dalam kelompok berjumlah 72 orang saja di paksa begini." Kesal pria Asal Sanger biasa di sapa Jackie.
"Padahal disini ada 4 kelompok tapi hanya 3 kelompok yang dipaksa pindah, terus yang satu disana tidak dipindahkan, apa karena milik bupati jadi di biarkan" sambungnya.
"Kami mau pindah kemana? Mau kedepan jalan raya? Mau kami labuhkan kemana perahu-perahu kami, belum lagi limbah hasil tangkapan kami" kesalnha sambil membanting satu Colboks kosong.
Saya yang mendengar sedari tadi bengong. Apalagi pas ditanya langsung ngomel-ngomel. Auto nyali jadi ciut.