Mohon tunggu...
N.syofiy
N.syofiy Mohon Tunggu... Freelancer - ofi

a happy person.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Tahu Diri dan Tahu Batas

25 Juli 2022   21:21 Diperbarui: 25 Juli 2022   21:25 2271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sore ini sepertinya tidak ada senja. Kabutnya terlalu tebal. Atau aku yang menolak untuk melihatnya? Terlalu sore untuk memulai kalimat. Tapi mau kapan? Mau sampai kapan? Semuanya hanya butuh untuk dimulai dan berani. Entah hal apa yang membawa pada tulisan ini. Hanya semoga yang tersisa. Menjadi dewasa tak seindah yang dibayangkan. Khususnya untuk manusia-manusia yang tidak pro perkara.

Kami (anak muda) mungkin tidak semuanya, hanya sebagian kecil yang mungkin tidak beruntung. Kami hidup pada zaman yang kami rasa kami banyak dibuat tidak tenang dan rasanya seperti sedang diburu buru. 

Tuntutan demi tuntutan yang terselubung pada pertanyaan. Kami menyadari itu, bahwa hidup ini begitu tidak tenang dan menyakitkan. Kamipun ingin hidup dengan tenang, meskipun usia relatif muda tapi kami merasa beban ini tak seharusnya menimpa kami yang begitu belia. Bukan riset tapi ya bukan fiksi. Pahami. Seolah-olah ada seseorang yang sedang menasihati dan bertanya.

Kehidupan hari ini, semuanya adalah serba cepat. Usia kami rasanya sedang berlomba dengan kecepatan teknologi informasi dan kecanggihan kecanggihannya. 

Jangan membayangkan hal besar, bayangkan sekedar membagi informasi/announcement, tak lagi membutuhkan waktu yang lama. Satu informasi dengan informasi yang lain seolah beradu kecepatan. Kecepatan ini kami menyebutnya agar segala itu menjadi efektif dan efisien. 


Dan kami kewalahan dengan istilah yang kamu bangun sendiri. Kecepatan seolah  menjadi dewa.  Lulus tercepat, lulus termuda, sukses muda, dan cepat cepat lainnya. Bangga? Iya. Kabar buruknya adalah bahwa kecepatan ini membuat kami tidak dapat menikmati hidup hingga banyak hal terlewatkan.  Yang lebih buruk adalah ilmu yang di dapat menjadi dangkal.

Maka penting untuk diingat, belajar untuk sabar. Kesabaran untuk mengendalikan proses, sabar mengendalikan langkah demi langkah. Menikmati proses pada hidup itupun penting untuk dipertimbangkan. Bisa jadi ini merupakan anugrah  untuk kami yang hidup pada era dengan ritme yang serba cepat ini yang mungkin berbeda dengan kehidupan pada masa orang tua kita. 

Tugas kami untuk bermuhasabah, mentadabburi ritme yang begitu cepat ini terhadap apa-apa yang sedang kami kerjakan, sedang kami kejar agar ilmu yang kami dapat tidak dangkal sepermukaan. 

Sehingga tidak banyak hal-hal yang penting terlewatkan begitu saja. Dan berakhir pada tidak menikmati hidup dan kurang  bersyukur. Untuk mengendalikan hidup ini, kita harus memiliki kendali penuh dengan rem  yang pakem.

Tak jarang, dengan  hidup yang serba cepat, serba canggih kita lupa tujuan. Dengan mobil mewah ini untuk apa? Dengan hp canggih ini untuk apa? Jabatan  tinggi untuk apa? Gelar hebat untuk apa? Mahatma Gandi mengatakan bahwa teknologi yang diciptakan manusia ini canggih tapi tidak humanistik. 

Jadi sebenarnya, dari satu ke satu hal yang lain yang dikejar begitu cepat merupakan tujuan yang bersifat artifisial/sementara. Karena setelah sampai pada tujuan, tidak tau apa yang mau dilakukan padahal kalau tidak terburu-buru kita tidak akan melewatkan banyak hal. Terburu-buru mengendarai kendaraan, setelah sampai rumah hanya tidur. 

Padahal jika tidak terburu-buru, sepanjang perjalanan dapat menikmati senja dan diskusi sorenya. Atau banyak hal lainnya. Dan  alam tidak pernah terburu-buru. Matahari tetap muncul dari ufuk timur ke ufuk barat. Dimulai jadi pukul 00 hingga 12. Begitu dari  jaman diciptakan hingga jaman ini diusaikan.

Kunci hidup bahagia itu ada dua, tahu diri dan tahu batas. Tahu batas itu ketika kita dapat mengendalikan keinginan keinginan kita, dapat mengendalikan diri kita sepenuhnya. Dan banyak kegelisahan dewasa ini adalah kami lupa batas. Tahu diri, siapa saya? Ada dimana saya? Apa tujuan saya?. 

Ada dua kepandaian yang dibutuhkan yaitu pandai memahami kondisi dan pandai memahami diri. Lalu apakah tujuan itu harus dipelajari atau harus ditentukan? Tujuan harus dulakukan dua duanya. Ketika tambah luas wawasan, tambah luas ilmu, tujuan seseorang akan disempurnakan dengan wawasan dan ilmu ilmunya. 

Keputusan bahwa ini tujuan yang baik ditentukan atas hal-hal yang telah dipelajari. Pilihan akan tujuan hidup adalah hak kita. Kegelisahan-kegelisahan yang hadir dewasa ini adalah karena individu tidak dapat menentukan pilihannya, tidak tegak terhadap prinsipnya sehingga pilihannya tergadai dengan pilihan orang-orang disekitarnya. Pilihan apa yang baik pada orang lain belum tentu baik untuk diri kita. Itulah pentingnya memiliki prinsip atas setiap pilihan.

Tahu batas ini bermuara pada kesadaran diri. Dapat membaca diri, menerima apa adanya diri, menyadari potensi diri lalu usaha untuk mengoptimalkan. 

Jadi sampaikan pada target bahwa  kita harus cerdas membaca diri, sehingga target dalam tujuan hidup ini tidak melukai diri yang akan melahirkan kekecewaan dan kegelisahan. Kembali, pentingnya mengaktifkan mode muhasabah diri, membaca diri, menerima kondisi. Diantara banyak masalah yang kami alami salah satunya adalah overthingking. 

Maka tahu batas adalah jawabannya. Ketika kondisi tidak memungkinkan, hidup ini ruwet, tak mampu lagi kami menyelesaikannya, maka berhentilah. Ini bukan tugas kami untuk menyelesaikannya. Sadar bahwa kami melebihi batas berpikir.

Jadilah manusia yang otentik namun tidak egois. Tidak perlu berlomba untuk menang karena hidup bukan pertandingan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun