Mohon tunggu...
Oga Purba
Oga Purba Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar

Setiap kuasa memberi makna pada kehidupan dan karena setiap kata punya kuasa, maka aku akan berkata-kata untuk memberi makna pada kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Timika-Papua, The Truly Indonesia (2)

7 Januari 2013   12:41 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:24 1213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika teman-teman saya yang di Jakarta  bertanya dimana saya tinggal dan saya jawab Timika, maka komentar dan pertanyaan lanjutan mereka adalah " Jauh amat di Papua. Tidak takut tinggal  di sana?" Menurut saya tidak ada yang perlu ditakutkan. Bahkan bagi saya hidup di Jakarta lebih menakutkan. Hidup di Timika jauh lebih nyaman dan aman sekalipun fasilitas kenyamanan  seperti di ibukota tidak ada. Saya dan keluarga tidak perlu hidup di dalam kemacetan yang parah atau banjir yang cetar membahana badai atau ancaman perampok atau pencopet seperti di Jakarta. "Tapi Papua kan sering perang sukudan sering terjadi penembakan?" Kalau perang suku sepertinya  masih menjadi budaya dari sebagian orang-orang Papua. Namun tidak ada yang perlu ditakuti selama Anda tidak melakukan kejahatan dan tidak berkeliaran membawa senjata. Mungkin masih lebih serem front-front alias ormas-ormas yang ada di Jakarta yang melakukan sweeping, atau para supporter bola yang menggila karena tim nya kalah. Orang-orang papua walaupun masih mengenal perang suku tetapi mereka umumnya cinta damai. Mereka hanya menuntut keadilan, walaupun agak berat tuntutan tersebut. Setelah perang usai, dimana mata ganti mata, gigi ganti gigi atau nyawa ganti nyawa selesai, mereka melakukan pesta perdamaian yang diiringi dengan bakar batu. Bakar Batu

Menurut saya pribadi budaya Papua tidak kaya dalam urusan masak-memasak. Hal ini terbukti dari menu makanan pada saat acara bakar batu yang hanya berupa umbi-umbian seperti petatas, ubi jalar, dll ditambah sayur-sayuran ala kadarnya. Sentuhan bumbu dan seni memasak juga sangat minim bahkan terbilang tidak ada. Secara umum juga menu andalan papua hanya papeda diberi kuah ikan kuning. Menu lain yaitu sagu yang dibakar, sangat sederhana karena hanya ditambah kelapa dan gula aren. Saya kurang bisa memberikan analisis mengapa hal ini terjadi, mungkin lebih tepatnya menjadi bahan kajian para anthropolog dan ditemani oleh Farah Queen sang Chef yang cantik.

Namun seperti paduan antara gula dan kopi atau rokok dan asbak, sepertinya analogi yang kurang tepat. Jangan kuatir, di Timika para pecinta kuliner bisa tetap  menikmati aneka makanan dari seluruh Indonesia mulai BPK ( babi panggang karo) dan saksang dari medan, Nasi Padang, Pempek Palembang, Aneka ayam dan bebek lalapan, Gudeg Jogja, ayam cipto bu kremes upss...ayam kremes bu cipto, aneka Rica-rica khas Manado dan berbagai jenis makanan laut lainnya yang ikan-ikannya dijamin segar, hingga Karaka (kepiting) yang khas Papua. Jujur memang soal rasa tidak seenak ditempat asalnya tapi tidak mengecewakan dan buat Anda yang rindu makanan asal tidak perlu lagi  pulang kampung karena semua sudah ada di Timika ( lagipula harga tiket pesawat mahal toh..)

Pembauran dari berbagai suku-suku, itulah yang  membuat kota Timika ini mnejadi maju pesat. Interaksi antar warga melahirkan dinamika yang menjadi roda pemutar perekonomian dan kehidupan warga Timika. Coba bayangkan Papua tanpa pendatang mungkin mereka tak akan mengenal dunia luar dan terisolir.Namun keterbukaan dan keramahan penduduk asli pun sangat memegang peranan penting. Tanpa itu akan terjadi perpecahan dan pertikaian seperti perang antara Madura dan Dayak, kerusuhan 98 yang menyerang warga Tionghoa, dan sebagainya.

Asimilasi budaya juga sepertinya sudah mulai terjadi. Terlihat dari banyaknya perkawinan campur antar warga yang berbeda suku. Perkawinan campur ini mau tidak mau menciptakan perpaduan dua budaya yang berbeda. Mereka inilah kelak Indonesia yang sesungguhnya. Mereka perpaduan  baik budaya dan pola pikir , juga fisik atau gen sehingga menciptakan budaya Indonesia yang sesungguhnya. Kalau sekarang kita hanya Bangsa Indonesia, namun budayanya masih terpisah-pisah. Kalaupun ada budaya bersama paling hanya budaya KKN atau JAM KARET. Oh iya ada satu lagi yaitu budaya mencari kambing hitam atau tak mau bertanggung jawab alias cari alasan mulu akhirnya lahirlah budaya demonstrasi sana sini. loh..ini topik koq jadi serius gini??

Kita kembalikan ke pembicaraan ringan kalau begitu.  Kita bahas soal transportasi. Di Timika angkutan umum menggunakan taksi dan ojek. Taksi bukanlah seperti moda transportasi yang kita kenal di Jawa tapi adalah angkot, namun warga papua menyebutnya taksi. Keren kan? Sedangkan ojek, ya  sama saja dengan di Jawa. Bedanya di sini penumpang ojek tidak pakai helm. Dulu saya selalu kuatir setiap kali naik moda transportasi ini. Dimana semua tukang ojeknya seperti Valentino Rossi. Syukurlah sekarang sekarang saya sudah punya motor dan mobil sendiri. Namun ketakutan tidak berkurang karena pada saat menyetir mata harus waspada dan konsentrasi benar-benar full karena ulah para "Valentino Rossi" yang bisa tiba-tiba muncul dipersimpangan tanpa longok kiri kanan, atau belok kiri kanan tanpa lampu sen dan paling parah tiba-tiba putar arah di depan Anda. Namun walaupun demikian masih lebih mending dibanding Jakarta yang macet dan sumpek, ditambah bajai yang mirip kayak ojek di Timika.

....

Berikutnya saya akan menceritakan hal-hal lucu dan unik yang ada di  Timika pada edisi selanjutya.

sumber foto: http://menotimika.wordpress.com/2007/07/03/proses-bakar-batu/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun