Sebagai basis suara, kata kesejateraan merupakan kata kampanye yang ampuh untuk meraup suara. Sudah sejak lama petani berkutat dengan kondisi ini, sebab petani tidak memiliki posisi tawar yang jelas dalam merumuskan kebijakan.Â
Hal ini tentu tidak sebanding dengan prestisiusme kesejateraan.kondisi ini berbeda dengan negara lain, semisal jepang. Di jepang para petani berposisi sebagai "price taker atau making taker" karena mereka punya perwakilan di parlemen yang benar-benar kuat. Dan hasil dari keanggotan mereka benar-benar melalui proses yang selektif.
Di Indonesia, Hal ini tidak berlaku. Karena mayoritas petani tidak memiliki perwakilan kuat dalam memperjuangkan kesejateraan petani. Padahal, pada proses selektif petani yang notabenenya pemilik suara sudah memercayakan suara mereka pada calon-calon yang mereka pilih. Maka sebagai komoditas politik, petani hanya sekedar alat politik untuk merebut kekuasaan, tidak lebih.
Maka, sebagai komoditi politik, petani tidak seharusnya di janjikan kata kesejateraan. Karena apapaun kondisinya petani tetaplah petani. Para petarung kekuasaan nantinya harus elegan dalam melakukan pendekatan politik yang baik, dan benar merealisasikan "janji politiknya" di saat terpilih nanti Bukan sebaliknya.Â
Hal ini juga berlaku pada cara-cara politik diri, dimana petani akan di cekoki visi misi para kandidat. Realita yang sering terjadi, petani selalu di benturkan karena rendahnya penguasaan pendidikan politik. Mereka akan di benturkan sesama kolega bahkan keluarga dan setelah selesai, konflik ini akan berkepanjangan. Dan harus di hadapi oleh petani sebagai basis suara, bukan dihadapi oleh calon terpilih.
Untuk itu, pada tahun politik ini. Para petarung harus benar memiliki komitmen, bukan jual diri karena suara. Janji politik harus mampu di realisasikan agar kelak petani tidak lagi di salahkan pada pencaturan politik di saat memjabat.Â
Maka letupan kembang api menjadi penanda bahwa hasil diskusi kami malam ini tidaklah sia-sia, sama seperti kebanyakan petani yang menikmati pergantian tahun di rumah-rumah dan memikirkan akan jadi apa hasil panen mereka kelak. Yang pasti politik "janji manis" harus benar-benar manis, tidak menjadi pahit bahkan tidak pernah di rakit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H