Saat pagi hari, sebagian besar dari warga Surabaya pasti merasakan betapa macetnya Jalan Ahmad Yani. Tentu saja macet, karena berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya, sekitar  1.481.344 satuan mobil penumpang bergerak melintasi jalanan yang menjadi penghubung Surabaya dengan daerah pinggiran ini setiap harinya. Sebagian besar dari jumlah tersebut merupakan pengendara yang berasal dari kawasan di sekitar Surabaya, seperti Gresik,Pasuruan, Sidoarjo.Â
Para pengendara tersebut bergerak dari daerah pinggiran menuju Kota Surabaya setiap harinya. Dengan menggunakan kendaraan bermotor, mereka melintasi jalanan Kota Surabaya dan menciptakan antrean yang merambat mulai bundaran Waru, Dolog,RSI Wonokromo, KBS, hingga ke kawasan pusat kota Surabaya. Tidak hanya di pagi hari, para pengendara tersebut juga menyebabkan kemacetan ketika mereka meninggalkan Kota Surabaya di sore hari. Nah, para pengendara lintas kota inilah yang disebut pe-nglaju.
Ya, pe-nglaju adalah orang yang melakukan aktivitas nglaju atau dalam bahasa ilmiahnya commuting. Nglaju sendiri merupakan istilah slang untuk kegiatan mobilisasi penduduk dari satu kota menuju kota lainnya dalam jangka waktu satu hari. Dalam tulisan ini, pe-nglaju yang dimaksud dikhususkan bagi pe-nglaju yang berasal dari Kecamatan Waru, Sidoarjo.Â
Mengapa dikhususkan pada pe-nglaju dari Kecamatan Waru?Â
Sebelumnya, seperti yang telah disebutkan di awal,para pe-nglaju yang melintasi Jalan Ahmad Yani merupakan pengendara yang berasal dari Sidoarjo, Gresik, dan Pasuruan. Nah, Kabupaten Sidoarjo merupakan penyumbang pe-nglaju terbesar dibandingkan kota-kota tersebut. Kemudian, dari kecamatan-kecamatan yang ada di Sidoarjo, Kecamatan Waru lah yang menjadi daerah asal bagi mayoritas pe-nglaju Sidoarjo.
Di Kecamatan Waru, sebagian besar penduduknya merupakan pekerja yang  memiliki pekerjaan di Surabaya tetapi memilih berdomisili di Sidoarjo. Umumnya mereka memilih tinggal di Sidoarjo karena harga tanah dan rumah yang lebih murah dibandingkan di Surabaya. Oleh karena itu, dibandingkan membeli rumah di Surabaya, mereka lebih memilih untuk tinggal di Sidoarjo dan nglaju menuju tempat kerjanya.Â
Selain karena pekerjaan, sebagian besar penduduk Kecamatan Waru menjadi pe-nglaju karena alasan pendidikan. Ya,mayoritas penduduk Kecamatan Waru lebih memilih untuk menempuh pendidikan di Kota Surabaya. Menurut Baktiono Ketua Komisi D DPRD, hal ini terjadi karena fasilitas pendidikan di Surabaya dianggap memiliki kualitas yang lebih baik daripada fasilitas yang ada di Waru. Terlebih lagi, pemerintah Kota Surabaya juga menggratiskan biaya pendidikan pada jenjang SD, SMP, dan SMA.Â
Alasan tersebut semakin diperkuat dengan fakta bahwa penyediaan fasilitas pendidikan di Kecamatan Waru belum memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Dengan jumlah penduduk sebesar 10.329, fasilitas pendidikan yang tersedia baru 192 unit. Menurut laporan Fakta dan Analisa RDTRK Kecamatan Waru tahun 2010, fasilitas pendidikan tersebut terdiri dari 90 unitTK, 64 unit SD/MI, 22 unit SMP/MTs, serta 16 unit SMA/MA. Sayangnya pemerintah belum menyediakan fasilitas pendidikan berupa Perguruan Tinggi.Â
Karena fasilitas pendidikan yang kurang memadai, sebagian penduduk Kecamatan Waru menempuh pendidikan di Surabaya. Namun, walaupun menempuh pendidikan di Surabaya, mereka tetap berdomisili di Kecamatan Waru, Sidoarjo dan menjadi pe-nglaju. Mereka lebih memilih untuk tetap tinggal di Waru karena akses dari Waru menuju Surabaya sangatlah mudah. Apalagi melewati Jalan Ahmad Yani. Selain itu, waktu tempuh antara Waru-Surabaya yang relatif singkat juga melemahkan pilihan masyarakat untuk pindah domisili di Surabaya.
Sebenarnya pemerintah Kecamatan Waru bisa mengurangi sedikit jumlah pe-nglaju dengan cara meningkatkan pelayanan fasilitas pendidikannya. Salah satunya dengan cara mendirikan perguruan tinggi. Selain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, pemerintah juga bisa memanfaatkan jumlah penduduk usia produktif yang cukup besar di wilayah Kecamatan Waru. Menurut data BPS Kabupaten Sidoarjo, Kecamatan Waru memiliki 150.464 penduduk usia produktif dan sebanyak 40.293 di antaranya berada pada usia yang tepat untuk memasuki perkuliahan.
Selain itu, pemerintah juga bisa meningkatkan kualitas fasilitas pendidikan yang telah ada. Salah satunya yaitu mendorong penggunaan IT dalam proses mengajar. Dengan demikian, diharapkan penilaian masyarakat Kecamatan Waru terhadap fasilitas pendidikan yang ada bisa meningkat, sehingga masyarakat tidak menempuh pendidikan di Surabaya dan meninggalkan aktivitas nglaju.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H