Mohon tunggu...
Ofis Ricardo
Ofis Ricardo Mohon Tunggu... Pengacara - Pengajar Hukum Tata Negara; Advokat - Kurator kepailitan

Pengajar Hukum Tata Negara; Advokat - Kurator kepailitan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pertanggungjawaban Pilihan Politik

26 Maret 2017   11:41 Diperbarui: 26 Maret 2017   11:53 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dampak bagi MPR dari perubahan hierarki ini menjadikan MPR tidak lagi berwenang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden. Lebih jauh, hal ini menyebabkan terjadinya pergeseran pertanggungjawaban Presiden dan Wakil Presiden dari MPR menjadi kepada rakyat. Hal yang sama juga terjadi di tingkat lokal dimana DPRD tidak lagi berwenang memilih Gubernur, Bupati/Walikota serta bertanggung jawab langsung kepada rakyat.

Pemilu dan aspirasi rakyat

Menyandingkan hak rakyat untuk memilih dan dipilih dengan pertanggungjawaban rakyat terhadap pilihannya adalah sama pentingnya. Namun hanya sebagian rakyat yang memahami hal ini. Pemilu hanya dianggap sebagai agenda rutin lima tahunan dan tidak lebih dari itu. Padahal, pemilu sebagai sarana untuk menyalurkan aspirasi rakyat dan memilih pemimpin yang sesuai dengan kehendak rakyat.

Dampak salah memilih pemimpin ini pun tidak main-main. Kesalahan dalam memilih pejabat publik akan berimplikasi pada munculnya kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai dengan kehendak rakyat yang cenderung abai terhadap janji dan program selama kampanye. Bahkan tidak sedikit pejabat publik yang melakukan praktik korupsi, dan tersangkut kasus hukum lainnya.

Kelalaian pejabat publik dalam melaksanakan janji dan program selama kampanye tidaklah memiliki dampak secara hukum publik maupun hukum privat. Faktanya seorang pejabat publik yang mengingkari janji dan program selama kampanye tidak dapat digugat secara perdata maupun dituntut secara pidana di muka pengadilan. Ini pulalah yang menyebabkan pejabat publik tidak merasa terikat untuk menepati janji dan programnya.

Karena janji dan program yang disampaikan saat kampanye tidak berdampak secara hukum maka seharusmya membuat rakyat lebih berhati-hati menggunakan hak pilihnya. Karena instrumen hukum kita tidak mengatur bilamana pejabat publik mengingkari janji dan program kampanyenya sebagaimana halnya dalam hukum perdata.

Pelaksanaan janji dan program kampanye hanya memiliki pertanggungjawaban secara moral (etika). Keharusan dalam melaksanakan janji dan program tersebut kembali kepada pejabat publik itu apakah mau melaksanakannya atau hanya menjadikannya sebagai pemanis untuk mendulang suara.

Tanggung jawab dalam demokrasi

Jimly Asshiddiqie dalam bukunya Kemerdekaan Berserikat, Pembubaran Partai Politik, dan Mahkamah Konstitusi mengutip perkataan Schattscheider yaitu “Political parties created democracy”. Mencermati perkataan Schattscheider ini partai politik yang sebenarnya yang menentukan demokrasi. Keberadaan partai politik sebagai instrumen yang tidak dapat dielakkan dalam kehidupan demokrasi itu sendiri.

Bila diibaratkan, peran partai tak ubahnya seperti jembatan, ia menjadi perantara antara rakyat dengan lembaga negara. Partai lah yang menjadi instrumen masyarakat secara terorganisasi yang kemudian menjembati rakyat dengan lembaga negara.

UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik menyebutkan partai memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara adalah sebuah hal yang tidak terpisahkan dengan kerja-kerja mereka yang terwujud pada pejabat publik yang telah mereka usung dalam pemilu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun