Oleh: *Oftiana Irayanti Wardani
Tutur kata lembut, iklas, halus dan narimo itulah beberapa ciri khas yang dianggap harus ada pada diri perempuan. Entah ini merupakan mitos turun temurun atau apa, namun kenyataanya di Indonesia sendiri orang-orang masih yakin akan hal ini. Sedikit kembali ke masa silam, perempuan dimasa penjajahan ataupun masa pra kemerdekaan selalu di nomor duakan. Alasan fisik yang menganggap mereka lebih lemah dari laki-laki, psikologis yang mengatakan bahwa mereka lebih sering menggunakan perasaan dari pada akal, hingga mitos-mitos agama yang terus dilestarikan. Akibatnya dari pandangan itu semua, perempuan selalu dianggap dibawah laki-laki
Di tanah jawa sendiri yang sarat budaya ada istilah bahwa perempuan itu hanyalah kanca wingking. Para kaum ibu ini hanya sebatas masak, macak, manak (memasak, berdandan, melahirkan). Maka tidak mengherankan jika paradigma yang telah ada dari dulu ini menjadi ganjalan besar bagi perempuan untuk menatap masa depan. Mungkin sekarang sudah banyak orang yang berpikiran tidak demikian namun untuk mereka yang dilahirkan dikeluarga kolot, cukuplah cita-cita hanyalah angan.
Langkah Awal
Keadaan demikian lantas tak membuat kaum terbesar yang ada di muka bumi ini berdiam diri. Untuk mengurangi perbedaan sosial laki-laki perempuan diperlukan suatu alat yang dapat merubah pandangan itu. Sampai saat ini, pendidikan dianggap masih layak dalam menyelesaikan masalah kebudayaan pengap yang melingkupi perempuan.
Pendidikan memberikan penyadaran akan pentingnya kemajuan dalam perempuan. Agar nantinya perempuan dapat beraktualisasi diri, berekspresi dan menggapai impiannya. Lewat lembaga pendidikan atau sekolah para perempuan dapat belajar berfikir maju dan harapan kedepannya setelah kembali kemasyarakat mereka dapat menjadi pionir perubahan di lingkungannya.
Saat ini memang bukan jamannya ibu Kartini dimana menuntut ilmu bagi perempuan itu dianggap tabu. Bisa dikatakan inilah era keemasan perempuan. Bagaimana tidak, di bidang pendidikan saja kesempatan bersekolah terbuka lebar. Bahkan tak ada perbedaan antara kelas perempuan atau laki-laki. Mereka disatukan dalam satu kelas dengan tujuan terbentuknya interaksi sosial yang lebih baik.
Selain sekolah umum yang memberikan peluang besar untuk kemajuan intelektual perempuan, kini juga sudah banyak bermunculan sekolah berbasis soft skill. Sekolah kejuruan atau pelatihan ketrampilan misalnya, tidak tanggung-tanggung lembaga pendidikan seperti ini telah banyak menyediakan pilihan keahlian yang dapat dipilih khususnya untuk perempuan. Desain, memasak, menjahit, membatik, melukis dan lain sebagaianya.
Pendidikan dan keahlian ini lah yang dibutuhkan perempuan untuk merajut masa depan. Pendidikan merupakan gerbang awal yang harus mereka lalui. Setelah fase belajar ini, mereka akan membawa ilmunya kemudian dipraktikkan dalam kehidupan. Yang terpenting harus ada sedikit nyali untuk membuat celah kecil menjadi lubang yang menganga. Hasilnya, semua pandangan tentang perempuan bahwa tugasnya hanya sebatas dirumah dan melayani suami pun akan sirna.
Prestasi Dan Karier
Orang jawa mengartikan wanita adalah “wani ditata” atu orang yang mau diatur. Tapi nampaknya istilah ini tak selamanya dapat diamini. Pasalnya arti perempuan tidaklah sesempit itu. Terlepas dari haknya berkarier dan berprestasi, perempuan memang harus patuh terhadap sang suami karena itulah salah satu kewajibanya sebagai seorang istri.
Banyak tokoh perempuan yang hingga saat ini telah memberikan pelajaran yang berharga bagi kita kaum perempuan. Ibu Tien Soeharto misalnya, yang setelah kepulangannnya ke Rahmatullah Soeharto sendiri tak kuasa membendung aksi yang menolak dirinya. Selain itu Ibu Sri Mulyani yang sekarang menjabat di Bank Dunia, ia merupakan satu dari banyak perempuan Indonesia yang berprestasi dan mempunyai karier yang cerah.
Dari sedikit contoh itu dapat disimpulkan bahwa peran perempuan itu sangatlah besar. Kembali lagi kepada diri perempuan itu sendiri, apakah ia akan membangun dirinya menjadi biasa-biasa saja atau membuat dirinya menjadi luar biasa. Pada dasarnya orang memandang perempuan tergantung bagaimana perempuan itu memandang dirinya sendiri. Berprestasi dan mempunyai karier adalah salah cara mengeksiskan diri di masyarakat . Tanpa meninggalkan kodrat, prestasi dan karier yang dimiliki ibarat bumbu penyedap dalam menjalankan fungsi sebagai perempuan.
*Penulis adalah anggota Almapaba PMII Rayon Tarbiyah 2011
Buletin advokasi “LPSAP pmii rayon Tarbiyah”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H