Mohon tunggu...
jojoaooaoa
jojoaooaoa Mohon Tunggu... Lainnya - karyaw

sScsacc

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Agama, antara Doktrin dan Destiny

11 Februari 2016   09:57 Diperbarui: 11 Februari 2016   10:07 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Saya terus berfikir,,ini kenapa agama rasanya kok terdengar malah memberatkan,,bukan membawa kedamaian, lihatlah setiap orang dan pengikutnya, pasti merasakan bahwa agamu ini yang paling baik,, maka bergabunglah denganku,,seakan akan bila ada yang mauk kelompok kita, dialah manusia yang paling terbekati hari itu. Belum lagi doktrin doktrin yang kalau di telaah terdengar gila. kau begini ganjarannya begitu,,,kau salah sedikit maka ganjarannya begitu,,ah pokoknya seram lah,, belum lagi bayangan siksa kubur dan panasnya neraka

Namun ada yang mengajarkan bahwa kesalahan kita sebagai manusia sudah ada yang mempertanggung jawabkannya, karena pencipta maha pemaaf, dan ada pula ajaran jaran lainnya yang tentu tergantung pola pikir manusia untuk melihat dan menilai, dan kembali lagi penafsiran manusia satu sama lain berbeda, jadi jangan paksakan

Sayapun pernah dekat dengan aktifis Kristen, pengikut yahudi Kaballah, dan tentu saja dari golongan islam sendiri, ada syiah, wahabi dan lain lainnya

Saya percaya dengan yang saya lakoni, tentu saja (inginnya) tidak hanya di mulut saja, tetapi kewajiban seorang penganut, tentu saja berusaha di jalankan.

Lha,,apabila saya percaya kenapa saya menulis ini? karena saya sudah bosan melihat ekspolitasi agama, baik oleh media maupun pelakunya yang seakan akan akulah terbaik dan yang lain kafir

Sampai pada akhirnya saya berada dalam posisi, agama kok membuat doktrin yang lebay yang menyengsarakan manusia apabila manusia membuat kekeliruan sedikit,,,katanya tuhan pemaaf ,,terus...?

Otak yang kita miliki untuk terus mendengar semua doktrin dan dikembalikan dengan logika memang harus kuat kuatan dengan dalil atau kata kata yang diucapkan seorang ulama, ustadz atau pendeta..apabila terselip saja sedikit politik disana, saya segera lupakan

namun apabila kekakuan didasarkan background dari pemimpin tersebut, bisa jadi karena beliau sangat berhati hati

Well. agama akan sangat indah bila pelakunya tahu menempatkan diri, kapan Habluminallah dan Habluminanas itu dilakukan, dengan berat sebelah hanya akan membuat kita kaku, salah salah terlalu kaku menjadi kita seorang fanatik yang akhirnya menjadi sangat mudah mencap kafir...padahal hubungan kita dengan sesama mahluk saja masih sering iri dengki

Dan saya setuju sekali, dengan kata kta agamaku agamaku agamamu agamamu,,,kenapa kita masih terlalu mudah mengatakan kafir padahal mereka juga berhak mengatakan kita kafir (versi mereka)

Agama dan perilaku itu ibarat dompet, perilaku itu dompetnya, agama itu isi dompetnya, tidak perlu orang lain tahu, yang perlu kita pebuat hanyalah baik tanpa pandang bulu TITIK

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun