Mohon tunggu...
Yoga Pratama Tarigan
Yoga Pratama Tarigan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - calon imam diosesan medan

calon sarjana Filsafat, suka berpikir, berimajinasi, dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pria Itu Ayahku

1 Maret 2019   11:59 Diperbarui: 1 Maret 2019   12:07 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.reference.com/

Hasilnya sungguh memuaskan, tingkat kesejahteraan warga kampung ini meningkat cukup drastis. Melihat kerja nyata yang kau berikan para warga sepakat untuk mendukungmu dalam pemilihan kepala desa untuk periode selanjutnya. Aku berani bertaruh bahwa kaulah yang menjadi pemenang pemilihan kepala desa tahun ini. Hal ini dikarenakan yang menjadi lawanmu dalam pemilihan kepala desa ialah orang yang sama yakni, Pak Ando.

Hari yang telah dinanti-nanti akhirnya tiba juga. Kau duduk manis didampingi tekad dan mimpimu untuk membawa kampung ini pada kemajuan baik pendidikan, pertanian, kesehatan bahkan sampai pada perkampungan berbasis industri. Akan tetapi, dunia tidak sesederhana yang kaupikirkan. Pada saat itu juga kau tersadar bahwa hidup jujur, baik dan sederhana ternyata tidak secara otomatis dapat membawamu pada mimpi-mimpi yang ingin kau realisasikan.

Saat perhitungan suara selesai, kau bagaikan orang yang disambar petir di siang bolong, bukan, bukan di siang bolong tapi di pagi-pagi buta. Kau kalah telak! Suara yang kau peroleh hanya seperempat dari seluruh penduduk kampung. Kau hening sejenak dan tiba-tiba... kau tertawa begitu kerasnya hingga orang-orang pada berpikiran kau sudah gila. Ya..., menurutku kau memang orang gila. Orang gila yang gila-gilaan untuk memajukan kesejahteraan orang banyak.

***

Hari-hari kegembiraan pesta demokrasi pun berlalu. Usut punya usut, aku pun menjadi mengerti mengapa Pak Ando dapat memperoleh suara sebanyak itu. Ternyata selama kampanye ia melakukan kampanye hitam. Ia mengatakan bahwa Budi Hartanto itu bukanlah putra asli kampung ini. Dia hanyalah pendatang yang ingin menjadi penguasa di kampung ini setelah menjadi pemimpin ia akan menjadi orang kaya dan kekayaannya itu akan ia kirim kepada sanak keluarganya. Inilah kegilaan yang dilakukan Pak Ando selama berkampanye.

Tipu muslihat ini sungguh efektif mencuci otak para warga untuk tidak memilih Budi Hartanto. Memang benar orang yang bernama Budi Hartanto adalah pria pendatang di kampung ini. Akan tetapi dia datang bukan untuk menjadi pagar yang makan tanaman melainkan menjadi pagar yang siap melindungi tanaman dari pelbagai serangan khususnya dari babi-babi hutan yang sedang berusaha menyerobot masuk.

Siapakah  Budi Hartanto itu? Budi Hartanto itu ialah ayahku. Dia adalah ayahku, seorang ayah yang mati dalam permainan politik yang penuh dengan kebusukan dan kekonyolan. Bahkan menjelang kematiannya di senja itu, masih sempat-sempatnya ia tertawa dan berkata,

"Sungguh lucunya kampung ini, mereka tidak memilih saya karena saya bukan penduduk asli kampung ini. Saya sangka kampung ini telah menjadi perkampungan modern tapi ternyata taraf berpikir mereka masih berbasis ndeso. Ha.. ha... ha...."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun