Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Membacalah agar Memahami Makna, Bukan Kata

18 Oktober 2017   20:57 Diperbarui: 19 Oktober 2017   07:33 3350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak cukup dengan kata, kita perlu memaknai keseluruhan buah pikir seutuhnya, bukan buah pikir terpilah pilah. Sejak pelantikan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, banyak pesan wara-wiri di lingkungan medsos, dengan tema "Pribumi". 

Kata ini menjadi pengusik yang mengarah ke isu sara, perpecahan nasional dan mengusik ketentraman yang akhirnya berujung pada pelaporan Anies Baswedan ke Polisi. Kata "pribumi" menjadi semacam senjata mengawali awal kepemimpinan. Petaka bagi Anies Baswedan, langkah politik dan blunder fatal, bahkan belum membentangkan layar, badai lebih dulu datang.

Saya justru sedikit resah bahwa, untuk ukuran sebuah "kata" kita bisa di pecah persatuannya. Diombang-ambingkan pemikiran dan diobok-obok kondisi kenyaman. Tulisan ini tidak akan mengulas tentang kata "pribumi". Tulisan ini lebih diarahkan pada pemahaman terbentuknya pola pikir karena menerima informasi secara instan tanpa disertai kekuatan membaca.

Saya cenderung mengakui bahwa, pembenaran atas logika menerima sebuah pengetahuan yang lahir atas dasar kurangnya membaca dan kembali membuka buku telah menaruh kerangka pikir kita pada taraf manipulatif oleh segelintir kepentingan.

Padahal, proses berpikir benar dan baik, tidak pernah terpengaruh pada logika menerima kondisi manipulatif tersebut. Penyelidikan-penyelidikan pengetahuan akan dilakukan untuk melakukan pembenaran terlebih dahulu sebelum melakukan penggakimam.

Dulu, di kampus-kampus saya masih mengingat. Diajarkan dan dikenalkan caranya berpikir secara sistematik serta ilmiah. Persoalan yang dipandang dengan pandangan mengatasnamakan akal dan bangun pikir tidak bisa berdiri sendiri tanpa bangunan ilmu dan pengetahuan. Pembenaran atas sudut pandang tanpa penyelidikan melalui metode-metode berpikir hanya akan menjadi bumerang bagi yang disuapi. Apalagi, dengan memaksakan kehendak pembenaran dalam sebuah pola pikir.

Asupan pola pikir yang di bentuk dari melihat, dan mendengar langkah awal pengetahuan diterima. Bisa saja didapatkan lewat membaca, menyelidiki dan berdiskusi. Melakukan pembenaran, atau menyerang pengetahuan tanpa dalil yang luas hanya akan menggangu kondisi sosial yang tertata. Alih-alih membenarkan justru merugikan.

Sekarang, pola pikir serta kerangka berpikir lebih terkontaminasi oleh isu-isu yang tersebar lewat konten-konten teknologi. Masyarakat hanya perlu men-tranding topic-kan sebuah masalah demi masuk kategori diri sebagai orang paham dalam alur masalah tersebut.

Pengetahuan yang didapatkan instan dari dunia maya, juga telah membentuk internalitas berpikir yang sempit. Semua itu hanya tercermin dari banyaknya kata diterima. Bahkan, dalam membentuk sebuah pemikiran, seseorang hanya perlu mengkonsumsi secara produktif sebuah artikel 1000 kata.

Kecenderungan cara berpikir sekarang juga tidak lagi pada tahap spesialisasi, semua orang dapat menikmati dan bergerak bebas mengomentari, menulis, dan memberik kritik pada masalah yang menjadi pengetahuan sesaat saat itu.

Artinya, pergerakan pemikiran masyarakat terarah pada desain isu saat itu, sedangkan isu lama tidak menjadi konten lagi untuk dibahas. Bahkan setingkat media cetak maupun elektronik. Pengetahuan atau saya namakan " ISU" lama menjadi basi dalam barisan panjang artikel-artikel di pembuangan sampah email.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun