Mohon tunggu...
Ogie Urvil
Ogie Urvil Mohon Tunggu... Wiraswasta - CreativePreneur, Lecturer

Orang biasa yang banyak keponya

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Memperhatikan Bosan

18 Agustus 2023   11:08 Diperbarui: 18 Agustus 2023   11:15 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernah merasa bosan ? Dengan pekerjaan misalnya, atau dengan sebuah game yang sudah lama dimainkan ?. Atau bosan di kelas saat materi diberikan oleh dosen atau pemateri ? Yah pokoknya banyak deh ya contoh kebosanan. Semua orang pasti pernah mengalaminya. Termasuk saya sendiri.

Lantas saya pun jadi kepo, memangnya bosan secara science tuh gimana sih ?. Kalau dari sudut pandang otak, Scheneider dkk (2007) dalam "A Qualitative Examination of Risk Among Elite Risk Adventure Racers" -- Journal of Sport Behavior, menyatakan: orang yang sedang bosan itu punya zat dopamine dalam jumlah rendah di dalam otak.

Dopamine ini zat yang bertanggung jawab untuk memberi rasa joy & excitement, yang bisa didapat dari mengerjakan suatu hal yang baru. Jadi, salah satu cara menghilangkan rasa bosan, ya temukanlah "kebaruan", baik itu hal-hal yang baru 'literally', maupun cara-cara baru dalam melakukan pekerjaan sehari-hari. Supaya kadar dopamine di dalam otak jadi naik.

Gosline (2008), dalam artikelnya "Bored ??" -- Scientific American menemukan, ternyata orang yang bagian frontal cortex di otaknya mengalami gangguan, lebih beresiko mengalami rasa bosan yang tinggi. Bagian ini pula yang mengendalikan persepsi seseorang tentang waktu. Itulah kenapa, saat kita sedang dilanda rasa bosan, waktu bakal terasa lebih lambat dan lama.

Wijnand van Tilburg, dari University of Limerick, memaparkan hasil studinya dalam "The British Psychological Society 2011 Annual Conference": Seseorang bisa mudah terjebak dalam rasa bosan kalau merasa setiap tindak tanduknya nggak berarti / meaningless. Agak jadi semacam depresi gitu. Tapi ini bisa juga jadi berdampak positif, jika orang tersebut bisa me"re-established" kembali makna dari kehidupannya, atau membuat perbedaan-perbedaan baru yang dapat memicu munculnya kreativitas.

John Eastwood (2012) dari York University (Ontario, Canada) beserta rekan-rekannya mencoba melihat rasa bosan dari sudut pandang mental. Hasil studinya dipublish dalam sebuah jurnal milik Association for Psychological Science. Ia menyatakan, seseorang bisa merasa bosan karena kesulitan dalam memusatkan perhatian. Dimana perhatian tersebut sebetulnya dibutuhkan agar sesuatu yang dilakukannya menjadi bisa memuaskan dirinya / menyenangkan.

Yang dari John Eastwood ini saya paling suka. Karena mudah diliat dan udah sering mengalami sendiri. Mahasiswa yang gagal memusatkan perhatian ke dosen, seasyik apapun si dosen, biasanya akan cepet bosen dan jadi sering nguap "hoaaahhmm.", terus lemes. Atau kalau lagi sholat berjama'ah, terus gagal memusatkan perhatian ke makna bacaan sholat si imam atau bacaan diri sendiri, nggak lama abis takbir awal, biasanya langsung "hoaaahhmm..".. (^_^!)

Terus solusinya gimana ?? Bisa dengan fokus pada "The Now" atau immerse / larut sepenuhnya dalam aktivitas yang kita lakukan. Atau dari artikel-artikel yang saya baca, banyak yang menyodorkan teori "Flow" dari pakar kreativitas Mihly Cskszentmihlyi. Gimana itu teori Flow ? Nanti deh ya kapan-kapan dibahas di satu postingan sendiri. Cukup panjang soalnya. (^_^!)/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun