Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Laut Kita Kaya tapi Nelayan Kalah

24 November 2019   00:36 Diperbarui: 24 November 2019   08:07 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri. Anak kecil sedang memancing di Desa Kupal

"Mungkin saluran pemasarannya panjang pa kep. Ditambah kondisi pasar sesuai musim" jawabku agak sedikit pede.

"Ya kami juga tau musim bisa mempengaruhi harga, tapi ingat kami juga tau perkembangan harga. Padahal, hadirnya perusahaan disini harusnya bisa menaikan harga" ungkapnya.

Saya memilih diam daripada ribut berdebat. Sebagai orang yang menginginkan informasi, saya tidak ingin menciptakan konflik. Walaupun, kami tidak kaku selama obrolan.

Beberapa hari di desa tersebut, saya menemui banyak orang yang terlibat. Satu-satunya kesimpulan ialah adanya permainan para pedagang. Pedagang perantara begitu kuat mengikat para nelayan dengan menyediakan modal operasional.

Hasil tangkap Nelayan yang di jual pedagang perantara. Dokpri
Hasil tangkap Nelayan yang di jual pedagang perantara. Dokpri
Nelayan yang disediakan operasional tidak punya hak menentukan harga. Semuanya di tentukan pedagang. Selain itu, sistem ini sudah mendarah daging.

Keesokan harinya, saya menemui nelayan-nelayan lain di desa Tembal. Mereka yang saya temui baru saja kena apes kebijakan pemerintah.

Armda-armada yang kehilangan tempat labuh. Dokpri
Armda-armada yang kehilangan tempat labuh. Dokpri
Tempat yang mereka tempati sebagai tempat pendaratan dibongkar paksa oleh Satpol PP.

"Bagaimana janji Bupati dulu katanya mau menciptakan 1000 lapangan pekerjaan sedangkan kami yang tergabung dalam kelompok berjumlah 72 orang saja di paksa begini." Kesal pria Asal Sanger biasa di sapa Jackie.

"Padahal disini ada 4 kelompok tapi hanya 3 kelompok yang dipaksa pindah, terus yang satu disana tidak dipindahkan, apa karena milik bupati jadi di biarkan" sambungnya.

"Kami mau pindah kemana? Mau kedepan jalan raya? Mau kami labuhkan kemana perahu-perahu kami, belum lagi limbah hasil tangkapan kami" kesalnha sambil membanting satu Colboks kosong.

Saya yang mendengar sedari tadi bengong. Apalagi pas ditanya langsung ngomel-ngomel. Auto nyali jadi ciut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun