Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dari Desa, Kita Belajar Kearifan Lokal

15 Mei 2018   14:38 Diperbarui: 15 Mei 2018   15:12 717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi itu kami sudah di sambut oleh seorang lelaki berambut gondrong bertampang cakep berpakaian ala sunda di sekret Karang Taruna yang di ketuai olehnya. Pertemuan ini merupakan pertemuan lanjutan setelah beberapa kali pembahasan via WA. Saya dengan dua orang sahabat yang saya namakan srikandi bertandang ke desa untuk berdiskusi tentang program desa yang akan kami lakukan setahun kedepan

Setelah di persilahkan duduk, teh herbal di sajikan. Kami dengan hikmat mulai berkenalan satu pesatu, sambil menyeruput aroma herbal racikan Kang Adha dan kawan-kawan. Kesan pertama kami adalah betapa hangat nya perbincangan kali pagi ini, suasana yang kami pikir bakalan menjadi arena adu ide mencair begitu saja ketika salah satu srikandi mulai melirik Angklung yang tergantung di dinding.

belajar Angklung : Dok. Pribadi
belajar Angklung : Dok. Pribadi

Angklung tersebut pernah di mainkan di Singapura, terlihat dari tulisan yang tertera. Sebagai orang yang hanya menikmati lantunan angklung dari audio visual, tentunya ini menjadi pengalaman pertama yang berkesan. Angklung yang oleh Unicef sudah di akui milik Indonesia ini merupakan warisan budaya yang perlu di jaga kelestarian nya.

Menjelang petang, diskusi santai masih terus berjalan setelah proses main angklung.  diskusi tentang program "media desa" yang di gagas oleh departemen Sospengmas IPB yang nanti akan di kelola oleh desa secara mandiri dalam menyebarkan informasi potensi desa baik ekonomi sampai tingkat sosial menjadi semakin nikmat karena diam-diam kami sudah di suguhi acara makan-makan "liwetan". Ternyata tanpa sepengetahuan kami, teman-teman dari karang taruna sudah menyediakan makan siang ala sunda.

sajian liwet :Dok, Pribadi
sajian liwet :Dok, Pribadi
Siang ini makanan yang di sediakan adalah Nasi, ikan teri, pete, kerupuk dan sambal yang semuanya di gelar diatas dua potongan daun pisang. Menu alkadar seadanya ini merupakan penghormatan. Kami pun lahap  dalam kenikmatan sambal ulek ala sunda ini. Bagi saya sendiri, kepercayaan dan sambutan setiap wilayah sungguh unik, itulah kenapa Indonesia dikenal, bukan karena hal lain, tetapi karena keramahtamahan dalam bersosial. Sesuatu yang di barat sana tidak kita temui. 

kondisi seperti ini adalah salah satu pelajaran betapa begitu hebat nya orang-orang desa, begitu bertoleransi dan iklas dalam menjamu, menerima dan melayani setiap orang yang datang. Dengan ini pula saya sadar bahwa garda terdepan kearifan lokal Indonesia adalah mereka-mereka yang berkutat pada pelosok-pelosok negeri jauh dari kata mewah, jauh dari hiruk pikuk modernisasi apalagi kekuasaan.

***

Menjelan sore, kami di ajak ke rumah ketua karang taruna. Rumah beliau terletak di sudut kampung. Yang membuat istimewa adalah rumah beliau berdiri tepat diatas lahan-lahan pertanian. Di depan nya terdapat kolam, di samping rumah nya terdapat pertanian warga seperti holtikultura. Suasana yang begitu menyejukan sebab, di kota lahan pertanian mulai beralih fungsi sedangkan disini kami masih bisa melakukan terapi mata dan sedikit berbangga sekaligus yakin bahwa mereka-mereka inilah penjaga lumbung pangan nasional.

Sesampainya di rumah yang sederhana itu nampak berbagai macam karya seni dan kebudayaan yang lagi-lagi membuat takjub. Ada busur panah yang tergantung rapi dan ada bahan-bahan pembuatan batik. 

Setelah serangkaian diskusi, baru kami ketahui bahwa desa Sukawening Kab. Bogor Jawa Barat merupakan salah satu desa yang sedang mengembangkan dan melestarikan kembali kebudayaan sunda. Di mulai dari pertanian, yang menurut kang Adga sendiri, nanti nya konsep pertanian Desa Sukawening kedepan akan mengedepankan konsep "sunda" tidak akan lagi ada pengembangan pertanian memakai pupuk kimia semua nya akan kembali ke pertanian berbasis organi, dari hulu sampai hilir.

Kedepan desa ini juga di rancang menjadi desa yang maju dalam dunia kebudayaan,diantara nya adalah memanah dan pengembangan batik. Untuk pengembangan batik sendiri, desa ini sedang menggagas pembuatan batik yang bebas dari penggunaan bahan-bahan kimia. Jika pada batik komersil banyak perusahan-perusahaan memakai bahan kimia sebagai bahan baku maka di Desa Sukawening pengembangan batik yang nanti nya akan menjadi ciri khas Jawa Barat terutama Kota Bogor ialah dengan menggunakan bahan alami dari ekstrak buah. 

Kang Adha, Pelopor Sarapala | Dok Pribadi
Kang Adha, Pelopor Sarapala | Dok Pribadi
Ekstrak buah yang sudah pernah di coba oleh Kang Adha dan karang taruna serta Srikandi desa adalah kopi dan manggis, Nangka. Sedangkan yang sekarang dalam pengembagan adalah Cengkih, Pala, dan bahan ekstrak lain nya. 

Untuk pengembangan dan uji coba ekstrak, menurut Kang adha, sudah di laukan kerja sama dengan kawan-kawan dari IPB terutama Forum PascaSarjana IPB yang melakukan deda Binaan selama satu tahun kedepan.  Kerja sama ini dapat di harapakan menghasilkan solusi agar kelak rencana pembuatan batik dari desa Sukawening dapat tercapai. 

dok. Pribadi
dok. Pribadi
***

Di dalam rumah sederhana inilah saya dan tiga teman lain nya mulai di kenalkan dengan proses pembuatan batik. Awalnya kang Adha dan istri mengeluarkan lain yang ternyata kain tersebut merupakan kain hasil ekstrak dari buah.  Kain itu berwarnai - warni, baik coklat, putih, kuning dan berbagai corak dasar yang semuanya dari ekstrak buah. Hari itu kain yang saya pakai berwarna coklat muda yang ternyata hasil dari ekstrak buah nangka. Sambil di beri satu persatu dan di beri arahan untuk menuangkan imajinasi apapun ke atas kain tersebut. kang adha mulai memanskan tinta yang di pakai untuk membatik.

menggambar pola | Dok. Pribadi
menggambar pola | Dok. Pribadi
menggambar Pola
menggambar Pola
Dengan begitu antusias kami mula berimajinasi, ada yang menggambarkan bunga, ada yang menggambarkan kapal dengan aksen batik dan berbagai macam pola yang ada di kepala. Setelah di rasa pas dengan gambar yang kami tuangkan, kang Adha mulai menunjukan cara memenuhi pola dengan tinta yang sudah di panaskan.

Ternyata proses membatik tidak segampang yang di bayangkan, perlu kesabaran ekstra tinggi. Dari sini saya lagi-lagi belajar. Bahwa membatik adalah proses menjiwai kesabaran, proses belajar telaten dan proses yang secara harfiah ialah menikmati kehidupan. Belajar dari setiap tetesan, tinta yang menggores pola perlahan demi perlahan tanpa buru-buru adalah sebuah hasrat yang seringkali tidak bisa di kontrol.

Tahapan mewarnai Pola |dokpri
Tahapan mewarnai Pola |dokpri
Perbedaan kami dalam membatik hari ini juga menunjukan bahwa semua orang punya kemampuan dan kesabaran yang berbeda. Mereka bisa saja belajar dari pengalaman besar maupun pengalaman kecil. Aktivitas yang di jalani setiap manusia akan membentuk karakter dan jiwa apakah menjadi tangguh atau menjadi lemah. Dan semua ini di sadari seketika dalam kondisi belajar membatik. Kehidupan orang-orang sabar selalu memiliki nilai paling tinggi di kehidupan masyarakat, itulah pelajaran membatik hari ini.

Sambil menghayati dan mengaitkan berbagai makna, pekerjaan belajar membatik ini kami lakukan hampir 3 jam lama nya. Saking fokusnya kami, kain-kain yang tadi nya kosong menjadi penuh. kegiatan hari ini belum berakhir, ternyata masih ada kejutan lain nya. yakni memanah.

menuju arena memanah |dokrpi
menuju arena memanah |dokrpi
Ternyata busur dan arah panah yang di gantung di dinding ini bukan hanya pajangan. Setelah di ketahui ternyata ini merupakan paket pelestarian budaya yang akan di kembangkan oleh desa Sukawening yang di namakan "SARAPALA" baik pemerintah desa dan masyarakat bersepakat bahwa budaya memanah yang merupakan kebudyaan asli sunda harus di lestarikan kembali dan di jaga agar kelak pada generasi yang akan datang tidak lagi generasi muda kita akan kebudayaan.

Kamipun di ajak ke arena memanah yang sudah khusus di sediakan. terdapat tiga tempat untuk memanah, dan menurut penuturan kang Adha akan ada turnamen memanah di desa tersebut kedepan nya. formantnya setiap desa dapat mengikuti lomba dan menyertakan ijin-ijin kepemilikan busur panah dan arah panah. 

***

Sekitar 10 menit berjalan, kami sampai di lokasi yang di maksud. Arena dengan sebuah papan target di buat di samping bataran sungai yang airnya jernih serta di lindungi oleh rimbunya bambu. Lebar tempat ini cukup luas dengan sebuah tempat duduk. Anak panah sudah di susun dan  jarak antara penembak dan papan target sekitr 6-7 meter. 

Pemasangan Ikat |dokpri
Pemasangan Ikat |dokpri
Proses memanah menjadi sah ketika kain yang di namakan "ikat" melekat di kepala. Menurut penuturan, ini adalah hal wajib sebelum menanah. Saya dan dua teman srikandi saking semangat. Dengan posisi yang telah di tentukan dan sedikit penjelasan, arah panah mulai di lesarkan. ada yang kena, ada yang anak panah nya tidak keluar bahkan sampai ada yang lewat. Lagi-lagi harus di akui bahwa dalam meanah, posisi badan, daya tarik dan teknik-teknik lainya perlu di pelajari. 

dokpribadi
dokpribadi
Kgiatan menanah ini kami lakukan hampir 1 Jam, dan walaupun bukan olahraga berat tetapi jangan ditanya berapa liter keringat yang sudah meluncur deras dari wajah-wajah penasaran pada target. 

dokpribadi
dokpribadi
Sungguh sebuah pengalaman yang luar biasa.  Ketika di kota kita masih mendiskusikan efek negatif globalisasi dan hilang nya kultur kebudayaan dan kearifan loka, di kalangan masyarakat desa justru giat memperjuangkan kearifan lokal tersebut untuk tetap bertahan. Hari ini dalam menutup perjumpaan yang luar biasa, kami di suguhkan sebuah kegigihan dan ketekunan masyarakat desa dalam membangun bangsa, walaupun sering di abaikan dalam konstalasi pembangunan akan tetapi apa yang disuguhkan hari ini merupakan wujud nyata bahwa, rakyat tidak butuh ucap manis, rakyat tidak butuh gaji fantastis, posisi penting maupun mobil mewah. Mereka sudah memliki itu dalam praktek kehidupan bersosial, mereka hanya butuh dilihat, di perhatikan dan di tuntun.

#bagaiaberbagi

#maribangun desa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun