Mohon tunggu...
ohjuliette
ohjuliette Mohon Tunggu... Lainnya - Gadis dua puluh empat tahun yang suka membuat pantun, apalagi sambil melamun.

Tainan, Taiwan

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Mencekal Para Pengawal yang Kurang Bermoral

2 Juli 2021   17:17 Diperbarui: 2 Juli 2021   17:54 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ledakan kasus Covid-19 dan pemberlakuan PPKM Darurat Jawa-Bali di bulan ini menguak kisah lama saya di bulan Mei lalu. Sudah tidak hangat, tetapi belum basi karena kejadiannya berpotensi tinggi untuk terulang kembali.

Kisah ini dimulai saat pengesahan larangan mudik berdasarkan Surat Edaran Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021. Saya adalah satu dari banyak perantau di Kota Pahlawan yang tidak bisa pulang ke kampung halaman saat libur lebaran. Sedih? Tentu saja. Namun kalau ditanya, apakah saya menyesal? Sama sekali tidak. Saya bangga karena memilih untuk mengambil bagian penting dalam langkah tegas pemerintah untuk menekan penyebaran Covid-19. Peraturan pemerintah memang tidak sempurna, terdapat cacat di beberapa bagian, tetapi saya bangga karena saya tidak termasuk dalam golongan orang yang membuat peraturan tersebut semakin berantakan.

Hari pertama lebaran, 13 Mei 2021, seorang teman saya di Instagram, mahasiswi sebuah kampus swasta elit di Surabaya, memposting sebuah video yang memamerkan persiapan liburan bersama teman-temannya. Mobil-mobil diparkir berderet, sekerumun anak muda tampak bergerombol dan tertawa-tawa di halaman depan rumah. Masker? Tentu saja sudah lupa. Ruangan terbuka mungkin bisa dijadikan alasan. Perasaan kesal mulai muncul ketika kamera menyorot dua orang polisi berseragam yang katanya siap mengawal mereka untuk berangkat dari Surabaya ke Batu, Malang, lengkap dengan mobil polisinya. Amarah saya memuncak saat melihat postingan selanjutnya, tampak tiga orang tanpa masker di dalam mobil, merekam mobil polisi yang melaju di depan mereka. Liburan dalam pengawalan polisi rupanya merupakan pencapaian dan kebanggan bagi mereka.

Sumber: Dokumentasi pribadi
Sumber: Dokumentasi pribadi

Perkenalkan, uang, pemeran utama dalam kisah liburan tidak bermoral ini. Fenomena sogok-menyogok bukan hal asing bagi masyarakat Indonesia, mulai dari proses pembuatan SIM, penyelesaian tilang, hingga yang terbaru adalah penyalahgunaan kode etik polisi dalam masa pembatasan wilayah. Kode etik polisi sudah diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 beserta seluruh sanksi yang dapat dijatuhkan atas pelanggarannya. Peraturan ini dibuat untuk menjaga rasa percaya masyarakat terhadap polisi, tetapi tercoreng akibat aksi nyata di lapangan yang jelas-jelas bertolak belakang dengan kewajaran. Memang pemberi suap juga salah dan tidak lebih benar karena it takes two to tango, tetapi polisi-- pihak yang seharusnya bisa dipercaya, mengapa rela menyejajarkan pola pikir dengan sekelompok mahasiswa yang hanya tahu bersenang-senang?

Saat itu saya sadar bahwa saya tidak boleh diam saja. Kalau tidak dimulai dari diri saya sendiri, dari mana lagi? Tanpa pengalaman, saat itu saya berpikir bagaimana caranya agar suara saya terdengar. Karena saya kurang populer di media sosial, dan saya juga tidak memiliki daya untuk meraih banyak views, maka saya tahu bahwa saya membutuhkan bantuan. Saya mengirimkan video bukti pelanggaran ke pihak yang saya kira bisa membantu; beberapa influencer, sosial media kepolisian dengan berbagai nama, dan, percayalah, Lambe Turah juga saya kontak. Saya juga mengirimkan video tersebut ke group chat keluarga dan teman-teman, dengan harapan ada satu orang yang memiliki akses ke kepolisian sehingga akhirnya kasus ini dapat ditindaklanjuti.

Belum mendapat hasil apapun, saya tidak menyerah. Google menjadi tujuan saya selanjutnya, dan saya menemukan web LAPOR: Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (lapor.go.id). Ternyata Indonesia sudah memiliki Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N), yang tersentralisasi dan dapat diakses melalui beberapa kanal yaitu website, aplikasi, SMS, serta Twitter. Saya mengunggah laporan melalui website LAPOR, tetapi tidak ada tindak lanjut ataupun feedback. Dari sekian banyak kontak dan laporan yang saya buat, tanggapan pertama datang dari Siber Polri melalui akun Instagram @ccicpolri. Beliau mengucapkan terima kasih atas laporan yang saya berikan, dan memberi informasi mengenai situs Siber Polri yaitu patrolisiber.id. Situs ini menerima laporan pengaduan khusus tentang kejahatan online, dan video yang saya laporkan dapat dikategorikan sebagai Penyebaran Konten Provokatif.

Kapanpun, di manapun, dalam bentuk apapun, pelanggaran tidak boleh dibiarkan, harus segera diberi tindakan supaya tidak mengakar dan menjadi kebiasaan. Melapor adalah langkah pertama yang dapat dilakukan oleh siapapun. Pemerintah telah menyediakan berbagai kanal yang dapat diakses untuk menyampaikan laporan. Jangan lupa, laporan yang diunggah harus benar-benar benar, tidak abu-abu. Alangkah baiknya bila identitas setiap oknum terlapor tercatat lengkap. Namun apabila tidak, jangan urungkan niat melapor. Saya percaya, tidak ada pelanggaran yang terlalu sepele dan tidak ada suara yang terlalu kecil. Tegur juga orang-orang tidak bertanggung jawab yang bersembunyi di balik uang, lupa akan rasa kemanusiaan yang dipertaruhkan atas tindakan egoisnya. Sanksi sosial dari masyarakat sendiri perlu diberikan, agar orang-orang yang melanggar norma sosial (dan dalam masa pandemi ini, protokol kesehatan) merasa malu dan mulai belajar untuk tahu diri.

Satu pesan saya; speak up. Kalau bicara saja belum, bagaimana Anda bisa mengaku tidak didengar?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun