Menjelang Idul Fitri, perayaa budaya dan tradisi di galakan umat islam di Indonesia sebagai bagian dari menjaga kearifan lokal serta menjaga nilai yang lebih tinggi dari perayaan tersebut. Begitu juga dengan Maluku Utara, negeri para raja (jazirah Al -Mulk).
Dalam memperingati malam Lailatur Qadar, salah satu tradisi paling melekat dalam kehidupan masyarakat maluku utara adalah " malam Ela-ela".  Tradisi turun temurun ini dilakukan oleh warga dengan menyalakan  lampu-lampu baik obor dan loga-loga (lampion) dipekarangan rumah. Tradisi ela-ela ini sendiri juga mulai terstruktur, salah satunya di kota ternate yang dibalut dalam konsep festival ela-ela. Festival ini mengikutsertakan kelurahan-kelurahan dalam bentuk lomba untuk menggali kreativitas dan inovasi kebudayaan yang nantinya dinilai oleh juri.
Dari akar sejarah, perayaan soan  belum jelas asal usulnya. Baik penyamatan nama maupun siapa pencetusnya. Akan tetapi sebagai wilayah kesulatan Bacan, bisa jadi Tradisi ini merupakan bagian dari tradisi turun temurun  yang lahir dari  budaya kesultanan.
Secara makna, Soan adalah pemantik semangat dan apresiasi bagi seorang anak usia  rata-rata dibawah 5 tahun karena mampu menyelesaikan puasa ramadhan. Tradisi ini juga bagian dari memperingati malam datanya malam lailatul qadar.
Untuk melaksanakan perayaan ini, para orang tua khususnya dimakian luar yang anak-anaknya melaksanakan puasa akan menebang sebuah pohon. Pohon pisang ini juga sudah disiapkan sebulan sebelumnya, dengan perkiraan yang pas agar pohon pisang tersebut matang pada saat hari H perayaan.
Setelah itu, pohon pisang ini akan dihiasi berbagai pernak-pernik. Biasanya, dihiasi kue-kue tradisonal , seperti kue jambu air, kue andara (kue berbahan beras pulo), sumu-sumu, Bendera Indonesia, balon, duit serta berbagai jajan khas lainnya yang di ikatkan ke buah-buah pisang.
Anak-anak yang belum melaksanakan soan seketika akan merasa termotivasi agar pada ramadhan akan datang mereka mampu berpuasa dan merayakan hal yang  sama. Karena perlu diketahui bahwa, tradisi sudah dilaksanakan semua orang pada masa kecil mereka. Bisa dikatakan, 100 persen masyarakat desa mateketen dan desa-desa lainnya di makian luar sudah melakukannya.