Ayo ji, tong (kita) ke kali (sungai)
Mau ngpain?
Bacuci....(nyuci)
Wah..ayo.
Penuh semangat saya menyahut. Maklum sudah 20 tahun lebih semenjak 1999 silam ketika saya masih asik-asiknya mandi di sungai.
Kenangan tentang itu tidak pernah surut. Di bumi halmahera sana. ketika sungai menjadi wadah bermain bersama teman-teman sebelum terpisah karena konflik sara. Saya harus kembali ke kampung kelahiran sedang teman-teman nasrani, hingga kini tak besua lagi. Entah kemana mereka. Sebab, setelah konflik tak ada yang sama lagi.
Ayo ji kamu bawa baju kotor yang ini. Sembari menunjuk sebuah baskom besar...
Sungai yang kami tuju tidak jauh dari rumah. Kali ini,saya berada di dataran halmahera selatan. Lebih tepatnya daerah kesultanan bacan. Atau sempat familiar dengan batu bacan 3 tahun lalu itu. Batu hijau yang di gali di kasiruta sana, kampung doko.
Desa saya tempati selama dua minggu disini karena kepentingan riset ialah kampung makian. Kampung makian sendiri merupakan kampung yang isinya suku makian.Â
Salah satu suku dari beberapa suku besar yang tenar dan punya andil dalam setiap kontestasi politik. Pulaunya sendiri masih halmahera selatan tetapi, eksedus masyarakatnya mendiami hampir seluruh wilayah halmahera dan maluku utara.
Saya, ibu angkat dan anaknya masing-masing membawa tentengan. Berjalan kami menyusuri setapak yang terbuat dari dana desa. Kurang lebih 10 menit kami sampai. Tidak jauh-jauh amat dari rumah. Dari kejauhan, suara-suara merdu air sungai mulai terdengar. Suara yang sudah lama tak hinggap di telinga.
Mata mulai lihai mencari-cari. Sembari memperhatikan jalanan terjal. Takut terpleset. Adik angkat juga sering-sering mengingatkan. Sesekali berteriak agar hati-hati.
Dan, sampailah kami. Apa yang sedari tadi menggangu pikiran tidak benar-benar terjadi. Pikirku, debet air ini bisa puluhan meter dalamnya. Airnya deras dan banyak pepohonan serta satwa yang mendiami sepanjang sungai.