Pernah dengar nama Takeru Kobayashi ? Kalau tidak concern dengan lomba-lomba makan, nama ini bakalan asing di telinga. Kobayashi sempat 'booming' di event tahunan lomba makan HotDog Internasional yang diadakan di Coney Island, New York.
Aturan lombanya sederhana; adu cepat banyak-banyakan makan hotdog dalam waktu 12 menit. Saat bel akhir berbunyi, hotdog yang masih dikunyah akan tetap dihitung asalkan bisa ditelan. Kalau muntah, baru deh di-diskualifikasi. Boleh tambah saus (tapi ini pasti buang-buang waktu), dan minum boleh apa saja dalam jumlah yang tidak terbatas.
Di tahun 2001, saat pertama kali Kobayashi (23 tahun) mengikuti lomba itu, rekor dunia yang tercatat adalah 25 setengah hotdog dalam waktu 12 menit. Bentuk badan Kobayashi saat itu cenderung kurus. Namun di akhir lomba berlangsung, coba tebak berapa hotdog yang berhasil dia telan ?
Kobayashi berhasil memakan 50 hotdog dalam waktu 12 menit ! Dia berhasil melipat-gandakan rekor dunia. Sejak saat itu, hingga 6 tahun berturut-turut, dia menjadi jawara di ajang internasional tersebut, dan menaikkan rekornya sampai bisa menelan 53 hotdog.
Pencapaian Kobayashi bukan tanpa perjuangan. Jauh sebelum ikut lomba, ia banyak melakukan analisa dan eksperimen sendiri. Ia menganalisis cara biasa orang makan hot dog. Ternyata makan roti dan sosis sekaligus menciptakan konflik kepadatan. Waktu menguyah dan menelan jadi lebih lama.
Sosis karena licin, cenderung lebih gampang ditelan. Namun, roti cukup 'seret' di tenggorokan. Ia menciptakan strategi baru. Sosis 'dicopot' dari rotinya, dipatahkan jadi dua, kemudian dia makan terlebih dulu. Sembari mengunyah, rotinya dicelupkan ke dalam gelas airnya, lantas diperas supaya sebagian besar kelebihan airnya keluar dari roti, baru dia jejalkan roti itu ke mulutnya. Cara ini sekaligus membuatnya nggak membuang-buang waktu untuk minum. Beragam eksperimen juga dia lakukan, mulai dari suhu air minum yang tepat, sampai efisiensi cara makan (ngebut di awal, atau ngebut di akhir).
Menurut Levitt & Dubner (2016) dalam "Think Like a Freak", Kobayashi bisa sukses karena mengubah pertanyaan mendasar yang ada di dalam benak rata-rata pesaingnya. Pertanyaan mendasar: "Bagaimana cara makan hot dog lebih banyak ?, diubah Kobayashi menjadi: "Bagaimana cara membuat hot dog menjadi lebih mudah dimakan ? Berkat ini, hasilnya pun dahsyat.
Mengubah pertanyaan merupakan bentuk mendefinisikan ulang masalah. Seringkali kita gagal, atau malas mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tepat dalam hidup. Padahal masalah-masalah dalam kehidupan seringkali tidak terlihat sampai kita berani mempertanyakannya.
Contoh, lulus kuliah dengan nilai biasa saja, itu masalah nggak ? Selalu ber-media sosial atau update status saat waktu kerja, itu masalah nggak ? Nggak tahu potensi diri, itu masalah nggak ? Nggak belajar atau baca-baca buku lagi, itu masalah nggak ?
Ternyata membangun pertanyaan bisa jadi hal yang vital. Sesuai kata Albert Einstein:
"To raise new questions, new possibilities, to regard old problems from a new angle, requires creative imagination and marks real advance in science."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H